• link terbaru forum gocrot per 16 November 2024 : KLIK DI SINI

[EPISODE] DETAK WAKTU (COPAS)

Virangel

GURU BK MESUM
1. Siswi Baru Misterius

Waktu adalah salah satu anugerah yang paling berharga di dunia ini. Orang Amerika berpendapat waktu adalah uang. Menurutku berharga atau tidaknya waktu tergantung bagaimana cara kita menggunakannya. Jika di dunia ini kau hanya mempunyai waktu yang terbatas apa yang ingin kau lakukan? Bersenang senang sampai waktumu habis? Atau mencari cinta yang tidak pasti?. Ketika kau berhasil menemukan cinta di saat waktumu hampir habis apakah kamu bisa merelakan cinta yang baru kau dapatkan? Apakah kau bisa membuat sisa waktumu menjadi lebih berharga?


*****


Semilir angin yang masuk kedalam kelas membuatku mengantuk. Teriknya sinar matahari yang masuk kedalam kelas membuat suhu ruangan kelas menjadi lebih hangat. Cuaca siang ini memang sangat cocok untuk tidur siang. Aku berusaha terus terjaga mendengarkan penjelasan bu Siso, guru Biologi di kelasku. Tenagaku benar benar terkuras ketika bermain bola saat istirahat. Beberapa kali aku menguap di sela sela pelajaran. Kulihat Joni, teman sebangkuku ternyata sudah terbuai ke alam mimpi. Beberapa siswa barisan belakang juga terlihat tidak bersemangat mengikuti pelajaran.

“Ah...jam pelajaran terakhir memang sangat membosankan,” gumamku sambil menguap.

Pandanganku tiba tiba terfokus kepada siswi yang masih giat menulis dan mendengarkan penjelasan guru. Dia adalah Raisa, siswi tercantik dan misterius di kelas ini. Dia adalah siswi yang paling membuat aku penasaran sejak kedatangannya 2 bulan lalu ke kelas ini. Ia termasuk siswi yang pintar walaupun kurang aktif ketika tanya jawab dengan guru. Sejak pertama kali kedatangannya ia sangat jarang mengobrol dengan siswa lain. Ketika jam istirahat tiba, ia hanya membaca buku sambil mendengarkan lagu dari headset dan memakan bekalnya sendirian dikelas.

Ia tidak pernah mengikuti kegiatan olahraga ketika jam pelajaran olahraga. Ia hanya memandang kami dari pinggir lapangan ketika jam olahraga. Aku juga pernah mendengar gosip tentang Raisa yang terkena suatu penyakit langka sehingga ia tidak boleh mengikuti pelajaran olahraga. Aku sendiri tidak terlalu tertarik dengan gosip penyakit yang di derita Raisa, namun sikapnya yang misterius dan tertutup membuatku penasaran dengan siswi baru ini. Akhirnya bel pulang telah berbunyi. Siswa dikelasku bergegas membereskan buku dan alat tulis di meja sebelum meninggalkan kelas. Setiap pulang sekolah Risa selalu dijemput menggunakan mobil mewah yang terparkir di depan sekolah.

“Sebenarnya siapa dia sebenarnya? Mengapa orang kaya seperti Risa memilih belajar di sekolah yang biasa-biasa saja?” gumamku dalam hati.

“Eh..bro udah selesai ya pelajarannya,” ujar Joni yang baru terbangun dari tidurnya.

“Lagian tidur dikelas kok nyenyak banget untung saja tidak kutinggal sendirian dikelas,” candaku sambil menjitak kepala Joni.

“Aduh...cuacanya pas banget sih buat tidur haha..” tawa Joni sambil mengelus kepalanya yang baru saja kujitak.

“Ayo kita ke ruang seni. Adam dan Sandi pasti sudah menunggu kita,” ajakku sambil mengambil tasku diatas meja.

Hampir setiap hari sepulang sekolah kami berlatih band di ruang seni. Band yang kubentuk ini terdiri dari 4 orang dan aku menjadi vokalis dan keyboardnya. Suaraku memang tidak terlalu bagus tapi setidaknya suaraku lebih bagus dibandingkan ketiga temanku. Setibanya di ruang seni aku melihat Adam dan Sandi sudah menunggu di depan ruang seni.

“Kalian lama sekali sih!!” ujar Sandi kesal.

“Maaf masbro si Joni ketiduran lagi dikelas, “ jawabku sambil tersenyum.

“Dik, aku punya info bagus nih,” ujar Adam sambil menyerahkan sebuah selebaran kepadaku.

“Kompetisi band tingkat SMA tingkat nasional?” tanyaku sambil membaca selebaran itu.

“Iya, audisi di kota kita diadakan bulan depan,” jawab Sandi antusias.

“Yakin kita mau ikut? Kita belum punya vokalis loh,” ujar Joni.

“Iya juga ya, mana mungkin kita bisa menang kalau suara vokalisnya pas pasan haha..” tawa Sandi. Joni dan Adam ikut tertawa mendengar celotehan Sandi.

Aku tersenyum mendengar komentar mereka tentang suaraku.
“Sudahlah, lagipula tujuan kita membentuk band ini hanya untuk hobby dan senang-senang saja bukan untuk kompetisi,” ujarku sambil membuka pintu ruang seni dan memulai latihan.

Setelah satu jam berlatih aku izin pamit pulang duluan. Hari ini aku harus mengajar di komunitas sekolah jalanan di taman kota. Sekolah ini didirikan oleh kakakku yang prihatin melihat banyaknya anak jalanan terlantar di kota ini.

Saat aku tiba di taman tiba tiba nafasku mendadak sesak. Badanku tiba tiba lemas dan detak jantungku perlahan mulai melemah. Aku segera mencari obat yang selalu kubawa di dalam tas.

“Sial..kenapa harus sekarang kambuhnya!!” ujarku sambil meminum beberapa pil tablet dan meminum sebotol air. Sejenak aku menyandarkan diriku ke bangku taman untuk mengumpulkan tenaga.

“Kak Dika sedang apa disini? Ayo kita kita kebawah pohon beringin. Teman teman sudah menunggu kakak,” ucap seorang gadis kecil imut berbaju lusuh.

Kulihat ia sangat bersemangat sekali untuk belajar. Melihat senyuman manis khas anak kecil yang polos membuat tenagaku pulih kembali.

“Ayo kita belajar” senyumku sambil berdiri dan menggandeng tangan gadis kecil.

Kulihat anak jalanan sudah berkumpul menunggu diriku untuk menyampaikan pelajaran hari ini. Pada pertemuan hari ini aku mengajarkan mereka menulis dan membaca buku. Anak anak yang aku kumpulkan rata rata belum bisa membaca dan menulis. Maklum mereka belum pernah mengenyam bangku pendidikan. Menurut mereka pendidikan tidaklah penting. Berusaha bertahan dari kerasnya lingkungan jalanan lebih berarti bagi mereka dibandingkan pendidikan.

Kakakku yang mengumpulkan dan menjelaskan kepada mereka tentang pentingnya pendidikan. Perlahan pemikiran mereka mulai berubah. Setiap hari jumlah anak jalanan yang mengikuti pelajaran terus bertambah. Mengajar mereka menjadi sebuah kebahagiaan tersendiri bagiku. Setidaknya mereka bisa sedikit melupakan betapa beratnya hidup mereka dijalanan.

Jarum jam menunjukkan pukul 5 sore saat aku selesai mengajar. Setelah selesai mengajar aku bergegas menuju cafe milik kakakku. Letaknya tidak jauh dari taman hanya 10 menit jika berjalan kaki.

“Assalamualaikum kak,” sapaku kepada kak Reno, kakakku yang tengah sibuk menghitung uang di meja kasir.

“Eh..waalaikumsalam baru pulang ngajar dik? Maaf ya kakak tidak bisa membantumu hari ini cafe sedang ramai pengunjung sih,” ujar kak Reno.

“Santai saja kak jika hanya mengajar aku sendiri juga bisa kok,” ujarku. Kulihat cafe kak Reno ramai oleh pengunjung seperti biasanya. Pelayan dan waiters sibuk berlalu lalang melayani pelanggan.

“Apa aku boleh membantu kakak? Menjadi kasir mungkin,” tawarku.

“kamu itu harus menjaga kesehatanmu. Kamu itu harus ingat kondisi tubuhmu itu berbeda dengan manusia normal. Sebaiknya kau mandi dan beristirahat saja di kamar kakak. Kamu ingin makan apa? Nanti biar pak Restu yang mengantarkannya ke kamar,”.

“Baik kak nanti biar aku memesan sendiri ke Pak Restu,” ujarku sambil pergi meninggalkan ruang kasir.

“Oh..iya band yang tampil malam ini keyboardisnya sedang sakit. Bisakah kau menggantikannya?” tanya kak Reno.

Aku sangat senang mendengar kabar itu. Aku memang sering bermain keyboard di cafe kak Reno ketika ada band atau anggota band yang berhalangan hadir.

“Siap kak!!” jawabku semangat.

“Ok stand by habis magrib ya,” ujar kak Reno.

Salah satu yang menjadi daya tarik cafe kak Reno adalah live music dari band dan musisi pinggiran. Terkadang teman teman kak Reno datang dan menampilkan stand up comedy. Selain itu makanan dan minuman yang disajikan koki kak Reno memang sangat enak. Malam hari ini pengunjung yang datang ramai. Beberapa pengunjung bahkan tidak mendapatkan tempat duduk dan terpaksa duduk di ruang lesehan.

Aku membawakan beberapa lagu cinta untuk menciptakan suasana romantis untuk pengunjung. Setelah jam 10 malam aku membantu kak Reno membersihkan dan menutup cafe.

“Pengunjung hari ini banyak juga ya kak,” ujarku sambil memakai helm dan menunggu kak Reno menyalakan motornya.

“Siapa dulu yang punya haha..” tawa kak Reno sambil menstarter motornya.

“Siapa dulu yang bikin konsepnya,” senyumku sambil menaiki motor kak Reno.

“Haha...iya iya kamu memang adik kakak yang paling kreatif” puji kak Reno sambil memacu motor koplingnya.
 
Last edited:
2. Perkenalan

Hari ini jam pelajaran pertama di sekolah adalah olahraga. Siswa di kelas sibuk mengganti pakaian di ruang ganti terkecuali Raisa. Ia hanya membaca buku tanpa menghiraukan kesibukan siswa lain. Hari ini kami ada ujian lari estafet. Sebelum memulai ujian aku melakukan pemanasan terlebih dahulu. Aku melihat beberapa teman sekelasku berlatih cara start dan lari sebelum ujian dimulai. Tapi hari ini aku tidak melihat Raisa yang biasanya membaca buku di pinggir lapangan saat kami berolahraga. Tiba tiba aku teringat botol air mineralku yang tertinggal di dalam kelas. Saat aku masuk kedalam ruangan kelas yang sepi aku melihat Raisa seperti tertidur diatas mejanya.

“Kok tumben dia jam segini sudah ketiduran,” gumamku dalam hati. perlahan aku mendekatinya untuk memastikan keadaannya.

“Sa, bangun sa. Masih pagi kok sudah ketiduran,” ujarku sambil sedikit menepuk pundaknya. Kulihat tidak ada reaksi sama sekali. Kembali kucoba mengguncangkan tubuhnya dengan keras.

“Sa, bangun sa. Kamu tidak apa apa kan?” tanyaku. Aku mulai panik melihat Raisa tidak merespon perkataanku. Kuperiksa denyut nadi di tangannya ternyata sangat lemah. Aku bergegas menggendong Raisa menuju ruang UKS. Saat aku mencoba menggendong tubuh kecilnya sebuah benda kecil terjatuh dari sela sela bajunya. Kulihat benda itu tampak tak asing dimataku. Aku mengambil dan menyimpan benda itu di saku bajuku.

Setibanya di UKS aku bergegas memberikan pertolongan pertama. Pengalamanku menjadi PMR saat SMP sangat membantuku saat menangani kondisi seperti ini. Setelah memberinya obat aku duduk di samping tempat tidur mengotak atik layar di HP ku sambil menunggu dia sadar. Aku melihat gambar yang mirip dengan benda kecil milik Raisa yang jatuh saat pingsan tadi saat aku browsing. Setelah 20 menit pingsan perlahan Raisa mulai sadar.
“Andika?” ujar Raisa sambil berusaha bangun dari tempat tidur.

“Eh..kamu sudah sadar? Sebaiknya kamu istirahat saja dulu,” ujarku sambil menyerahkan segelas teh manis hangat kepada Raisa.

“Sebaiknya kau minum dulu untuk memulihkan tenagamu,” usulku. Raisa meminum beberapa teguk teh manis hangat yang baru saja kupesan di kantin.

“Maaf ya dik jika aku merepotkanmu. Mungkin karena aku belum sarapan maag-ku kambuh dan membuatku pingsan” ujar Raisa. Hari ini adalah pertama kalinya aku mengobrol dengan Raisa sejak dia pindah kesini. Suaranya saat mengobrol ternyata sangat halus. Kulihat wajahnya masih pucat setelah pingsan tadi.

“Lain kali sebelum berangkat sarapan dulu” nasehatku sambil menawarkan sebungkus roti coklat. Raisa hanya tersenyum mendengar nasihatku sambil mengambil roti coklat yang kuberikan. Kulihat senyumnya manis sekali. Mungkin ini pertama kalinya aku melihatnya tersenyum.

“Bukankah hari ini ada ujian olahraga? Kenapa kamu masih disini? Aku tidak apa apa kok ditinggal sendiri. Sebaiknya kamu ke lapangan sekarang pasti masih sempat,”.

“Itu masalah gampang. Minggu depan masih ada remedial. Aku juga tidak tega meninggalkanmu sendirian,”. Kulihat wajah putih Raisa memerah setelah mendengar ucapanku. Sungguh ekspresinya imut sekali.

“Terima kasih ya sudah mau menolong dan menemaniku,” ujar Risa malu. Ekspresi wajah Raisa membuatku salah tingkah.

“Eh..oh.. iya aku mau tanya kenapa alat ini bisa menempel di tubuhmu?” tanyaku sambil mengeluarkan benda kecil dari saku bajuku. Kulihat Raisa terkejut melihatku menggenggam benda miliknya. Tangan Raisa meraba daerah sekitar dadanya. Kulihat wajahnya semakin memerah.

“Dari mana kau mendapatkan benda itu? Jangan jangan kau...” tanya Raisa sambil menutupi dadanya.

“Eh...jangan salah sangka dulu. Benda ini terjatuh dari sela sela bajumu ketika kau pingsan tadi,”.

“Yang benar? Jangan bohong kamu dik!!” bentak Raisa.

“Iya. Tidak ada untungnya aku berbohong” jawabku. Kulihat Risa mengambil nafas lega dan mengambil benda kecil itu dari tanganku.

“Benda ini sangat berharga untukku. Melalui benda ini aku bisa melihat kondisi jantungku dan memprediksi berapa sisa umurku,” ujar Raisa.

“apa maksudmu, sa? Aku tidak mengerti”.

“Aku adalah seorang penderita penyakit sangat langka yang muncul 1:1 juta kelahiran bayi. Dokter spesialis jantung menyebut penyakit ini “detak waktu”. Penyakit ini disebabkan oleh kelainan otot jantung yang mengakibatkan terbatasnya jumlah darah yang bisa dipompa oleh otot jantung” jelas Raisa. Aku hanya terdiam menyimak penjelasan Raisa soal penyakitnya.

“Otot jantung orang normal sebenarnya dapat memompa darah selama manusia tersebut masih hidup. Namun berbeda denganku. Aku bisa mati kapan saja jika ototku sudah tidak kuat memompa darah”.

“Jadi berapa sisa umurmu menurut benda itu?” tanyaku penasaran.

“Benda ini dapat mendeteksi jumlah kerusakan yang terjadi pada otot jantungku sehingga bisa memprediksi kapan jantungku berhenti berdetak hanya dengan menempelkannya pada dada orang yang diinginkan. Menurut benda ini waktu yang kumiliki di dunia hanya 4 tahun lagi” ujar Raisa. Aku terkejut melihat sisa umur yang dimiliki Raisa saat ini.

“Setiap kali jantungku berdetak jumlah kerusakan pada otot jantungku pasti bertambah. Oleh karena itu aku dilarang melakukan aktivitas yang membuat jantungku deg degan” jelas Raisa. Sekarang aku mengerti mengapa Raisa tidak pernah bersosialisasi dan masuk pelajaran olahraga. Baginnya membaca dan mendengarkan musik dapat membuat suasana hatinya tenang dan menormalkan detak jantung sehingga dapat meminimalisir kerusakan otot jantung.

“Sebenarnya aku sangat ingin mengobrol dan bermain dengan teman teman, berolahraga, dan mencoba sesuatu hal yang bisa membuatku deg degan” ujar Raisa. Aku bisa melihat gurat gurat kesedihan dari wajahnya. Tampaknya ia sangat terkekang oleh penyakitnya.

“Menurutku kamu ini orang yang bodoh!!”.

“Orang bodoh? Apa maksudmu?” tanya Raisa heran.

“Kematian adalah takdir yang akan dialami semua mahkluk hidup di dunia ini. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindari takdir ini. Apabila kau tahu waktumu di dunia ini tinggal sedikit, mengapa kau tidak memanfaatkan sisa waktu yang kau punya untuk menikmati dunia ini,” ujarku. Raisa masih menatapku dengan wajah heran.

“Jika kau ingin mengobrol dan bermain dengan teman bersosialisasilah. Jika kau ingin menambah amalmu berbuat baiklah. Jika kau ingin mencoba sesuatu cobalah. Sisa waktu yang kau miliki terlalu berharga jika hanya kau gunakan untuk menunggu waktu kematianmu,” sambungku.

Kulihat mata Raisa berkaca kaca setelah mendengar pendapatku. Perlahan bibirnya memberikan senuman padaku.

“Kau adalah orang pertama yang bisa berkata seperti ini setelah mengetahui penyakitku. Biasanya orang hanya akan mengasihaniku setelah mengetahui penyakitku. Kau itu orang yang unik ya,”.

“Haha.. kamu itu ada ada saja,” tawaku. Sejenak kami tertawa bersama.

“Kudengar ada taman bermain yang baru saja buka di pusat kota. Sebagai ganti kau telah membuatku remedial olahraga hari ini, apakah kau mau melihat lihat taman bermain itu bersamaku hari minggu nanti?” tanyaku. Raisa kembali tersenyum padaku. Kulihat wajahnya sangat sumringah setelah mendengar ajakanku.

“Ya. Aku mau menemanimu pergi kesana. Aku akan memberitahu kedua orangtuaku apa yang sebenarnya kuinginkan. Terima kasih Andika,” senyum Raisa.
 
3. Apakah ini Cinta

Sejak kejadian hari itu kulihat Raisa mengalami perubahan drastis. Ia mulai akrab dengan beberapa teman sekelas. Sifatnya yang ternyata cerewet, periang dan banyak tahu membuatnya cepat akrab dengan orang lain. Menurutku ia terlihat lebih “hidup” dibandingkan 2 bulan yang lalu. Hari ini aku akan menjemputnya untuk pergi ke taman bermain.

Aku telah meminjam motor kak Reno untuk menjemputnya. Ini adalah pertama kalinya aku jalan jalan berdua dengan seorang perempuan. Jujur saja aku agak gugup. Raisa sudah mengirimkan lokasi rumahnya melalui line. Setelah sedikit berdandan aku bergegas mengeluarkan motor dari garasi.

“Weh...tumben ganteng banget. Mau kemana sih? Tanya Kak Reno yang sedang ngopi di teras rumah.

“Baru sadar ya punya adik ganteng,” candaku sambil menstarter motor.

“Pasti mau jalan sama gebetan ya? Haha..” tebak kak Reno. Tebakan Kak Reno membuat wajahku memerah menahan malu.

“Apa sih kak...Cuma teman kok lagipula aku juga belum pernah pacaran,”.

“Teman rasa pacar ya...hahaha”.

“Sudah ah...aku pergi dulu ya. Kelamaan disini bisa bisa dibully”. Aku memacu motor keluar rumah. Aku menghentikan motorku di depan gerbang perumahan elit. Kulihat alamat yang dikirim oleh Raisa.

“Nama perumahan dan alamatnya sama. Ternyata ia anak orang kaya!!” gumamku dalam hati. Aku kembali mengarahkan motorku masuk kedalam perumahan. Aku menghentikan motorku di depan sebuah rumah mewah. Aku kembali menggeser layar HP untuk memastikan alamatnya. Setelah aku melihat nomor rumah dan jalannya sesuai dengan alamat yang dikirimkan Raisa. Aku mencari kontak dan menelpon Raisa.

“Assalamualaikum, Sa aku sudah di depan rumah nih,” ujarku.

“waalaikumsalam oh iya tunggu sebentar ya, ka. Sebentar lagi aku keluar”. Setelah menunggu 10 menit gerbang besar yang menutupi rumah mewah ini perlahan terbuka. Seorang gadis cantik berkerudung keluar dari gerbang.

“maaf ya menunggu lama. Ayo kita berangkat” Raisa semangat. Aku terpesona melihat penampilan Raisa hari ini. Pakaian yang ia pakai memang terlihat sederhana hanya kerudung panjang, kaos polos lengan panjang dan rok panjang semata kaki yang semuanya berwarna putih. Wajahnya yang putih hanya dipolesi sedikit bedak tanpa make up berlebihan membuatnya terlihat lebih cantik. Aroma minyak wangi yang dipakainya membuat jantungku berdegub cepat.

“Dik, kok malah ngelamun? Ayo kita pergi nanti keburu siang,” ucapan Raisa menyadarkanku dari lamunanku.

“Oh...maaf, sa. Kamu cantik banget hari ini” pujiku. Kulihat wajah Raisa mendadak merah setelah mendengar pujianku. Ia memalingkan wajahnya berusaha menyembunyikan rasa malunya.

Aku tertawa kecil melihat Raisa yang salah tingkah setelah mendengar pujianku.

“Dasar gombal..ayo kita berangkat” ujar Raisa.

Aku bergegas menghidupkan motorku dan pergi menuju taman bermain. Setibanya kami disana sudah banyak orang yang mengantri tiket masuk. Taman bermain ini adalah tempat hiburan terbesar di kota ini jadi wajar saja saat weekend selalu ramai oleh pengunjung. Setelah mendapatkan tiket kami bergegas masuk ke dalam taman.

“Wah...luas banget ya...kira kira mau naik yang mana dulu ya?” ujar Raisa. Aku tersenyum melihat Raisa sangat antusias mencoba satu per satu wahana yang ada disini. Beberapa kali ia menarik tanganku untuk menaiki wahana yang ia sukai. Ia bahkan menaiki wahana roller coaster sampai 3 kali.

Padahal wahana itu mempunyai ketinggian sampai 100 meter. Aku belum pernah melihat Raisa sebahagia ini. Ia selalu tertawa dan berteriak setiap menaiki wahana. Jarum jam menunjukkan pukul 13:00 saat kami beristirahat sejenak untuk shalat dan makan. Setelah selesai shalat aku merasa rasa sakit di dadaku mulai kambuh. Mungkin karena aku kelelahan setelah berkeliling taman bermain ini seharian.

Tanpa sepengetahuan Raisa aku bergegas menuju toilet dan meminum obat yang kubawa. Aku menatap wajahku yang pucat di cermin westafel.

“Aku mohon berikan aku sedikit waktu lagi untuk membuatnya bahagia” gumamku pada diriku sendiri. Tiba tiba HP ku berbunyi tanda sebuah pesan masuk.

“Dik, kamu dimana? Aku sudah ada di kantin nih”

“Ok tunggu ya. Aku segera kesana” ketikku di layar HP.

Sesampainya di kantin aku mengintari kantin dengan pandanganku. Kulihat soeorang gadis cantik berjilbab putih melambaikan tangannya kearahku. Aku berjalan kearah meja yang ditempati gadis itu.

“Dari mana sih? Pergi kok tidak bilang” tanya Raisa.

“Hehe.. maaf ke toilet sebentar. Kamu sudah pesan?” senyumku.

“Pesan? Aku sudah menyiapkan bekal dari rumah” ujar Raisa sambil mengambil sebuah bungkusan dari dalam tasnya.

“Aku membuat nasi goreng tadi pagi untuk sarapan. Tapi karena masih tersisa banyak aku bawa saja untuk makan siang”. Raisa memberikanku sebuah tempat makan yang berisi nasi goreng.

“Wah..nasi goreng adalah makanan favoritku” aku memasukkan sesendok nasi goreng ke dalam mulut.

“Ini beneran kamu yang buat kan? Kok enak banget” tanyaku penasaran.

“Beneran enak? Wah.. terima kasih ya. Kalo kamu mau tahu memasak adalah hobiku” jawab Raisa.

“Kamu itu ya...sudah cantik, pintar, rajin, bisa masak lagi benar benar calon istri idaman” godaku.

Pipi Raisa kembali memerah setelah mendengar gobalanku.

“Mulai kambuh lagi...sudah ah...ayo cepat habiskan makanannya. Masih banyak wahana yang ingin kucoba” senyum Risa.

“Kok tumben kamu memakai jilbab, sa?” tanyaku sambil mengunyah nasi goreng.

“Aku teringat dengan kata katamu, dik. Aku sadar ketika aku mati hanya amal yang kubawa. Aku tidak mau benyak membawa amal buruk. Jadi langkah pertamaku adalah menutup auratku” jawab Raisa.

Aku tersenyum mendengar alasan Raisa berjilbab. Sejenak aku menatap wajahnya yang putih nampak cantik dengan jilbab putih panjangnya.

“Apakah orang tuamu keberatan kau mengambil jalan hidup seperti ini? Bukankah hidup seperti ini akan mendekatkanmu dengan kematian” tanyaku.

“Orang tuaku sudah pasrah dengan jalan yang kuambil. Mereka sudah mengikhlaskanku. Toh jalan manapun yang kuambil tidak bisa merubah takdir kematianku” ujar Raisa sambil mengunyah nasi goreng.

Setelah istirahat kami kembali menjelajahi berbagai wahan di taman bermain. Entah kenapa jantungku mulai berdegub lebih cepat saat aku berada didekatnya. Pikiranku selalu kosong saat aku menatap wajahnya. Hatiku selalu bergetar saat tangannya menggenggam tanganku. Apakah ini yang namanya cinta?.

Jarum jam menunjukkan pukul 19:30 saat aku sampai di depan rumah Raisa. Raisa turun dari motorku dan tersenyum padaku.

“Terima kasih ya untuk hari ini. Aku beruntung bisa bertemu denganmu” senyum Raisa.

“Haha..kamu ini bisa saja. Sudah istirahat sana besok kita harus bersekolah” tawaku.

“Oh..iya aku lupa haha...kalau begitu aku masuk dulu ya” tawa Raisa sambil membuka pintu pagar. Aku memantapkan hatiku untuk mengutarakan perasaanku padanya.

“Sa, tunggu ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu”

“Ada apa, dik?” tanya Raisa penasaran. Aku mengambil nafas dalam dalam.

“Aku suka sama kamu. Apakah kamu mau jadi pacarku?” tanyaku. Sejenak kami berdua terdiam. Kulihat wajah Raisa memerah mendengar pernyataan cintaku.

“Kamu itu orangnya to the point banget ya. Tidak ada romantis romantisnya” senyum Raisa. Jantungku berdegub kencang menunggu keputusan dari Raisa.

“Maaf aku belum bisa menjawab sekarang. Tapi aku senang kita bisa sedekat ini” jawab Raisa.

Aku hanya bisa terdiam mendengar jawaban Raisa. Mungkin karena aku mendadak menyatakan perasaanku ia terkejut dan belum siap. Sejenak suasana menjadi hening.

“Baiklah aku akan selalu menunggu jawabanmu. Aku pulang dulu ya sudah malam” ujarku sambil menyalakan motorku.

“Hati hati ya” Raisa melambaikan tangannya. Walaupun ia belum menerimaku kulihat wajahnya tersenyum bahagia. Matanya berkaca kaca setelah aku menyatakan perasaanku. Aku membalas lambaian tangan Raisa dan memacu motorku meninggalkan Raisa.
 
4. Pengalaman Pertama

Keesokan harinya kelasku tiba tiba heboh melihat perubahan penampilan yang dilakukan Raisa. Biasanya ia hanya memakai baju hem putih lengan panjang dan rok abu abu panjang tanpa make up hari ini ia memakai jilbab dan sedikit make up di wajahnya. Seluruh siswa laki laki terpana melihat kecantikan Raisa. Sementara siswa perempuan langsung mengerubungi Raisa.

“Gila.. Raisa cantik banget ya hari ini” puji Joni.

“Iya dia cocok memakai jilbab. Dandanannya juga tidak berlebihan” ujarku.

“Kata ibuku kalo misalnya wanita jarang memakai make up tiba tiba memakai make up tandanya suasana hatinya sedang bahagia atau jatuh cinta. Kira kira siapa yang membuat Raisa jatuh cinta ya?” Joni penasaran. Perlahan Joni melirikkan matanya padaku sambil tersenyum.

“Apa sih? Mana aku tahu dia jatuh cinta dengan siapa” tukasku.

“Belakangan ini kamu dan Raisa sangat dekat. Coba lihat dia sedang memperhatikanmu” goda Joni. Aku melirikkan mataku kearah Raisa. Tiba tiba tatapan kami saling beradu. Raisa langsung mengalihkan pandangannya dengan wajah memerah.

“Cie cie... yang lagi falling in love haha...” tawa Joni.

“Apa sih.. sudah aku mau lihat PR sejarahmu. Aku lupa mengerjakannya tadi malam” ujarku sambil mengambil buku sejarah Joni.

“haha..sok ngeles lagi makannya jangan mikirin Raisa terus jadi lupa deh kalo ada PR” ejek Joni. Aku hanya menggelengkan kepalaku mendengar ejekan dari sahabatku ini. Waktu menunjukkan pukul 14:00 saat bel pulang sekolah berbunyi. Aku bergegas memasukkan buku dan alat tulis yang tersisa diatas meja. Biasanya sepulang sekolah aku bermain musik di ruang musik bersama sahabatku. Kebetulan kami sudah membentuk sebuah band kecil dan aku yang menjadi keyboardis serta vokalisnya. Meskipun suaraku pas-pasan, setidaknya tidak separah suara sahabatku yang lain.

“Dik, sehabis pulang sekolah mau latihan band ya?” tanya Raisa yang menghampiri mejaku.

“Iya sama si Joni juga” jawabku.

“Aku boleh ikut kalian latihan tidak?” pinta Raisa. Aku terkejut mendengar perkataan Raisa.

“Memang kamu bisa main musik?” tanya Joni.

“Kalau sedang kesepian di rumah aku sering bernyanyi dan bermain gitar di kamar. Aku juga suka membuat lagu saat waktu luang” jawab Raisa.Aku terkejut mendengar pengakuan Raisa.

“Wah...kalau begitu kamu bergabung saja dengan kami. Kebetulan vokalis kami suaranya pas pasan haha..” tawa Joni. Aku hanya tersenyu kecut mendengar ejekan Joni. Setibanya kami di ruang seni Adam Sandi telah menunggu kami.

“kebiasaan telat mulu nih” kesal Sandi.

“Maaf bro. Aku bawa vokalis baru nih buat band kita” ujar Joni. Adam dan Sandi terdiam ketika melihat Raisa. Sandi menarik tanganku dan Joni membawa kami ke sudut ruangan.

“Wah...parah kau bro. Punya temen cantik kok tidak bilang bilang” bisik Adam.

“bener bener memang kalian berdua menyembunyikan informasi sepenting ini ke kita berdua. Dia udah punya pacar belum?” tanya Sandi. Aku dan Joni hanya tersenyum cengengesan mendengar ucapan Sandi dan Adam.

“lagi ngapain sih kok bisik bisik? Perkenalkan namaku Raisa teman sekelas Andika dan Joni. Aku masih jomblo kok” senyum Raisa. Sandi dan Adam hanya tersenyum malu ternyata Raisa mendengar pembicaraan mereka.

“Oh..nggak kok. Selamat bergabung ya Raisa” ujar Adam sambil menahan malu. Aku dan Joni tertawa melihat cara bicara Adam yang gugup.

“Sudah sudah... ayo kita latihan. Raisa kamu bagian vokalis ya biar melodi dan bass dipegang olehku dan Joni” ujar Sandi. Kami bergegas bersiap untuk latihan. Aku terkejut mendengar suara Raisa yang merdu saat bernyanyi. Intonasi dan pengaturan nafasnya sangat baik.

“Suaramu bagus sekali, sa. kalau begini kita harus ikut kejuaraan antar nasional SMA itu” ujar Adam.

“Aku setuju. Kita pasti bisa menang karena vokalis kita keren banget” Joni mengepalkan tangannya. Raisa tersenyum malu melihat teman temanku memujinya. Aku melihat jam tanganku sudah jam 14:50.

“Gawat aku izin dulu ya bro. Aku bisa terlambat mengajar anak anak nih” ujarku.

“Oh.. ok ok bro hati hati” Sandi mengancungkan jempolnya.

“Kamu mau mengajar anak jalanan,dik? Aku boleh ikut?’ tanya Raisa. Aku menganggukkan kepalaku.

“Cie...ngajar yang bener ya jangan pacaran” ejek Joni disambut tawa dari Sandi dan Adam. Aku hanya menggelengkan tersenyum kepalaku dan berjalan keluar ruang seni.

“Kenapa kamu mau ikut? Bukankah lebih baik berlatih dengan mereka? deadlinenya minggu depan loh” tanyaku sambil berjalan menuju taman kota.

“Aku sudah pernah bilang aku ingin beramal sebanyak yang kubisa sebelum aku mati” jawab Raisa tersenyum.

“Kamu pasti kewalahan mengajar anak anak jalanan bukan?” ujar Raisa. Setibanya kami disana anak anak jalanan ternyata sudah berkumpul.

“Adik adik hari ini kita kedatangan teman baru yang akan membantu kalian untuk belajar” aku memperkenalkan Raisa kepada Anak jalanan.

“Halo adik adik nama kakak Raisa. Mulai hari ini kakak akan membantu kak Andika untuk mengajar kalian” sapa Raisa. Mendadak kelas menjadi ribut setelah Raisa memperkenalkan diri.

“Kakak 'kok cantik banget sih aku mau deh cantik seperti kakak” ujar seorang anak perempuan di baris depan. Raisa hanya tersenyum melihat antusiasme anak anak jalanan.

“Kakak pacarnya kak Andika ya? Celoteh seorang anak laki laki di baris belakang. Kulihat wajah Raisa memerah mendengar pertanyaan dari anak itu.

“Cie cie...” Anak jalanan meneriaki aku dan Raisa yang salah tingkah.

“Sudah sudah.. ayo kita belajar lagi kok malah ribut sih” ujarku berusaha menenangkan. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 17:20 ketika kami selesai mengajar. Matahari mulai tenggelam di ufuk barat berganti tugas dengan sang bulan. Lampu taman yang cantik sudah dinyalakan.

“Sa, hari sudah malam sebaiknya kau singgah dulu di cafe kakakku nanti aku yang akan mengantarmu pulang” saranku. Raisa menganggukkan kepalanya dan mengikutiku dari belakang. Kulihat cafe kak Reno ramai seperti biasanya saat aku tiba.

“Kakakmu yang punya cafe ini? Bukankah ini cafe yang paling terkenal di kota ini?” tanya Raisa kaget. Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalaku. Aku menghampiri kak Reno yang sedang bermain laptop di samping meja kasir.

“Yang lain pada kerja ini malah enak enakan main laptop” tegurku.

“Eh ... kamu baru pulang? Dia siapa?” tanya kak Reno.
“Kenalkan kak, dia Raisa teman sekelasku. Kami baru saja selesai mengajar anak jalanan” kenalku pada kak Reno. Raisa tersenyum menatap kak Reno.

“Oh.. jadi ini yang namanya Raisa, gebetanmu cantik juga ya kakak “tikung” boleh ya” bisik kak Reno. Aku menjitak kepala kakakku sambil berjalan kedalam cafe. Raisa hanya tersenyum melihat kelakuan kakak beradik ini.
 
5. Sebuah Perpisahan

Setelah 2 minggu berlatih akhirnya hari yang kami nantikan datang juga. Hari ini kami akan audisi band tingkat nasional wilayah Jawa Barat. Aku menatap kalender yang terpampang di ruang tamu. Aku baru ingat hari ini ada sesuatu yang lebih penting daripada audisi. Aku bergegas mengirimkan SMS kepada Joni, Sandi, dan Adam.

“Apa kau yakin akan pergi hari ini?” tanya Kak Reno yang tiba tiba muncul.

“Aku harus pergi kak. Kami sudah berlatih dengan keras. Kami juga sering manggung di cafe kakak untuk menguatkan mental kami” jawabku.

“Apa kamu yakin bisa bertahan?” ragu kakakku.

“Setidaknya aku bisa bertahan sampai lolos audisi” ujarku. Kak Reno memelukku dengan erat seakan tidak ingin melepaskanmu. Pundakku perlahan basah oleh air matanya.

“Kakak sayang sama kamu. Kakak ingin kamu bahagia. Maaf jika kakak belum bisa membuatmu bahagia” tangis kak Reno. Perlahan aku melepaskan diri dari pelukan kakakku.

“Kak aku adalah adik yang paling bahagia di dunia karena aku mempunyai kakak yang baik dan perhatian” aku tersenyum dan mengusap air mata kakakku.

“Aduh...ayo sebaiknya kita berangkat ke tempat audisi teman temanmu pasti sudah menunggu” ujar Kak Reno. Sesampainya di tempat audisi aku melihat Joni, Sandi dan Adam sudah berkumpul di pintu masuk.

“beneran hari ini bro?” tanya Joni. Aku hanya membalas dengan anggukkan kepala.tiba tiba mereka bertiga memelukku dengan erat. Mata mereka berkaca kaca saat memelukku. Aku hanya bisa terdiam sambil membalas pelukan mereka. Raisa datang terlambat berlari menghampiri kami yang tengah berpelukan.

“Eh...ada apa ini? Kok kalian pada nangis?” tanya Raisa penasaran.
“Oh..nggak kami Cuma nerveous takut tidak lolos audisi” ujar Adam berbohong.

“Sudahlah ayo kita masuk kita sudah terlambat” ajakku. Ruang tunggu audisi sudah dipenuhi oleh peserta audisi. Kami mendapat antrian no 25. Aku melihat raut wajah Raisa sangat tegang. Perlahan aku menggenggam tangan kanannya erat.

“Rileks saja. kalau kamu tegang jantungmu akan berdegub lebih cepat. Kamu akan mengurangi umurmu dengan sia sia” senyumku. Raisa tersenyum manis kepadaku.

“Setelah audisi aku ingin berbicara denganmu” bisik Raisa sambil menyandarkan kepalanya di bahuku. Tidak lama kemudian nomor kami dipanggil untuk bersiap ke ruang audisi. Kami akan memainkan lagu dari Andra and the backbone “Sempurna”. Lagu ini adalah pilihan Raisa setelah berdiskusi terlebih dahulu dengan kami. Kami melangkahkan kaki kami dengan mantap ke panggung audisi. Kulihat ada 5 juri yang berasal dari ban band ternama negeri ini.

“Kalian afterlife akan memainkan lagu apa?” tanya seorang juri.

“Kami akan memainkan sebuah lagu dari Andra and the backbone “Sempurna” ” jawab Raisa. Kami bergegas menuju posisi kami masing masing. Aku mulai menekan tuts keyboard untuk memulai intro lagu. Aku berusaha fokus mengikuti partitur lagu yang sudah kupelajari. Saat di pertengahan lagu tiba tiba aku merasakan nyeri di dada kiriku. Badanku tiba tiba lemas. Tetapi aku terus berusaha bertahan sampai akhir lagu.

“Sial..aku mohon bertahanlah sedikit lagi” gumamku dalam hati. Beberapa kali aku melakukan kesalahan karena kurang konsentrasi. Akhirnya aku berhasil bertahan sampai akhir lagu. Kulihat 3 juri melakukan standing aplause kepada kami. Menurut juri kemampuan vokal Raisa yang diatas rata rata membuat kami lolos audisi. Setelah keluar dari ruang audisi aku meminta izin untuk pergi ke toilet. Kulihat mata ketiga sahabatku berkaca kaca menatapku pergi sementara Raisa tengah menelpon orang tuanya. Aku melangkahkan kakiku ke lantai paling atas gedung audisi. Aku memasang headset dan menulis sebuah surat ketika sampai di lantai teratas. Aku menyandarkan diriku pada pagar pembatas bangunan. Rasa sakit di dadaku semakin lama semakin menjadi. Detak jantungku perlahan mulai melemah. Aku terus berusaha menulis surat ini dengan sisa tenagaku. Semilir angin menemaniku menulis surat untuk seseorang yang spesial dihatiku. Setelah selesai menulis aku meihat pemandangan dari atas gedung yang sangat cantik sambil menikmati lagu yang tengah diputar dari headset. Beberapa kali aku memejamkan mataku menahan sakit yang luar biasa ini. Tiba tiba seseorang datang menghampiriku ke lantai atas. Seorang gadis berkerudung merah jambu berlari kearahku sambil menenteng sebuah HP. Gadis itu menunjukkan layar HP yang dipegangnya kearahku.

“Sahabatku aku ingin memberi tahu hal penting kepada kalian. Hari ini adalah hari terakhir jantungku akan berdetak. Penyakit detak waktuku sudah mencapai batasnya. Aku minta maaf apabila aku ada salah. Setelah audisi selesai tolong biarkan aku sendiri. Aku tidak akan pernah melupakan kalian” itu adalah kata perpisahan yang aku kirimkan kepada sahabatku tadi pagi. Ternyata Raisa mengambil HP Joni karena ia tidak memberitahukan keberadaanku.
Raisa mencabut alat yang ada di dadanya dan menempelkannya kearah dadaku.

“10 menit lagi? Andika sungguh kau membuatku marah. Mengapa kau tidak memberitahuku kalau kau mempunyai penyakit yang sama” tangis Raisa. Perlahan aku mengusap air mata yang membasahi pipi mulusnya.

“Maafkan aku. Aku tidak ingin membuatmu bersedih. Aku tahu apa yang kau rasakan selama ini. Oleh karena itu aku ingin memberikan waktuku untuk sebuah kebahagiaan yang mungkin belum pernah kau rasakan” senyumku.

“Aku mohon bertahanlah. Kau sudah membuatku merasakan indahnya jatuh cinta. Aku mencintaimu, dik. Aku sayang padamu. Kaulah yang membuat diriku menjadi lebih hidup” Raisa memelukku dengan erat seakan tak ingin melepaskanku. Jika aku bisa berbicara dengan tuhan aku ingin memohon diberikan kesempatan untuk menjagamu dan memelukmu sampai ajal menjemput kita berdua. Air mata Raisa jatuh membasahi baju kemejaku. Badanku terguncang oleh isak tangisnya.

“Maaf aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Tetaplah menjadi Raisa yang kukenal. Raisa yang periang, semangat dan baik kepada orang lain. Manfaatkan waktumu yang tersisa sebaik mungkin. Aku selalu mencintaimu” gumamku. Setelah aku mengucapkan 2 kalimat syahadat perlahan pandanganku menjadi gelap. Seluruh badanku terasa sakit. Sebelum aku memejamkan mataku aku sempat mendengar sepotong lagu yang diputar oleh HP ku.

“bila habis sudah waktu ini tak lagi berpijak pada dunia telah aku habiskan sisa hidupku hanya untukmu”.
Surat cinta untuk starla, dipopulerkan oleh Virgoun.
 
Last edited:
SURAT CINTA UNTUK RAISA

1. Sebuah Kisah Masa Lalu

Rintik hujan mulai turun membasahi jendala kamar rumah sakir tempatku dirawat. Mataku menerawang keluar jendela melihat seorang pengemis yang berusaha memayungi anaknya dengan selembar kardus. Sang ibu terus berusaha memayungi anaknya tanpa memperdulikan dirinya yang kehujanan. Mereka menyusuri jalan dan berteduh di halte depan rumah sakit. Tiba-tiba aku teringat kejadian 5 tahun yang lalu saat aku divonis menderita penyakit yang membuatku terkekang.

“Bu, aku berangkat sekolah dulu ya” ujarku sambil mencium telapak tangannya.

“Semangat ya belajarnya ini hari pertama kamu belajar di SMP. Jangan sampai terlambat”. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan berjalan cepat keluar rumah. Hari ini ada upacara penerimaan siswa baru jadi aku tidak boleh terlambat. Jarum jam menunjukkan pukul 06:50 saat aku tiba di sekolah. Beberapa siswa baru yang sudah datang berbaris di lapangan upacara. Kulihat beberapa siswa baru tampak bersemangat seakan tidak sabar untuk belajar di sekolah barunya. Aku bergegas menyimpan tasku di belakang barisan dan berdiri di barisan belakang. Sinar matahari pagi mulai membuat beberapa siswa berkeringat. Saat kepala sekolah ingin menyampaikan amanat, tiba-tiba kepalaku menjadi pusing. Mataku berkunang-kunang dan dadaku terasa sakit sekali. Kakiku tidak bisa menopang tubuhku yang lemas. Pandanganku kabur perlahan semuanya menjadi gelap.

“Raisa...ayo bangun Raisa... sadarlah” suara serak itu membangunkanku dari mimpi panjangku. Perlahan aku membuka kelopak mataku sambil memandang ruangan yang terasa asing bagiku. Dadaku masih terasa sesak membuatku sedikit kasulitan bernafas. Aku melihat seorang perempuan tengah menangis disampingku. Ia tampak terkejut melihatku yang baru terbangun.

“Bu, kita ada dimana?” tanyaku lirih.

“Kamu di rumah sakit sayang. Kamu pingsan saat upacara penerimaan dan kamu sudah koma 2 hari”. Aku terkejut mendengar jawaban ibuku. Perlahan kugenggam tangan keriput yang ada diatas perutku.

“Bu, Raisa sakit apa? Kok sampai koma” tanyaku penasaran.
Ibuku mengelus kepalaku dengan lembut dan mendekap kepalaku. Air matanya jatuh membasahi rambutku.

“Nak, kamu yang sabar ya. Kamu divonis terkena penyakit detak waktu. Jika dilihat dari kerusakan otot jantungmu dokter memperkirakan umurmu tinggal 7 tahun lagi” lirih ibuku. Aku seperti tersambar petir mendengar jawaban dari ibuku. Pelan-pelan aku berusaha melepaskan diri dari dekapan ibuku. Kutatap matanya yang masih berkaca-kaca. Aku berusaha menguasai diriku dari shock yang datang tiba-tiba. Ibuku berusaha menjelaskan keadaan jantungku yang didiagnosis menderita kelainan pada otot jantung. Aku berusaha menahan air mataku selama mendengar penjelasan ibuku.

“Intinya jantungmu tidak boleh bekerja terlalu keras. Semakin cepat jantungmu memompa darah maka kerusakannya akan semakin parah dan sisa umurmu akan lebih pendek dari prediksi dokter” jelas ibuku. Aku tak kuasa menahan air mataku setelah mendengar penjelasan ibuku. Ia kembali mendekap tubuhku sambil berusaha menenangkan perasaanku yang bercampur aduk.

“Kamu tenang saja, Sa. Ibu berjanji akan selalu ada disampingmu. Ibu akan selalu menjagamu” ujar Ibuku memelukku erat. Semenjak itu aku tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa seizin dan pengawasan ibuku. Aku keluar dari sekolah dan terpaksa home schollling. Hidupku seperti seekor burung di dalam sangkar.
Hujan turun semakin deras membasahi pohon palem yang ditanam di pinggir jalan raya. Udara dingin mulai masuk kedalam ruanganku. Aku meneguk secangkir teh manis hangat yang diberikan ibuku saat ia datang menjenguk tadi siang. Mataku kembali menyapu pandangan keluar mengusir kebosananku yang termenung sendiri diatas ranjang. Aku melihat dua anak SMA tengah berjalan menembus hujan hanya dengan sebuah payung kecil. Mereka asyik bersenda gurau di bawah payung tanpa memperdulikan salah satu lengan mereka yang basah terkena hujan. Mereka tampak menikmati masa-masa indahnya berpacaran. Aku juga pernah merasakan indahnya jatuh cinta. Cinta pertama dan terakhir yang bisa melepaskanku dari segala aturan yang mengurungku selama ini.

“Bu, aku bosan di rumah terus. Aku ingin bermain dan belajar di sekolah umum seperti anak normal lainnya” rengekku.

“Raisa, kamu tahu sendiri bagaimana kodisi tubuhmu. Kamu mau bolak balik masuk rumah sakit lagi” ibuku membaca majalah yang baru saja dibelinya. Aku hanya bisa terdiam mendengar jawaban ibuku.

“Setiap hari kamu juga home schooling. Kamu itu tidak cocok bersekolah seperti anak normal lainnya. Kodisi kesehatanmu juga belum stabil” sambung ibuku.

“Ayo dong mah...Raisa bosan belajar dirumah. Jika kondisi badan Raisa sudah baik apakah ibu mengizinkan Raisa sekolah di SMA biasa? Raisa janji akan menuruti semua peraturan ibu dan menjaga diri dengan baik. Boleh ya bu?”.

“Hah...iya iya. Nanti ibu tanyakan dulu ke dokter. Jika dokter tidak mengizinkan, kamu harus home schooling lagi ya” ujar ibuku. Sejak saat itu aku sangat menjaga pola makanku. Aku menghindari segala aktivitas yang bisa membuatku deg-degan. Akhirnya dokter mengizinkanku untuk kembali bersekolah dengan beberapa aturan yang tidak boleh dilanggar.
 
2. First Love

Saat bersekolah aku dilarang berbicara terlalu banyak, berolahraga, bermain, dan bercanda seperti siswa lainnya. Aku bahkan dilarang mengerjakan piket seperti teman-temanku yang lain. Kepala sekolah selalu memantau perkembanganku di sekolah seperti permintaan ibuku. Walaupun masih terkekang, aku lebih menikmati hidupku seperti ini. Bagiku melihat teman teman kelas mengobrol dan tertawa sudah membuat hatiku puas walaupun aku seperti “hantu” di kelas ini. Ada tetapi tidak dianggap. Sampai akhirnya aku bertemu dengan seseorang yang bisa merubah pandanganku tentang arti kehidupan dan membebaskanku dari beban yang merantaiku selama ini. Namanya Andika Setiawan. Dia adalah siswa teraktif di kelasku. Teraktif disini bukan dia suka menjawab pertanyaan guru atau aktif berorganisasi. Dia adalah orang yang sering membuat seisi kelas tertawa karena ucapan dan tingkah lakunya. Pada hari itu ia menemukanku tergelatak pingsan diatas meja. Ia membawaku ke UKS dan menjagaku selama aku pingsan. Ketika tersadar aku terkejut melihatnya duduk disamping tempat tidur. Ia rela tidak ikut ujian olahraga demi menolongku. Katanya ia tidak tega melihatku tergeletak sendirian di ruang UKS. Pertama kalinya ada seorang lelaki selain ayahku yang perhatian padaku. Aku menceritakan semua masalah yang kualami selama ini mulai dari penyakitku sampai peraturan yang mengekang kebebasanku. Setelah mendengar semua keluh kesahku ia hanya berkata.

“Menurutku kamu adalah orang yang bodoh”. Dia adalah orang pertama yang menyebutku bodoh. Aku mencoba beragumen dengannya tentang alasanku menjalani hidup seperti ini. Tetapi yang ia katakan membuatku sadar.

“Kematian adalah takdir yang akan dialami semua mahkluk hidup di dunia ini. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindari takdir ini. Apabila kau tahu waktumu di dunia ini tinggal sedikit, mengapa kau tidak memanfaatkan sisa waktu yang kau punya untuk menikmati dunia ini” jawabnya. Aku terkejut mendengar jawabannya. Rantai yang selama ini mengikatku seakan terlepas olehnya. Air mataku seakan mau menetes bahagia karena terlepas dari rantai. Andika kemudian mengajakku jalan-jalan di taman bermain saat akhir pekan. Tanpa berpikir panjang aku langsung menganggukkan kepalaku. Sepulang sekolah aku memberanikan diriku berbicara kepada kedua orang tua dan dokter pribadiku tentang keinginanku menikmati hidup. Setelah berdebat panjang akhirnya dengan berat hati mereka mengizinkanku. Setelah aku berbicara dengan Dika akhirnya aku bisa hidup dengan normal. Aku tidak lagi memikirkan berapa sisa umurku dan kondisi jantungku. Aku seperti burung yang baru keluar dari sangkar. Hari ini dia berjanji mengajakku jalan jalan ke taman bermain. Ini adalah pertama kalinya aku pergi berdua dengan seorang laki laki selain ayahku. Dia bilang akan menjemputku jam 9. Sejak jam 7 setelah aku selesai membuat sarapan, aku bingung memilih baju yang akan kupakai. Aku sudah mengeluarkan semua koleksi bajuku tetapi tidak ada yang cocok. Ibu terkejut saat masuk dan melihat kamarku yang berantakan.

“Raisa, kamu sedang apa? Kok bajunya berserakan seperti ini?”. Aku bercerita kalau hari ini aku ingin pergi ke taman bermain bersama Andika.

“Oh... jadi anak ibu mau jalan sama pacar ya” goda ibuku. Wajahku memerah setelah mendengar ucapan ibuku.

“Apa sih bu. Kita hanya berteman kok. Dia teman yang pernah aku ceritakan kemarin itu bu. Dia yang bisa membuat Raisa berubah” ujarku. Ibu hanya tersenyum mendengar perkataanku. Ia kemudian mengajakku pergi ke kamar dan menyerahkan sebuah setelan baju kaos polos dan rok panjang putih.

“Coba kamu pakai ini. Baju ini adalah baju yang ibu pakai saat kencan pertama dengan ayahmu”. Ibu tersenyum dan menyerahkan sebuah kerudung putih padaku.

“Sebaiknya sekarang kamu coba belajar menutup aurat. Kamu ingin berubah menjadi lebih baik bukan” saran ibuku. Aku memakai setelan yang disarankan oleh ibuku. Aku berkaca diriku sangat cocok memakai setelan dan kerudung yang diberikan ibuku.

“Kamu cantik sekali,Sa. Mirip waktu ibu masih muda”. Aku hanya tersenyum mendengar pujian ibuku. Tiba-tiba Hpku bergetar tanda ada yang menelpon. Ternyata Andika sudah menunggu di depan gerbang.

“Aduh ... gimana nih bu ... aku belum sempat dandan lagi” ujarku panik.
“Kamu itu cantik, Sa. Tidak perlu dandan berlebihan cukup bedakan saja kamu sudah mempesona”. Ibuku mengambil bedak miliknya dan mengoleskannya di wajahku. Ia juga menyemprotkan parfumnya kearah bajuku.
“Sudah cepat temui dia. Jangan biarkan ia lama menungggu. Ibu sudah menyiapkan nasi goreng buatanmu untuk dimakan disana. Semangat ya jangan terlalu tegang” ujar ibuku. Aku pamit mencium tangan ibuku dan bergegas menuju pintu gerbang rumah. Ketika kusapa dirinya ia hanya terdiam melihatku tanpa membalas salamku. Aku mencoba menyapa kedua kalinya akhirnya ia membalas salamku. Ia memuji penampilanku yang menurutnya sangat cantik. Entah mengapa pujiannya membuatku salah tingkah. Tawa kecilnya ketika melihat wajahku yang memerah membuat jantungku berdegub kencang. Keringatku mengucur deras saat aku berboncengan motor dengannya. Oh...tuhan entah apa yang terjadi pada tubuhku hari ini. Ketika kami tiba disana aku sangat terkejut melihat banyaknya wahan di taman bermain ini. Bahkan beberapa wahan bisa membuatku merasa deg-degan. Kulihat Andika tersenyum manis melihatku dan menemaniku yang sangat antusias mencoba satu per satu wahana yang ada. Entah mengapa ketika kugenggam tangannya jantungku berdetak lebih kencang. Aku sangat menikmati obrolan dengannya saat makan siang bersama. Ketika kami memasuki wahana rumah hantu aku menggenggam tangannya dengan erat karena ketakutan. Bahkan beberapa kali aku hampir memeluknya karena terkejut. Ia hanya tersenyum malu ketika aku memeluknya. Setiap kulihat senyum manisnya jantungku berdegub kencang. Sepertinya ada yang salah denganku hari ini. Apakah dia merasakan hal yang sama denganku?. Ketika dia mengantarkanku pulang tiba-tiba ia membuat pertanyaan yang membuatku kaget.

“Aku suka sama kamu. Apakah kamu mau jadi pacarku?” tanya Andika penuh harap. Aku sangat senang sekali saat Andika menyatakan cintanya padaku. Jujur saja aku bingung harus menjawab apa. Aku sepertinya jatuh cinta padanya tetapi aku tidak ingin dia bersedih ketika aku mati. Aku tidak bisa membayangkan rasanya ditinggal pergi oleh orang yang sangat dicintai. Aku mengambil nafas dalam-dalam sebelum menjawab pertanyaannya.

“Maaf aku belum bisa menjawab sekarang. Tapi aku senang kita bisa sedekat ini” jawabku. Kulihat ia sedikit kecewa dengan jawabanku. Dika melambaikan tangannya kearahku dan pamit pulang.

“Maafkan aku, Dik. Aku juga suka sama kamu, tapi aku masih ragu” gumamku dalam hati.
 
3. Penampilan Perdana

Rintik hujan masih turun membasahi kota ini. Beberapa kali kudengar suara petir menyambar di tengah hujan lebat. Hujan yang turun hari ini sedikit lebih lama dari biasanya. Aku menggesar layar di Hpku untuk mengusir rasa bosan yang kembali menghampiriku. Kulihat ada banyak sekali notif yang masuk ke sosial media milikku. Semuanya berasal dari fans Afterlife, sebuah band yang membawaku ke puncak karir. Aku jadi teringat saat pertama kali aku masuk sebagai anggota band. Ketika orang jatuh cinta ia akan berusa selalu ada di dekat orang yang dicintainya. Begitu juga aku. Aku tahu Andika selalu berlatih band setelah pulang sekolah bersama teman-temannya. Sepulang sekolah aku meminta izin agar bisa bergabung dengan mereka. Selain untuk menyalurkan hobby bernyanyiku, aku juga ingin mengenal Andika lebih dekat. Ternyata mereka sedang membutuhkan vokalis dan aku langsung diterima. Ketika aku berlatih vokal, mereka langsung terpukau dengan suaraku. Adam, sang drumer mengusulkan untuk ikut kejuaraan band nasional tingkat SMA. Seluruh anggota band setuju. Kami optimis bisa membawa pulang piala ke sekolah. Andika izin pulang lebih awal hari ini.

“Gawat aku izin dulu ya bro. Aku bisa terlambat mengajar anak anak nih,” ujarnya. Aku terkejut mendengar perkataan Andika. Aku memang pernah mendengar kalau Andika sering mengajar anak jalanan di taman.

“Kamu mau mengajar anak jalanan, dik? Aku boleh ikut?” tanyaku. Ia hanya menganggukkan kepalanya tanda setuju. Aku sangat bersemangat sekali. Selain bisa lebih dekat dengan Andika, aku juga bisa berbuat kebaikan sebelum mati. Kulihat Andika juga sangat senang ketika aku ikut membantu. Ketika ia bertanya alasanku ingin membantunya, aku hanya menjawab.

“Aku sudah pernah bilang aku ingin beramal sebanyak yang kubisa sebelum aku mati,” senyumku. Aku tidak mungkin berkata aku ingin lebih dekat dengannya karena itu sangat memalukan. Ternyata Andika memanfaatkan lahan kosong di sekitar taman kota sebagai kelas untuk mengajar. Anak jalanan yang diajar oleh Andika lumayan banyak. Mereka terlihat sangat antusias memperhatikan penjelasan Andika. Beberapa kali mereka menggoda kami berdua yang memang seperti sepasang kekasih. Aku semakin jatuh hati kepada Andika ketika melihat ia mengajar. Ia terlihat sangat dekat dengan anak jalanan. Caranya yang dengan sabar membantu mereka yang kesulitan dalam belajar membuatku kagum. Kudengar cerita dari seorang anak jalanan awalnya mereka tidak mau belajar. Tetapi berkat kegigihan Andika dan kakaknya akhirnya jumlah anak jalanan yang ikut belajar semakin lama semakin bertambah. Menurut Andika pendidikan adalah hak setiap anak di dunia. Semakin lama aku berada di dekatnya aku semakin banyak mempelajari banyak hal tentang kehidupan dan indahnya saling membantu. Oh...tuhan.. aku mohon berikanlah aku umur yang panjang agar aku bisa lebih lama berada didekatnya. Aku sangat mencintainya dari dalam lubuk hatiku. Sungguh aku ingin dia selalu berada disampingku sampai jantung ini tak berdetak. Setelah selesai mengajar ia mengajakku untuk singgah di cafe milik kakaknya. Ternyata kakak Andika adalah pemilik cafe terbesar di kota ini. Aku memperkenalkan diri kepada kakaknya. Andika dan kakaknya ternyata sangat akrab. Beberapa kali kak Reno, kakak Andika menggodaku dengan Andika karena melihat kedekatan kami.

“Raisa, malam ini aku mau tampil di depan pengunjung. Biasanya aku hanya memainkan piano karena aku tidak bisa bernyanyi. Apakah kamu ingin tampil bersamaku?” tanya Andika saat kami sedang makan malam. Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum.

“Aku belum pernah tampil di depan publik. Aku malu,” gumamku. Akhirnya Andika naik sendiri keatas panggung. Ia bersiap di depan piano.

“Lagu yang akan saya mainkan ini saya persembahkan kepada tamu spesial cafe ini yang duduk di meja nomor 9. Mudah mudahan kamu suka dengan penampilan saya,”. Sontak seluruh pengunjung menatapku sambil tersenyum membuat pipiku memerah. Andika mulai memencet tuts piano memainkan nada yang lembut. Ternyata ia memainkan lagu Surat cinta untuk Starla, sebuah lagu milik Virgoun yang sedang populer akhir-akhir ini.Andika ternyata sangat mahir memainkan piano. Bahkan aku lebih menyukai aransemen yang dimainkan Andika dibandingkan dengan lagu aslinya. Riuh tepuk tangan penonton memberikan aplause kepada Andika mengakhiri penampilan pertamanya.

“Baiklah terima kasih kepada pegunjung atas tepuk tangannya. Kali ini saya mohon kepada pengunjung yang duduk di meja nomor 9 untuk naik keatas panggung dan berduet dengan saya,” ujar Andika. Aku terkejut setengah mati mendengar permintaan Andika. Pengunjung cafe menyorakiku untuk segera naik ke panggung. Aku menggelengkan kepalaku kearah Andika. Tetapi ia malah bertepuk tangan sambil menyebut namaku. Akhirnya dengan terpaksa aku beranjak dari tempat dudukku dan naik keatas panggung.

“Awas ya kamu,” geramku saat berada diatas panggung. Andika hanya tersenyum melihat kekesalanku. Aku berkata pada Andika aku akan menyanyikan lagu Rahasia Cinta (Baper) milik Yovie and Nuno. Sebuah lagu yang sangat mewakili perasaanku saat ini. Andika mulai memainkan melodi awal. Aku menarik nafasku dalam-dalam sebelum bernyanyi.

“Setiap didekatmu hatiku meresah
Sesaat disampingmu seakan kau miliku
Kusadari aku tak seharusnya terbawa perasaan”
Entah mengapa tiba-tiba aku teringat semua kenanganku bersama Andika. Saat ia menolongku saat pingsan sampai ia menyatakan cintanya padaku.

“Dan aku mencintaimu
Sungguh sungguh tanpa kau tahu
Tersimpan di dalam hatiku
Selamanya ini jadi rahasia cintaku”

Andika memberikan isyarat padaku untuk berhenti bernyanyi. Kulihat ia mendekatkan wajahnya kearah mikrofon di depan piano. Ternyata ia bersiap untuk bernyanyi.

“Sering aku meragu harus ku melangkah
Terkadang kau beri harapan kadang terasa jauh
Pedihnya hati bila ini hanya terbawa perasaan”
Aku melirikkan mataku kearah Andika. Ia membalas lirikanku dengan senyuman manis. Ia memberikan isyarat padaku agar kita bernyanyi bersama saat reff.

“Dan aku mencintaimu
Sungguh sungguh tanpa kau tahu
Tersimpan di dalam hatiku
Selamanya ini jadi rahasia cintaku
Cintaku hanyalah untukmu andai engkau sadari itu
Bila cintamu bukan aku biar cinta ini jadi rahasia hatiku
Selamanya ini jadi rahasia cintaku”

Hampir seluruh pengunjung memberikan standing aplause kepada kami. aku sangat senang melihat pengunjung sangat puas dengan penampilan kami. Aku tersenyum sambil membungkukkan badan kearah pengunjung.

“Bagaimana? Seru kan bisa bernyanyi diatas panggung,” ujar Andika. Aku hanya tersenyum manis mendengar perkataan Andika. Karena band yang akan tampil hari ini berhalangan hadir, terpaksa kami berdua tampil menggantikan mereka untuk menghibur pengunjung. Andika mengantarkanku pulang ke rumah setelah tampil. Ia berterima kasih padaku karena sudah membantunya hari ini. Aku tersenyum dan membuka gerbang pagar.

“Raisa, tunggu. Apakah kau sudah bisa menjawab sekarang?” tanya Andika penuh harap. Aku bingung harus menjawab apa. Hatiku sendiri sudah tidak sanggup memendam perasaan ini lebih lama lagi. Tetapi...

“Aku akan menjawabnya setelah kita selesai audisi. Aku takut kita tidak bisa konsentrasi ke kontes jika aku menjawabnya sekarang. Maaf ya,” jawabku.
Kulihat ia sedikit kecewa dengan keputusanku. Sejenak kami berdua terdiam seribu bahasa.

“Baiklah. Aku akan mengunggumu. Aku akan selalu menunggumu sampai kapanpun” senyum Andika sambil menstarter motornya dan pamit pulang. Aku pikir ini adalah keputusan terbaik. Aku yakin dengan ini kita berdua pasti bisa tampil maksimal saat audisi. Aku sudah tidak sabar menanti hari esok dimana kita lolos audisi dan Andika menjadi pacarku. Tetapi hari esok yang kunantikan itu tidak akan pernah terjadi.
 
4. Kenangan Perpisahan

Rintik hujan yang turun sedikit demi sedikit mulai mereda. Kulihat pelangi di ujung cakrawala dari kamar tidurku di lantai 2. Perpaduan warnanya pelangi sore ini tampak indah perlahan memudar seiring munculnya sang surya dari balik awan. Kenangan masa lalu yang teringat olehku sejak tadi membuatku merindukan masa-masa itu. Masa dimana kami saling menatap, mencuri pandang, dan saling memendam perasaan. Menurutku ketika kita menyukai seseorang masa saat kita mencintainya secara diam-diam adalah masa yang paling menyiksa. Beberapa orang mungkin menyukainya karena beberapa alasan klasik. Kita mungkin sangat senang ketika berada didekatnya. Tetapi orang yang kita cintai mungkin akan berdosa ketika ia berteman dekat bahkan mencintai seseorang selain kita. Karena secara tidak langsung ia sudah melukai hati seseorang yang sudah terlalu berharap kepadanya. Berkata jujur memang perbuatan yang baik. Tapi terkadang seseorang lebih memilih membohongi perasaan diri sendiri hanya untuk selalu dekat dengan orang yang dicintai. Walaupun itu membuatnya terbunuh secara perlahan.

“Ah...cinta itu memang rumit yah,” gumamku dalam hati. Aku mengambil buku harian yang selalu kutulis setiap hari. Ketika aku mengenggam buku harianku sebuah kertas yang kuselipkan di dalam buku harianku terjatuh. Tiba tiba aku teringat sebuah kenangan di masa lalu ketika aku melihat kertas itu. Ternyata kertas itu adalah sebuah surat dari orang yang kucintai selama ini. Sebuah surat yang menyelamatkanku dari keterpurukan.
***
“Raisa hari ini kamu mau audisi ya? Semangat ya maaf ibu tidak bisa menemanimu,” ujar ibuku saat melihatku tengah berias di depan cermin kamarku. Akhirnya hari yang kunantikan datang juga. Aku berjanji akan mengerahkan seluruh hasil latihanku selama 2 minggu bersama teman teman. Hari aku juga berjanji akan mengungkapkan semua perasaan yang selama ini kupendam kepada Andika. Aku yakin hari ini akan menjadi hari terbaik selama hidupku. Perlahan aku menuruni anak tangga setelah selesai berdandan. Kedua orang tuaku tampak sangat terkejut melihat penampilan anaknya. Aku mengenakan gaun panjang berwarna putih pemberian ayahku saat ulang tahunku yang ke 15 tahun. Aku menutupi kepalaku dengan hijab merah muda panjang. Aku juga sempat merias wajahku dengan sedikit bedak dan lipstik.

“Wah...cantik sekali anak ayah. Ternyata kamu sudah bisa berdandan ya,” goda ayahku.

“Ya iyalah. Mau bertemu orang yang spesial harus berdandan,” ujar ibuku. aku tersenyum malu mendengar godaan dari kedua orang tuaku. Aku memang telah menceritakan hubunganku dengan Andika kepada orang tuaku.

“Aku kan mau audisi jadi harus berpakaian rapih,” ujarku. Ibuku hanya tersenyum melihat anaknya yang salah tingkah. Setelah sarapan aku bergegas menuju tempat audisi diantarkan pak Surya, sopir pribadi yang selalu mengantar jemputku ke sekolah. Setibanya disana aku melihat teman-temanku sudah berkumpul di dekat pintu masuk. Ketika aku mendekatinya kulihat mereka sedang berpelukan. Kutatap mata Joni, Adam dan Sandi terlihat sendu.

“Eh...ada apa ini? Kok kalian pada nangis?” tanyaku penasaran. Mereka terlihat kaget melihat kedatanganku.

“Oh..nggak kami Cuma nerveous takut tidak lolos audisi,” jawab Adam sambil melepas pelukannya. Aku merasa mereka menyembunyikan sesuatu dariku. Entah apa yang mereka rahasiakan tetapi sepertinya itu sesuatu yang penting.

“Sudahlah ayo kita masuk kita sudah terlambat,” ujar Andika. Setelah mengambil nomor antrian kami menunggu giliran masuk ke ruang audisi. Kulihat peserta audisi dari kota kami sangat banyak. Beberapa orang tampak sedang latihan sebelum masuk ruang audisi. Ketika kudengar suaranya ternyata tidak kalah bagus denganku. Perlahan tapi pasti jantungku mulai memompa darah lebih cepat. tiba- tiba aku merasakan sebuah telapak tangan yang begitu hangat menyentuh tangan kananku. Aku menatap pemilik tangan hangat yang menggenggam erat tangan kananku.

“Rileks saja. kalau kamu tegang jantungmu akan berdegub lebih cepat. Kamu akan mengurangi umurmu dengan sia sia,”. Ujar Andika tersenyum. Aku hanya bisa tersenyum mendengar nasihatnya. Oh..tuhan jika aku mempunyai kekuatan untuk menghentikan waktu, aku ingin waktu saat ini berhenti sebentar saja. Aku ingin sedikit lebih lama merasakan kehangatannya. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya membuatku terasa nyaman. Setelah 1 jam menunggu akhirnya giliran kami untuk tampil. Kami bersiap memasuki ruang audisi. Kulihat ada 5 juri sudah duduk dan siap menilai penampilan kami.

“Kalian Afterlife akan memainkan lagu apa?” tanya salah seorang juri.

“Kami akan memainkan sebuah lagu dari Andra and the backbone “Sempurna” ” jawabku. Kami bergegas menuju posisi masing masing dan bersiap memulai penampilan kami. Ketika kami tampil aku melihat Andika seperti kesakitan. Penampilan Andika juga dibawah rata-rata dibandingkan penampilan biasanya. Aku terus berusaha mengeluarkan seluruh kemampuanmu. Akhirnya kami bisa lolos karena juri sangat suka dengan suaraku. Setelah keluar dari ruang audisi aku bergegas menelpon kedua orang tuaku untuk mengabarkan hasil audisi. Setelah menelpon aku bergegas mencari Andika. Aku bertanya kepada Joni tentang keberadaan Andika.

“Jon, kamu lihat Andika tidak?” tanyaku. Kulihat raut wajah Joni terlihat kaget. Mata Joni terlihat berkaca-kaca seperti terjadi sesuatu kepada Andika.

“Jon, Andika dimana? Aku sudah berkeliling mencarinya. Kamu tahu kan dia ada dimana,” Desakku yang mulai panik setelah melihat raut wajah Joni.

“Maaf aku tidak tahu, Sa” jawab Joni.

“Bohong...aku yakin kamu tahu dimana Andika. Adam, Sandi, kalian tahu kan dimana Andika. Ayo cepat beri tahu aku!!” desakku sambil mengguncangkan tubuh Joni. Mereka hanya menundukkan kepala tidak mau menjawab pertanyaanku. Aku memang merasa ada yang aneh dari tingkah laku mereka berempat sejak tadi pagi. Aku tahu mereka sedang menyembunyikan sesuatu yang penting. Tanganku menyambar ponsel di saku kemeja Joni. Aku bergegas membuka daftar pesan ponsel. Kulihat ada SMS yang masuk dari Andika.

“Sahabatku aku ingin memberi tahu hal penting kepada kalian. Hari ini adalah hari terakhir jantungku akan berdetak. Penyakit detak waktuku sudah mencapai batasnya. Aku minta maaf apabila aku ada salah. Setelah audisi selesai tolong biarkan aku sendiri. Aku tidak akan pernah melupakan kalian,”.

Aku terkejut setengah mati setelah membaca SMS Andika. Aku tidak menyangka ternyata Andika mempunyai penyakit yang sama denganku. Air mataku mengucur deras saat mengetahui Andika akan mati hari ini.

“Maaf, Sa. Kami tidak bermaksud berbohong padamu. Andika melarang kami memberitahu keadaannya padamu. Ia bilang akan memberitahukannya sendiri kepadamu” ujar Adam.

“Dimana Andika sekarang?” tanyaku dengan penuh emosi.

“Kurasa dia ada di atap gedung sekarang” jawab Sandi. Aku berlari menuju tangga. Aku terus berlari menaiki tangga tanpa memperdulikan teriakan Sandi dan Joni yang mengejar dan memanggilku dari belakang. Ketika aku membuka pintu atap kulihat Andika sudah tergolek lemah duduk bersandar di pagar pembatas atap. Aku berlari menuju Andika dan memperlihatkan layar ponsel Joni. Aku berharap ia bisa menjelaskan padaku maksud dari isi pesan itu. Kucabut alat pengukur kesehatan jantung di dadaku dan kutempelkan kearah dadanya. Aku taku kuasa menahan tangis keika melihat angka yang tertera di alat pengukur tinggal 10 menit lagi.

“10 menit lagi? Andika sungguh kau membuatku marah. Mengapa kau tidak memberitahuku kalau kau mempunyai penyakit yang sama!!” tangisku. Perlahan ia mengusap air mata di pipiku dan berusaha menenangkanku.

“Maafkan aku. Aku tidak ingin membuatmu bersedih. Aku tahu apa yang kau rasakan selama ini. Oleh karena itu aku ingin memberikan waktuku untuk sebuah kebahagiaan yang mungkin belum pernah kau rasakan,”. Tangisku semakin menjadi setelah aku mengetahui alasannya. Ternyata selama ini ia memberikan sisa waktunya agar aku dapat menikmati kehidupan ini sampai akhir. Aku melihat senyum tulus dari wajahnya.

“Aku mohon bertahanlah. Kau sudah membuatku merasakan indahnya jatuh cinta. Aku mencintaimu, dik. Aku sayang kamu. Kaulah yang membuat diriku menjadi lebih hidup,” ujarku sambil menangis memeluk erat Andika. Kurasakan detak jantungnya semakin lemah. Suhu badannya terasa hangat sekali.

“Maaf aku tidak bisa bertahan lebih lama lagi. Tetaplah menjadi Raisa yang kukenal. Raisa yang periang, semangat dan baik kepada orang lain. Manfaatkan waktumu yang tersisa sebaik mungkin. Aku selalu mencintaimu,” bisiknya di telingaku. Aku merasakan tubuhnya tiba tiba melemah. Kuperiksa nadinya sudah tidak berdenyut lagi. aku memanggil namanya ia tidak menjawab. Aku mengguncangkan tubuhnya ia tidak merespon.

“Oh.. tidak Andika. Aku mohon sadarlah. Jangan tinggalkan aku sendiri. Andika ayo bangun. Ayo kita main ke taman bermain lagi. Andika bangun” ujarku terisak. Sandi dan Adam berusaha menenangkanku. Joni yang sedang memeriksa Andika hanya bisa menangis mengetahui sahabatnya telah meninggal dunia. Tidak lama kemudian beberapa orang datang setelah mendengar kegaduhan di atap gedung.
 
5. Surat Cinta Untuk Raisa

Perlahan air mataku mulai turun membasahi pipiku. Ketika aku mengingat kenangan itu aku selalu menangis. Aku meyesali betapa bodohnya aku saat itu.

Seharusnya aku langsung menerima cinta Andika ketika ia menyatakan perasaannya padaku. Mengapa aku malah memintanya menunggu dan menggantungkan perasaannya ? Aku menyesal telah membohongi perasaanku.

Aku kembali melihat dan membaca surat yang diberikan Andika kepadaku. Membaca surat dari Andika membuatku mengingat kenangan saat aku terpuruk dan bangkit dari keterpurukan akibat kehilangan orang yang sangat kusayangi. Sebuah perjalanan panjang yang membawaku sampai ke puncak karirku.

*****

“Sa, mau sampai kapan kamu mengurung diri di dalam kamar? Kamu tidak ingin melayat ke rumah Andika? Bukankah ia akan dimakamkan hari ini? Sandi sudah menunggumu di depan rumah loh,” ibuku mengetuk pintu kamar dan berusaha membujukku agar mau keluar dari kamar.

Sejak mengetahui Andika meninggal air mataku tidak berhenti mengalir. Aku sangat menyesali keputusanku menggantungkan cinta Andika dan baru membalasnya disaat ia menghembuskan nafas terakhirnya. Aku tidak kuat melihat saat terakhir Andika sebelum dikebumikan. Jika aku melihatnya rasa bersalah akan semakin membayangiku.

Sejujurnya aku belum rela Andika meninggalkanku selamanya secepat ini. Aku belum bisa menerima kenyataan ini. Jika aku melihatnya sekarang hanya akan menambah rasa sakit yang kurasakan.

“Maaf, bu. Sepertinya aku tidak ikut melayat. Aku sedang malas keluar kamar,” jawabku.

“Oh.. ya sudah kalau kamu tidak mau ikut. Tapi ibu mau kamu keluar dari kamar sekarang. Ibu sudah menyiapkan sarapan nasi goreng kesukaanmu. Kamu dari semalam belum makan bukan? Ayo kamu harus makan,” perintah ibuku.

“Iya, bu nanti Raisa makan 'kok” gumamku.

“Ibu ingin kamu makan sekarang bukan nanti. Kamu boleh bersedih, tapi kamu juga harus memikirkan kesehatanmu, Sa. Ayo cepat keluar dan sarapan bersama ibu!!” teriak ibuku.

Perlahan aku membuka pintu kamarku. Ibuku menatap kedua mataku yang sembab karena menangis semalaman. Terlihat sekali dari raut wajahnya ibuku sangat mengkhawatirkanku. Ia memelukku dengan erat.

“Nak...ibu tahu kamu pasti sangat terpukul dengan kepergian Andika. Merelakan orang yang kita cintai pergi meninggalkan kita memang sangat berat. Tetapi ibu yakin kamu pasti bisa melakukannya karena kamu adalah anak ibu yang paling kuat” nasihat ibuku.

Aku hanya bisa menangis mendengar nasihat dari ibuku. Ketika aku memakan nasi goreng buatan ibuku aku teringat tentang kenangan saat aku pertama kali kencan dengan Andika. Andai saja waktu itu aku lebih peka dengan keadaan Andika semuanya tidak akan jadi begini.

Aku memang pernah melihat Andika kesakitan sambil memegang dadanya ketika ia izin ke toilet saat kita makan siang di taman bermain. Ketika aku bertanya ia hanya menjawab penyakit asmanya kambuh dan akan pulih setelah minum obat.

Andai saja waktu itu aku lebih peka dan menyadari penyakitnya. Penyesalan memang selalu datang terlambat.

Menurutku rasa yang paling meyakitkan dalam percintaan adalah ketika kita harus merelakan orang yang kita cintai pergi dari kehidupan kita. Rasa kehilangan itu tidak akan bisa hilang sekalipun kita sudah mengikhlaskannya. Sungguh sebuah kenyataan hidup yang menyedihkan.

“Bu, boleh tidak aku izin tidak masuk sekolah beberapa hari? Aku butuh waktu untuk menenangkan pikiranku” pintaku sambil menyuapkan sesendok nasi goreng kedalam mulutku.

“Boleh saja, nak. Tapi jangan terlalu larut dalam kesedihan ya. Tidak baik untuk kesehatan jantungmu. Kamu juga harus tampil di babak penyisihan minggu depan bukan?” tanya ibuku.

“Entahlah, bu. Aku tidak tahu masih bisa tampil atau tidak. Saat ini aku hanya ingin menenangkan pikiranku dulu” jawabku tertunduk. Ibu tersenyum melihat kegalauan yang sedang melanda anak kesayangannya.

“Terserah apa yang ingin kamu lakukan. Tapi jangan pernah mengkhianati kepercayaan yang sudah temanmu berikan kepadamu” nasihat ibuku. Aku hanya tertunduk mendengar nasihat ibuku.

Sudah 3 hari aku tidak masuk sekolah. Hp milikku penuh dengan notif, SMS, dan panggilan tidak terjawab dari teman-temanku di sekolah dan anggota band Afterlife. Mereka semua sepertinya mencemaskanku, tetapi aku tidak sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun saat ini. Hati ini masih belum pulih dari rasa sakit kemarin. Aku lebih sering mengurung diriku didalam kamar merenungi dan mencoba menenangkan pikiran ini.

“Sa, teman-temanmu datang. Katanya mereka ingin menjengukmu,” Ibu mengetuk pintu kamarku.

“Siapa bu? Bilang saja aku sudah tidur. Aku sedang malas bertemu mereka,” ujarku.

“Adam, Joni dan Sandi, Sa. Mereka bilang tidak mau pulang sebelum bertemu kamu. Ayo nak keluar dan temui mereka. Kasihan mereka jauh-jauh datang kemari,” ujar ibuku sambil kembali mengetuk pintu kamarku.

Aku hanya terdiam mendengar anjuran ibuku. Aku belum siap bertemu dan memaafkan mereka saat ini. Mereka sudah menyembunyikan rahasia besar yang membuatku sakit hati. Beberapa saat kemudian aku kembali mendengar suara pintu kamarku diketuk.

“Sa, ini aku Adam,”. Aku terkejut mendengar suara Adam. Ternyata ibu mengizinkan mereka untuk naik ke kamarku di lantai 2.

“Mau apa kau kemari. Bukankah sudah cukup kalian menyakiti hatiku dengan menyembunyikan sebuah rahasia besar dariku. Sebaiknya kalian pulang saja. aku mengundurkan diri dari Afterlife!!” teriakku mengusir mereka.

“Sa, aku mohon dengarkan penjelasan kami dulu. Kami tahu perbuatan kami memang tidak bisa dimaafkan. Tapi..,” ujar Joni berusaha menjelaskan sesuatu padaku.

“Cukup...tidak ada lagi yang perlu dijelaskan. Semuanya sudah jelas. Aku sudah muak dengan sandiwara kalian. Sahabat macam apa yang membiarkan sahabatnya “bunuh diri”. Pergi kalian dari sini!!” geramku. Perlahan air mataku mulai menetes membasahi pipiku.

“Sa, kita tidak bisa berbicara jika kau menutup pintunya. Aku mohon beri kami kesempatan untuk menjelaskan semuanya,” Sandi memohon padaku. Aku tidak peduli apa yang mereka katakan. Mereka terus mengetok dan membuka pintu kamar yang sudah aku kunci.

“Sa, kalau kamu tidak mau keluar aku akan mendobrak pintu kamar ini. Kami harus meluruskan kesalahpahaman ini. Jika tidak Andika tidak akan tenang disana !!” teriak Joni. Aku masih menutup diriku dengan selimut berusaha meredam suara teriakan mereka dari luar kamar. Tiba-tiba aku mendengar suara yang mengejutkanku.

“Braak....”. Ternyata mereka benar-benar mendobrak pintu kamarku.

“Aku mohon dengarkan penjelasan kami,” ujar Adam sambil menarik selimutku.

“Apalagi yang ingin kalian jelaskan? Karena kalian secara tidak sadar aku membuat Andika lebih dekat dengan ajalnya” ujarku terisak.

“Kamu baca ini. Ini adalah surat yang ditulis Andika sebelum meninggal,” Sandi menyerahkan surat yang terlipat itu kepadaku. Aku membuka dan mulai membaca surat itu.

Dear Raisa...

“ Sebelumnya aku minta maaf telah menyembunyikan penyakit yang aku derita. Aku berpikir jika aku memberitahukannya kepadamu, kamu akan menolak ajakanku untuk pergi ke taman bermain dan pergi menjauhiku. Aku juga tidak ingin membuatmu khawatir dengan kondisi kesehatanku. Ketika kamu membaca surat ini mungkin aku sudah tidak ada di dunia. Aku tahu kamu pasti merasa bersalah telah membuat jantungku berhenti lebih cepat dari perkiraan dokter.

Aku ingin kamu tahu bahwa aku melakukan semua ini dengan ikhlas. Aku tahu bagaimana kesulitan hidupmu sebelum bertemu denganku. Aku tidak ingin seseorang mengalami kesepian yang pernah kualami.

Jadi, jangan pernah menyalahkan dirimu atas kejadian ini. Aku sudah tertarik denganmu sejak pertama kali kamu masuk sekolah. Kulihat kamu sangat kesepian di dalam kelas. Meskipun suasana kelas sangat ramai kamu hanya terdiam sambil membaca buku novel atau pelajaran. Saat aku melihatmu pingsan aku sangat panik. Ketika aku mendengar cerita dan semua keluhanmu, aku berpikir ingin menyelamatkanmu dari kesepian yang mungkin bisa membunuhmu.

Sa, aku sangat mencintaimu. Meskipun aku tidak tahu apa isi hati dan apa yang kau pikirkan tentangku, aku tetap mencintaimu. Meskipun kamu tidak memberikan jawaban atas 2 pertanyaan yang sudah kuajukan malam itu, aku akan terus mencintaimu.

Meskipun kamu tidak membalas cintaku sampai detak jantung terakhirku, aku selalu mencintaimu. Aku berharap tidak akan pernah melupakan perasaan ini sampai di surga nanti.

Sa, bisakah aku meminta sesuatu kepadamu?. Kalau boleh aku ingin kamu menggantikanku membantu kakakku mengajar anak jalanan. Aku ingin mereka mendapatkan pendidikan yang selayaknya mereka dapatkan. Aku juga ingin kamu bertahan di Afterlife. Kamu akan berada di puncak karir jika bersama mereka.

Tolong jangan marah kepada Joni, Adam dan Sandi karena menyembunyikan penyakitku darimu. Aku yang menyuruh mereka berbohong padamu. Seharusnya kamu melampiaskan kemarahanmu kepadaku bukan mereka. Mereka adalah orang baik yang setia menemaniku sampai saat terakhir. Kalian harus tetap bersama sampai akhir. Sampai kalian bertemu denganku disini bersama dalam keabadian. Maaf jika aku banyak kesalahan kepadamu dan sahabatku di Afterlife.
Orang yang selalu mencintaimu

Andika Setiawan.”
 
6. Move On

Air mataku tidak berhenti menetes ketika membaca surat dari Andika. Di tengah perjuangannya menahan sakitnya sakaratul maut ia masih sempat menuliskan surat untukku. Ia masih memikirkan orang lain walaupun dirinya dalam kondisi kritis.

“Sa, aku tahu kamu sangat terpukul dengan kepergian Andika. Tapi kami mohon tolong penuhi semua permintaan terakhir dari Andika. Aku takut ia tidak akan pergi dengan tenang jika kita tidak mengabulkannya” pinta Joni.

“Waktu kita berlatih untuk babak penyisihan tinggal 3 hari lagi. Kamu harus bisa bangkit, Sa. Demi Andika!!”.

Aku tahu ini adalah tulisan tangan dari Andika. Tulisannya yang miring tidak karuan seakan menceritakan perjuangannya ketika menulis surat ini. Air mataku tidak berhenti menetes setelah membaca surat ini.

“Sa, aku tahu kita sangat terpukul dengan kepergian Andika, tapi kita harus bisa bangkit. Jika tidak permintaan terakhir Andika tidak akan pernah terkabul” ujar Adam sambil berusaha menenangkanku. Aku menyeka air mataku dan menatap mereka bertiga.

“Aku minta maaf ya. Aku sudah salah paham dengan kalian”.

“Ah...aku lega akhirnya kamu mengerti juga. Tidak apa-apa kok, aku mengerti perasaanmu” Sandi tersenyum kepadaku.

“Baiklah...ayo kita wujudkan keinginan terakhir Andika!!!” Joni berteriak sambil mengepalkan tangannya.

“Tapi kita tampil 4 hari lagi dan belum berlatih sama sekali. Apakah kita bisa?” tanya Adam.

“Tenang saja. Kita pasti bisa berhasil jika bersama. Lagipula suara Raisa adalah yang terbaik diantara vokalis band yang lain. Kita pasti menang!!” ujar Sandi semangat.

Akhirnya kami kembali bersatu untuk mewujudkan permintaan Andika, membuat Afterlife menjadi band nomor 1 di Indonesia.

Kami memanfaatkan 3 hari waktu yang tersisa untuk terus berlatih. Bahkan kak Reno mempersilahkan kami untuk tampil beberapa kali di depan pengunjung agar nanti kami tidak demam panggung. Setelah berlatih keras dan menentukan lagu yang akan kami bawakan akhirnya hari yang kami nantikan tiba.

“Ingat, kita harus semangat, fokus, dan tetap tenang. Kita pasti bisa mengabulkan permintaan Andika” ujar Sandi saat kita briefing sebelum tampil.

“Baiklah, sekarang kita saksikan penampilan dari Afterlife yang akan membawakan lagu milik Sherina yang berjudul Cinta pertama dan terakhir” ujar sang pembawa acara.

Kami naik keatas panggung dan bersiap menuju posisi masing-masing. Kali ini aku akan mencoba menjadi vokalis dan keyboardis. Kak Reno sudah melatihku not dasar dari lagu yang akan kami bawakan. Kami pasti bisa mewujudkan permintaan Andika. Lampu panggung mulai padam dan menyorotku ketika aku mulai menekan tuts keyboard dan memainkan melodi. Lagu ini kupersembahkan kepada Andika. Kuharap ia bisa mendengarkanku menyanyikan lagu yang menceritakan perasaanku kepadanya selama ini.

“Sebelumnya tak ada yang mampu mengajakku untuk bertahan dikala sedih
Sebelumnya kuikat hatiku hanya untuk aku seorang
Sekarang kau disini hilang rasanya semua bimbang, tangis kesepian
Kau buat aku bertanya, kau buat aku mencari tentang rasa ini aku tak mengerti
Akankah sama jadinya bila bukan kamu, lalu senyummu menyadarkanku
Kau cinta pertama dan terakhirku”.
Aku teringat saat-saat aku belum bertemu dengan Andika. Di saat aku menangis sendiri karena penyakitku yang merenggut kebebasanku. Aku kembali mengambil nafas panjang untuk menyanyikan bait berikutnya.

“Sebelumnya tak mudah bagiku tertawa sendiri di kehidupan yang kelam ini
Sebelumnya rasanya tak perlu membagi kisahku tak ada yang mengerti
disini hilang rasanya semua bimbang, tangis kesepian
Kau buat aku bertanya, kau buat aku mencari tentang rasa ini aku tak mengerti
Akankah sama jadinya bila bukan kamu, lalu senyummu menyadarkanku
Kau cinta pertama dan terakhirku
Bila suatu saat kau harus pergi jangan paksa aku tuk cari yang lebih baik
Karena senyummu mengajarkanku. Kaulah cinta pertama dan terakhirku”.
Kembali kuteringat saat terakhir aku bersama Andika. Diatas atap sebuah gedung besar yang dipakai untuk audisi aku berjanji akan selalu mencintainya. Sungguh sangat berat melepas seseorang yang telah membuatku menjadi lebih baik.

“Kau buat aku bertanya, kau buat aku mencari tentang rasa ini aku tak mengerti
Akankah sama jadinya bila bukan kamu, lalu senyummu menyadarkanku
Kau cinta pertama dan terakhirku”.

Alunan nada keyboard yang kumainkan mengakhiri penampilan kami. ketika aku selesai menyanyikan lagu, air mataku keluar tidak bisa kubendung. Aku melihat 3 dari 5 juri melakukan standing aplause atas penampilan kami. Aku mendengar seluruh penonton bersorak meneriakkan nama band kami.

Tiba-tiba aku melihat sesosok bayangan putih berdiri di pojok bangku penonton tersenyum dan memberikan tepuk tangannya kepada kami. Aku perhatikan wajahnya sangat mirip dengan Andika. Apakah dia datang untuk melihat penampilan kami?. Saat aku berusaha memperjelas pandanganku perlahan bayangan putih itu menghilang seiring dihidupkannya kembali lampu panggung dan penonton.



TAMAT
 
Last edited:
Ijin nandai om. Mengalir beud ceritanya.
Celana Dalem Medium Large (CDML) yang di sebelah sono emang sengaja di lock ya Mang?

Padahal gw mau ngerusuh jadi gak bisa deh.
 
Back
Top