Semaremendem
Bayi GoCrot
GEMURUH YASIN
Di kota ini, di tempat tinggalku kini, rasanya tidak banyak hal-hal yang dapat menunjang hatiku untuk dapat menikmati sebuah keimanan kepada Sang Pencipta, selain terlaksananya majelis ta’lim warga setempat yang dilaksanakan seminggu dua kali.
Gemuruh suara itu mengingatkan aku terhadap situasi kampung dimana dulu saat aku kecil bertempat tinggal. Teringat kala kaki kecilku melangkah beramai-ramai dengan teman sebaya menuju surau yang tak jauh dari rumah orang tuaku.
Malam Jumat, begitulah seingatku suara gemuruh itu sering terdengar dari dalam surau, lantaran para lelaki dewasa berdesak-desak duduk di dalam surau yang relatif kecil dan mungil itu. Namun daya tarik surau itu bagi penghuni kampungku sangatlah kentara. Bahkan pujian shalawat Nabi SAW hampir setiap menjelang shalat lima waktu terdengar dikumandangkan. Suara-suara itu begitu lekat dalam sanubariku.
Yaasiin, wal quraanil hakiim, innaka laminal mursaliin...
Suara gemuruh itu benar-benar berwibawa saat dikumandangkan secara serentak oleh bapak-bapak di kampungku pada setiap malam Jumat. Sekalipun aku tidak memahami apa yang mereka kerjakan dan apa pula tujuan mereka, namun kekompakan warga kampungku menjadikan majelis itu benar-benar tampak berwibawa.
Yaasiin, wal quraanil hakiim, innaka laminal mursaliin,...
Teringat olehku, pada suatu hari ada tetanggaku yang meninggal dunia, maka secara serentak warga kampungku berdatangan ke rumah duka. Pada waktu menjelang pemakaman, suara gemuruh setengah lirih itu terus dikumandangkan. Silih berganti para pelayat yang berdatangan, dan silih berganti pula suara gemuruh Yasin itu terdengar.
Yang demikian ini terjadi, karena tetanggaku yang baru dipanggil oleh Allah itu adalah seorang tokoh masyarakat setempat, bahkan ketokohannya bisa dikatakan lintas desa. Karena itu, tidak heran jika masyarakat tetangga desa pun ikut berjubel memenuhi rumah duka, mereka datang sebagai pelayat bagi sang tokoh yang cukup berpengaruh itu.
Pada saat pemberangkatan terakhir, maka tampillah seorang tokoh paruh baya dari tetangga desa memberi kata sambutan. Beliau tampak sangat kehilangan atas meninggalnya sahabat karibnya itu. Lantas beliau mengajak agar setiap orang yang merasa ikut memiliki kedekatan dengan si mayyit, hendaklah sering mendoakannya, dan tidak segan-segan membaca surat Yasin, lantas menghadiahkan pahalanya untuk sang tokoh yang kini sudah menjadi mayyit.
`Iqra-uu Yaasiin `ala mautaakum (rawaahu Abu Dawuud) artinya: `Bacalah surat Yasin untuk mayyit kalian`. Jadi, bapak-bapak dan ibu-ibu sekalian, jika kita mencintai Almarhum, maka jangan segan-segan membaca surat Yasin untuk beliau, karena kita tahu bahwa amalan semacam ini adalah perintah langsung dari Baginda Rasulullah SAW.
Bapak-bapak dapat membacanya kapan saja, karena Rasulullah SAW tidak membatasi waktunya. Sebagaimana tadi juga kita sudah membacanya, Alhamdulillah, mudah-mudahan pahalanya disampaikan oleh Allah kepada Almarhum. Tetapi perlu diingat, bahwa bapak-bapak dan Ibu-ibu khususnya keluarga yang ditinggalkan oleh Almarhum, diperbolehkan membaca Yasin untuk mayyit ini pada setiap saat, bahkan sebulan suntuk juga boleh.
Hanya saja sesuai dengan kesepakatan warga dan keluarga, maka di rumah duka ini, warga kampung akan melaksanakan Yasin-an ini, dimulai nanti malam sampai hari ke tujuh. Bagi Bapak-bapak yang mempunyai kesempatan dan ingin bergabung, maka kami akan sangat senang sekali, karena acara semacam ini akan menambah silaturrahim yang guyub di antara warga muslim, dan sekaligus dapat mengamalkan hadits Nabi SAW secara bersama-sama.
Tanpa ada acara kumpul-kumpul Yasin-an semacam demikian ini, rasanya untuk membaca Yasin yang pahalanya khusus diperuntukkan bagi mayyit, sebagaimana ajaran Rasulullah SAW maka tidak akan ada yang mau melaksanakannya, kecuali satu-dua orang saja.
Apalagi saat sekarang ini, yaitu saat marak-maraknya acara hiburan televisi pada waktu bakdal maghrib dan bakdal isyak, kita tahu jika acara-acara di televisi itu sangat menarik. Sehingga banyak kalang umat Islam yang lebih mementingkan menonton televisi dibandingkan mengaji surat Yasin.
Jadi, majelis Yasin-an untuk para mayyit dari keluaraga dan handai taulan kita ini, harus kita lestarikan, karena memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW: Iqra-uu Yasin `ala mautaakum (bacalah surat Yasin untuk mayyit kalian). Bapak-bapak dan ibu-ibu ...`
Begitulah kira-kira isi sambutan tokoh masyarakat tersebut dalam mengantarkan pemberangkatan mayyit tetanggaku. Dengan diiringi kalimat Laa ilaaha illallah yang terus menerus dikumandangkan, maka mayyitpun diberangkatkan.
Gemuruh suara Yaasiin, wal quraanil hakiim, innaka laminal mursaliin ... sungguh suara itu hingga kini, seakan-akan terus mengiang dalam benakku. Sebuah kerinduan terhadap situasi kampung halamanku di masa kecil, ternyat baru saat-saat inilah aku rasakan. Yaitu sejak aku pindah rumah di kota yang kini aku diami.
Mudah-mudahan secepatnya aku dapat menyesuaikan diri dan dapat bergabung dengan warga kota baruku, sekalipun hanya seminggu dua kali saja mereka berkumpul dalam majelis secara bersama-sama.
Minimal itulah yang aku harapkan dapat menyirami prahara hatiku, yang rasanya semakin hari semakin jauh dari bimbingan ajaran agama.
Lingkungan masyarakat kota baruku memang sangat matrealistik.
Yaasiin, wal quraanil hakiim, innaka laminal mursaliin...
Gemuruh suara itu...!
Hatiku saat ini bersujud di hadapan Sang Pencipta di tengah gemuruh Yasin.
Alhamdulillah.
Mudah-mudahan tidak diusik oleh siapapun.
Salam