Virangel
GURU BK MESUM
1. Siswi Baru Misterius
Waktu adalah salah satu anugerah yang paling berharga di dunia ini. Orang Amerika berpendapat waktu adalah uang. Menurutku berharga atau tidaknya waktu tergantung bagaimana cara kita menggunakannya. Jika di dunia ini kau hanya mempunyai waktu yang terbatas apa yang ingin kau lakukan? Bersenang senang sampai waktumu habis? Atau mencari cinta yang tidak pasti?. Ketika kau berhasil menemukan cinta di saat waktumu hampir habis apakah kamu bisa merelakan cinta yang baru kau dapatkan? Apakah kau bisa membuat sisa waktumu menjadi lebih berharga?
*****
Semilir angin yang masuk kedalam kelas membuatku mengantuk. Teriknya sinar matahari yang masuk kedalam kelas membuat suhu ruangan kelas menjadi lebih hangat. Cuaca siang ini memang sangat cocok untuk tidur siang. Aku berusaha terus terjaga mendengarkan penjelasan bu Siso, guru Biologi di kelasku. Tenagaku benar benar terkuras ketika bermain bola saat istirahat. Beberapa kali aku menguap di sela sela pelajaran. Kulihat Joni, teman sebangkuku ternyata sudah terbuai ke alam mimpi. Beberapa siswa barisan belakang juga terlihat tidak bersemangat mengikuti pelajaran.
“Ah...jam pelajaran terakhir memang sangat membosankan,” gumamku sambil menguap.
Pandanganku tiba tiba terfokus kepada siswi yang masih giat menulis dan mendengarkan penjelasan guru. Dia adalah Raisa, siswi tercantik dan misterius di kelas ini. Dia adalah siswi yang paling membuat aku penasaran sejak kedatangannya 2 bulan lalu ke kelas ini. Ia termasuk siswi yang pintar walaupun kurang aktif ketika tanya jawab dengan guru. Sejak pertama kali kedatangannya ia sangat jarang mengobrol dengan siswa lain. Ketika jam istirahat tiba, ia hanya membaca buku sambil mendengarkan lagu dari headset dan memakan bekalnya sendirian dikelas.
Ia tidak pernah mengikuti kegiatan olahraga ketika jam pelajaran olahraga. Ia hanya memandang kami dari pinggir lapangan ketika jam olahraga. Aku juga pernah mendengar gosip tentang Raisa yang terkena suatu penyakit langka sehingga ia tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga. Aku sendiri tidak terlalu tertarik dengan gosip penyakit yang di derita Raisa, namun sikapnya yang misterius dan tertutup membuatku penasaran dengan siswi baru ini. Akhirnya bel pulang telah berbunyi. Siswa dikelasku bergegas membereskan buku dan alat tulis di meja sebelum meninggalkan kelas. Setiap pulang sekolah Risa selalu dijemput menggunakan mobil mewah yang terparkir di depan sekolah.
“Sebenarnya siapa dia sebenarnya? Mengapa orang kaya seperti Risa memilih belajar di sekolah yang biasa-biasa saja?” gumamku dalam hati.
“Eh..bro udah selesai ya pelajarannya,” ujar Joni yang baru terbangun dari tidurnya.
“Lagian tidur dikelas kok nyenyak banget untung saja tidak kutinggal sendirian dikelas,” candaku sambil menjitak kepala Joni.
“Aduh...cuacanya pas banget sih buat tidur haha..” tawa Joni sambil mengelus kepalanya yang baru saja kujitak.
“Ayo kita ke ruang seni. Adam dan Sandi pasti sudah menunggu kita,” ajakku sambil mengambil tasku diatas meja.
Hampir setiap hari sepulang sekolah kami berlatih band di ruang seni. Band yang kubentuk ini terdiri dari 4 orang dan aku menjadi vokalis dan keyboardnya. Suaraku memang tidak terlalu bagus tapi setidaknya suaraku lebih bagus dibandingkan ketiga temanku. Setibanya di ruang seni aku melihat Adam dan Sandi sudah menunggu di depan ruang seni.
“Kalian lama sekali sih!!” ujar Sandi kesal.
“Maaf masbro si Joni ketiduran lagi dikelas, “ jawabku sambil tersenyum.
“Dik, aku punya info bagus nih,” ujar Adam sambil menyerahkan sebuah selebaran kepadaku.
“Kompetisi band tingkat SMA tingkat nasional?” tanyaku sambil membaca selebaran itu.
“Iya, audisi di kota kita diadakan bulan depan,” jawab Sandi antusias.
“Yakin kita mau ikut? Kita belum punya vokalis loh,” ujar Joni.
“Iya juga ya, mana mungkin kita bisa menang kalau suara vokalisnya pas pasan haha..” tawa Sandi. Joni dan Adam ikut tertawa mendengar celotehan Sandi.
Aku tersenyum mendengar komentar mereka tentang suaraku.
“Sudahlah, lagipula tujuan kita membentuk band ini hanya untuk hobby dan senang-senang saja bukan untuk kompetisi,” ujarku sambil membuka pintu ruang seni dan memulai latihan.
Setelah satu jam berlatih aku izin pamit pulang duluan. Hari ini aku harus mengajar di komunitas sekolah jalanan di taman kota. Sekolah ini didirikan oleh kakakku yang prihatin melihat banyaknya anak jalanan terlantar di kota ini.
Saat aku tiba di taman tiba tiba nafasku mendadak sesak. Badanku tiba tiba lemas dan detak jantungku perlahan mulai melemah. Aku segera mencari obat yang selalu kubawa di dalam tas.
“Sial..kenapa harus sekarang kambuhnya!!” ujarku sambil meminum beberapa pil tablet dan meminum sebotol air. Sejenak aku menyandarkan diriku ke bangku taman untuk mengumpulkan tenaga.
“Kak Dika sedang apa disini? Ayo kita kita kebawah pohon beringin. Teman teman sudah menunggu kakak,” ucap seorang gadis kecil imut berbaju lusuh.
Kulihat ia sangat bersemangat sekali untuk belajar. Melihat senyuman manis khas anak kecil yang polos membuat tenagaku pulih kembali.
“Ayo kita belajar” senyumku sambil berdiri dan menggandeng tangan gadis kecil.
Kulihat anak jalanan sudah berkumpul menunggu diriku untuk menyampaikan pelajaran hari ini. Pada pertemuan hari ini aku mengajarkan mereka menulis dan membaca buku. Anak anak yang aku kumpulkan rata rata belum bisa membaca dan menulis. Maklum mereka belum pernah mengenyam bangku pendidikan. Menurut mereka pendidikan tidaklah penting. Berusaha bertahan dari kerasnya lingkungan jalanan lebih berarti bagi mereka dibandingkan pendidikan.
Kakakku yang mengumpulkan dan menjelaskan kepada mereka tentang pentingnya pendidikan. Perlahan pemikiran mereka mulai berubah. Setiap hari jumlah anak jalanan yang mengikuti pelajaran terus bertambah. Mengajar mereka menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku. Setidaknya mereka bisa sedikit melupakan betapa beratnya hidup mereka dijalanan.
Jarum jam menunjukkan pukul 5 sore saat aku selesai mengajar. Setelah selesai mengajar aku bergegas menuju cafe milik kakakku. Letaknya tidak jauh dari taman hanya 10 menit jika berjalan kaki.
“Assalamualaikum kak,” sapaku kepada kak Reno, kakakku yang tengah sibuk menghitung uang di meja kasir.
“Eh..waalaikumsalam baru pulang ngajar dik? Maaf ya kakak tidak bisa membantumu hari ini cafe sedang ramai pengunjung sih,” ujar kak Reno.
“Santai saja kak jika hanya mengajar aku sendiri juga bisa kok,” ujarku. Kulihat cafe kak Reno ramai oleh pengunjung seperti biasanya. Pelayan dan waiters sibuk berlalu lalang melayani pelanggan.
“Apa aku boleh membantu kakak? Menjadi kasir mungkin,” tawarku.
“kamu itu harus menjaga kesehatanmu. Kamu itu harus ingat kondisi tubuhmu itu berbeda dengan manusia normal. Sebaiknya kau mandi dan beristirahat saja di kamar kakak. Kamu ingin makan apa? Nanti biar pak Restu yang mengantarkannya ke kamar,”.
“Baik kak nanti biar aku memesan sendiri ke Pak Restu,” ujarku sambil pergi meninggalkan ruang kasir.
“Oh..iya band yang tampil malam ini keyboardisnya sedang sakit. Bisakah kau menggantikannya?” tanya kak Reno.
Aku sangat senang mendengar kabar itu. Aku memang sering bermain keyboard di cafe kak Reno ketika ada band atau anggota band yang berhalangan hadir.
“Siap kak!!” jawabku semangat.
“Ok stand by habis magrib ya,” ujar kak Reno.
Salah satu yang menjadi daya tarik cafe kak Reno adalah live music dari band dan musisi pinggiran. Terkadang teman teman kak Reno datang dan menampilkan stand up comedy. Selain itu makanan dan minuman yang disajikan koki kak Reno memang sangat enak. Malam hari ini pengunjung yang datang ramai. Beberapa pengunjung bahkan tidak mendapatkan tempat duduk dan terpaksa duduk di ruang lesehan.
Aku membawakan beberapa lagu cinta untuk menciptakan suasana romantis untuk pengunjung. Setelah jam 10 malam aku membantu kak Reno membersihkan dan menutup cafe.
“Pengunjung hari ini banyak juga ya kak,” ujarku sambil memakai helm dan menunggu kak Reno menyalakan motornya.
“Siapa dulu yang punya haha..” tawa kak Reno sambil menstarter motornya.
“Siapa dulu yang bikin konsepnya,” senyumku sambil menaiki motor kak Reno.
“Haha...iya iya kamu memang adik kakak yang paling kreatif” puji kak Reno sambil memacu motor koplingnya.
Waktu adalah salah satu anugerah yang paling berharga di dunia ini. Orang Amerika berpendapat waktu adalah uang. Menurutku berharga atau tidaknya waktu tergantung bagaimana cara kita menggunakannya. Jika di dunia ini kau hanya mempunyai waktu yang terbatas apa yang ingin kau lakukan? Bersenang senang sampai waktumu habis? Atau mencari cinta yang tidak pasti?. Ketika kau berhasil menemukan cinta di saat waktumu hampir habis apakah kamu bisa merelakan cinta yang baru kau dapatkan? Apakah kau bisa membuat sisa waktumu menjadi lebih berharga?
*****
Semilir angin yang masuk kedalam kelas membuatku mengantuk. Teriknya sinar matahari yang masuk kedalam kelas membuat suhu ruangan kelas menjadi lebih hangat. Cuaca siang ini memang sangat cocok untuk tidur siang. Aku berusaha terus terjaga mendengarkan penjelasan bu Siso, guru Biologi di kelasku. Tenagaku benar benar terkuras ketika bermain bola saat istirahat. Beberapa kali aku menguap di sela sela pelajaran. Kulihat Joni, teman sebangkuku ternyata sudah terbuai ke alam mimpi. Beberapa siswa barisan belakang juga terlihat tidak bersemangat mengikuti pelajaran.
“Ah...jam pelajaran terakhir memang sangat membosankan,” gumamku sambil menguap.
Pandanganku tiba tiba terfokus kepada siswi yang masih giat menulis dan mendengarkan penjelasan guru. Dia adalah Raisa, siswi tercantik dan misterius di kelas ini. Dia adalah siswi yang paling membuat aku penasaran sejak kedatangannya 2 bulan lalu ke kelas ini. Ia termasuk siswi yang pintar walaupun kurang aktif ketika tanya jawab dengan guru. Sejak pertama kali kedatangannya ia sangat jarang mengobrol dengan siswa lain. Ketika jam istirahat tiba, ia hanya membaca buku sambil mendengarkan lagu dari headset dan memakan bekalnya sendirian dikelas.
Ia tidak pernah mengikuti kegiatan olahraga ketika jam pelajaran olahraga. Ia hanya memandang kami dari pinggir lapangan ketika jam olahraga. Aku juga pernah mendengar gosip tentang Raisa yang terkena suatu penyakit langka sehingga ia tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga. Aku sendiri tidak terlalu tertarik dengan gosip penyakit yang di derita Raisa, namun sikapnya yang misterius dan tertutup membuatku penasaran dengan siswi baru ini. Akhirnya bel pulang telah berbunyi. Siswa dikelasku bergegas membereskan buku dan alat tulis di meja sebelum meninggalkan kelas. Setiap pulang sekolah Risa selalu dijemput menggunakan mobil mewah yang terparkir di depan sekolah.
“Sebenarnya siapa dia sebenarnya? Mengapa orang kaya seperti Risa memilih belajar di sekolah yang biasa-biasa saja?” gumamku dalam hati.
“Eh..bro udah selesai ya pelajarannya,” ujar Joni yang baru terbangun dari tidurnya.
“Lagian tidur dikelas kok nyenyak banget untung saja tidak kutinggal sendirian dikelas,” candaku sambil menjitak kepala Joni.
“Aduh...cuacanya pas banget sih buat tidur haha..” tawa Joni sambil mengelus kepalanya yang baru saja kujitak.
“Ayo kita ke ruang seni. Adam dan Sandi pasti sudah menunggu kita,” ajakku sambil mengambil tasku diatas meja.
Hampir setiap hari sepulang sekolah kami berlatih band di ruang seni. Band yang kubentuk ini terdiri dari 4 orang dan aku menjadi vokalis dan keyboardnya. Suaraku memang tidak terlalu bagus tapi setidaknya suaraku lebih bagus dibandingkan ketiga temanku. Setibanya di ruang seni aku melihat Adam dan Sandi sudah menunggu di depan ruang seni.
“Kalian lama sekali sih!!” ujar Sandi kesal.
“Maaf masbro si Joni ketiduran lagi dikelas, “ jawabku sambil tersenyum.
“Dik, aku punya info bagus nih,” ujar Adam sambil menyerahkan sebuah selebaran kepadaku.
“Kompetisi band tingkat SMA tingkat nasional?” tanyaku sambil membaca selebaran itu.
“Iya, audisi di kota kita diadakan bulan depan,” jawab Sandi antusias.
“Yakin kita mau ikut? Kita belum punya vokalis loh,” ujar Joni.
“Iya juga ya, mana mungkin kita bisa menang kalau suara vokalisnya pas pasan haha..” tawa Sandi. Joni dan Adam ikut tertawa mendengar celotehan Sandi.
Aku tersenyum mendengar komentar mereka tentang suaraku.
“Sudahlah, lagipula tujuan kita membentuk band ini hanya untuk hobby dan senang-senang saja bukan untuk kompetisi,” ujarku sambil membuka pintu ruang seni dan memulai latihan.
Setelah satu jam berlatih aku izin pamit pulang duluan. Hari ini aku harus mengajar di komunitas sekolah jalanan di taman kota. Sekolah ini didirikan oleh kakakku yang prihatin melihat banyaknya anak jalanan terlantar di kota ini.
Saat aku tiba di taman tiba tiba nafasku mendadak sesak. Badanku tiba tiba lemas dan detak jantungku perlahan mulai melemah. Aku segera mencari obat yang selalu kubawa di dalam tas.
“Sial..kenapa harus sekarang kambuhnya!!” ujarku sambil meminum beberapa pil tablet dan meminum sebotol air. Sejenak aku menyandarkan diriku ke bangku taman untuk mengumpulkan tenaga.
“Kak Dika sedang apa disini? Ayo kita kita kebawah pohon beringin. Teman teman sudah menunggu kakak,” ucap seorang gadis kecil imut berbaju lusuh.
Kulihat ia sangat bersemangat sekali untuk belajar. Melihat senyuman manis khas anak kecil yang polos membuat tenagaku pulih kembali.
“Ayo kita belajar” senyumku sambil berdiri dan menggandeng tangan gadis kecil.
Kulihat anak jalanan sudah berkumpul menunggu diriku untuk menyampaikan pelajaran hari ini. Pada pertemuan hari ini aku mengajarkan mereka menulis dan membaca buku. Anak anak yang aku kumpulkan rata rata belum bisa membaca dan menulis. Maklum mereka belum pernah mengenyam bangku pendidikan. Menurut mereka pendidikan tidaklah penting. Berusaha bertahan dari kerasnya lingkungan jalanan lebih berarti bagi mereka dibandingkan pendidikan.
Kakakku yang mengumpulkan dan menjelaskan kepada mereka tentang pentingnya pendidikan. Perlahan pemikiran mereka mulai berubah. Setiap hari jumlah anak jalanan yang mengikuti pelajaran terus bertambah. Mengajar mereka menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku. Setidaknya mereka bisa sedikit melupakan betapa beratnya hidup mereka dijalanan.
Jarum jam menunjukkan pukul 5 sore saat aku selesai mengajar. Setelah selesai mengajar aku bergegas menuju cafe milik kakakku. Letaknya tidak jauh dari taman hanya 10 menit jika berjalan kaki.
“Assalamualaikum kak,” sapaku kepada kak Reno, kakakku yang tengah sibuk menghitung uang di meja kasir.
“Eh..waalaikumsalam baru pulang ngajar dik? Maaf ya kakak tidak bisa membantumu hari ini cafe sedang ramai pengunjung sih,” ujar kak Reno.
“Santai saja kak jika hanya mengajar aku sendiri juga bisa kok,” ujarku. Kulihat cafe kak Reno ramai oleh pengunjung seperti biasanya. Pelayan dan waiters sibuk berlalu lalang melayani pelanggan.
“Apa aku boleh membantu kakak? Menjadi kasir mungkin,” tawarku.
“kamu itu harus menjaga kesehatanmu. Kamu itu harus ingat kondisi tubuhmu itu berbeda dengan manusia normal. Sebaiknya kau mandi dan beristirahat saja di kamar kakak. Kamu ingin makan apa? Nanti biar pak Restu yang mengantarkannya ke kamar,”.
“Baik kak nanti biar aku memesan sendiri ke Pak Restu,” ujarku sambil pergi meninggalkan ruang kasir.
“Oh..iya band yang tampil malam ini keyboardisnya sedang sakit. Bisakah kau menggantikannya?” tanya kak Reno.
Aku sangat senang mendengar kabar itu. Aku memang sering bermain keyboard di cafe kak Reno ketika ada band atau anggota band yang berhalangan hadir.
“Siap kak!!” jawabku semangat.
“Ok stand by habis magrib ya,” ujar kak Reno.
Salah satu yang menjadi daya tarik cafe kak Reno adalah live music dari band dan musisi pinggiran. Terkadang teman teman kak Reno datang dan menampilkan stand up comedy. Selain itu makanan dan minuman yang disajikan koki kak Reno memang sangat enak. Malam hari ini pengunjung yang datang ramai. Beberapa pengunjung bahkan tidak mendapatkan tempat duduk dan terpaksa duduk di ruang lesehan.
Aku membawakan beberapa lagu cinta untuk menciptakan suasana romantis untuk pengunjung. Setelah jam 10 malam aku membantu kak Reno membersihkan dan menutup cafe.
“Pengunjung hari ini banyak juga ya kak,” ujarku sambil memakai helm dan menunggu kak Reno menyalakan motornya.
“Siapa dulu yang punya haha..” tawa kak Reno sambil menstarter motornya.
“Siapa dulu yang bikin konsepnya,” senyumku sambil menaiki motor kak Reno.
“Haha...iya iya kamu memang adik kakak yang paling kreatif” puji kak Reno sambil memacu motor koplingnya.
Last edited: