• link terbaru forum gocrot per 16 November 2024 : KLIK DI SINI

H.A.G.I.A (COPAS)

Virangel

GURU BK MESUM

1. BUKAN CERITA RELIGI

Karena cerita religi itu seharusnya mengajarkan pembacanya melangkah ke jalan yang benar. Cerita ini mengajarkan pembacanya bukan untuk melangkah ke jalan sesat juga, sih... tapi apa yang dianggap "benar" oleh kelompok tertentu belum tentu "benar" oleh kelompok yang lain. There is no black and white... there are so many shades of grey... and there is mr christian grey... *ctar!!! ctar!!!!!*

2. DILARANG NGEPOIN AUTHORNYA

Serius. Jangan ngepoin identitas asli authornya. Tanya kuliah dimana, angkatan berapa, aliran/mahzabnya apa. "penasaran sama tulisannya aja, jangan sama penulisnya."

3. DILARANG RUSUH / JADI PK
Jangan rusuh lah pokoknya
Index:
H.A.G.I.A.

Part 1. Penulis Insyaf
Part 2. Hello Dimi!
Part 3. Dimi, Apa yang kau lakukan
Part 4. Dimi Majnun
Part 5. Tobat Kagetan
Part 6. Sabotase Hati
Part 7. Bisikan Syetan
Part 8. Gagal Bersembunyi
Part 9. Dimi Oh Dimi!
Part 10. Dopamin Bahlul
Part 11. Project BDSM.
Part 12. Kalau Bisa Halal Kenapa Harus Zina
Part 13. Pahlawan Kesiangan
Part 14. Rahasia Dibalik Punggungmu
Part 15. Rindu Itu Berat
Part 16. Intuisi
Part 17. Pledoi Seorang Penulis Cerita Porno

H.A.G.I.A. VOL 2.0

Part 1. It's A Rought Star
Part 2. Jodoh Pasti Bertemu
Part 3. Dimi Apa Yang Kau Lakukan
Part 4. Dimi Majnun
Part 5. Tobat Kagetan
Part 6. Sabotase Hati
Part 7. Istiharoh Cinta
Part 8. Buah Larangan
Part 9. Godaan Jin IFRIT
Part 10.Gagal Bersembunyi
Part 11. Dopamin Bahlul
Part 12. Project BDSM.
Part 13. Kalau Bisa Halal Kenapa Zina
Part 14. Zolim Gara-gara Nge-Report Tanpa Hak
Part 15. Rahasia Dibalik Punggungmu
Part 16. Detektif Partikelir
Part 17. Intuisi Roh Dan Semesta
Part 18. Hari Gini Masih Pacaran??
Part 19. Kupinang Kau Dengan Bismillah
Part 20. Cukup Dimi Nurbaya

TAMAT
 
Last edited:
Part 1
Penulis Insyaf


"Ayo dong nulis cerita religi! Mana nih, yang janji mau bikin cerita religi kalau udah dapet 1.000 follower?"

Zen hanya tersenyum kecil melihat postingan pembaca di wall wattpad-nya. Zen ingat, satu tahun yang lalu dirinya pernah sesumbar akan menulis cerita religi jika mendapat 1.000 orang follower. Tapi hingga kini jumlah pengikutnya sudah menyentuh angka 1.400, tulisan-tulisannya masih saja berkisar di seputaran bawah pusar dan di atas paha.

5 tahun berkarya di ranah kepenulisan online, Zen lebih dikenal sebagai penulis erotis ketimbang religius. Kalau genre fantasi punya Tolkien dan Rowling, dan genre reliji punya El-Shirazy, -tanpa bermaksud sombong- pemilik akun ajayvijayhotahai itu bisa disebut penerus jejak Enny Arrow, sesepuh penulis cerita mesum di Indonesia. Maka Zen merasa ganjil saja jika dirinya mendadak banting setir menjadi juru dakwah.

Lagipula, apa sih cerita religi itu? Cerita yang tokoh-tokohnya pakai jilbab dan baju koko? Yang dialog-dialognya pakai sebutan akhi dan ukhti? Lagian, emang yang namanya 'religion' cuma Islam doang? belot sang penulis, sebelum akhirnya tersadar bahwa dirinya bisa terancam kasus penistaan agama seperti Pak Gubernur jika meneruskan narasinya.

"Oke, ntar deh tunggu hidayah, hehehe...," balas Zen diplomatis, meski hingga saat ini belum ada tanda-tanda bahwa Tuhan telah menurunkan petunjuknya pada pemuda berambut gondrong itu.

Zen bisa saja beralasan, kegemarannya menulis cerita pembangkit syahwat semata-mata hanyalah pelepasan sisi hewaniah yang direpresi di alam bawah sadar oleh orangtuanya yang represif. Tapi itu hanya pembenaran saja barangkali, karena tanpa itupun dirinya sepertinya sudah kadung mesum dari jabang bayi.

"Cerita religi...." gumam Zen seorang diri. "Bisa nggak ya gue nulis cerita religi?"

Tanpa sadar, sang penulis mengetuk-ngetukkan jari di atas tuts keyboard. Hingga tak terasa 3 alinea sudah ditulisnya. Tapi agaknya para Syaitan lebih cerdas dalam memperdaya, pada alinea keempat di otaknya sudah bermunculan ide mesum tentang gadis ingusan yang menjadi istri ketiga seorang syeikh kaya raya.

Taik, lah!


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°


Rashad Teriyaki : wakakakakaka.... vangke lu vro! cerita religi macam afaaaa ini????

Rashad Teriyaki : cerita cacad

Ajayvijayhotahai: biarin

Rashad Teriyaki : mana ada cerita religi yang tokoh utamanya penulis cerita porno?

Ajayvijayhotahai: itu karena cerita gw antimainstream

Kali ini tawa keras harus menyembur dari hidung para pengikut Zen begitu melihat judul cerita baru yang muncul di lini masa wattpad mereka. Lengkap dengan sampul sok religius bergambar padang pasir dan onta.

Dari mana logikanya seorang penulis cerita porno ujug-ujug insyaf dan menulis cerita religi? Prolognya hanya 500 kata, dan itupun sepertinya ditulis dalam keadaan mabuk lem Aica Aibon. Benar saja, tak sampai 4 alinea, para pembacanya sudah dibuat tergelak-gelak membaca cerita religi abal-abal tersebut. Walhasil cerita religi Zen jadi bahan tertawaan ketimbang materi kajian.

Makhluk astral yang satu ini memang selalu berhasil membuat pembaca hilang akal. Mengaku sebagai makhluk tuhan faling tamfan, tapi lebih sering memposting sinopsis sinetron film India daripada meng-update cerita. Follower-nya baru 1.400, tapi lagaknya udah berasa punya pengikut 50.000.

"Itu karena cerita-cerita gw antimainstream. Coba gw nulis cerita tentang cewek yang dibuntingin CEO, cerita gw bisa dibaca lebih dari 10 juta kali dan dapet stempel di covernya!" tulis Zen dengan sengaknya pada suatu ketika.

Awalnya para pembaca mengira Zen hanya bercanda ketika mengatakan akan menulis cerita religi jika mendapat 1000 follower. Buat gimmick saja barangkali. Tapi kini, sang penulis tidak tanggung-tanggung, cerita bertajuk "Drama Religi Faling Varokah" itu diklaim secara sepihak telah menjadi bestseller dan akan segera diangkat ke layar tancap! Warbyasah!

Tapi apapun itu, untuk kali ini saja rasanya Zen boleh tersenyum bangga. Dirinya sudah menulis cerita religi pertamanya. Bagi seorang penulis cerita porno seperti dirinya, ini adalah langkah awal menuju surga. Masya Allah!


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​

Syahdan. Hari ini tokoh utama kita berangkat ke warnet dengan senyum yang lebih cemerlang dari lampu petromaks. Di laptopnya kini sudah tersimpan update-an cerita yang membuatnya begadang semalaman. Bakalan jadi hot thread eh, ranking 1 nih, batin sang penulis jumawa.

Tapi apa daya, sepertinya Tuhan punya rencana berbeda.

Ketika mengecek lini masa, buah karyanya hilang tak berbekas. Seorang manusia kamfret rupanya melaporkan cerita religi abal-abal Zen dengan alasan menyinggung SARA.

"Suwek, lah!" umpat Zen kesal.

Zen pernah mendengar gosip bahwa dunia oranye bisa mejadi tempat yang berbahaya, di tempat ini sesama penulis bisa saling memangsa atas nama popularitas. Tapi masa iya, sih? Kalau dipikir-pikir, Follower-nya baru 1.400. Rasanya tak ada satupun alasan penulis lain untuk iri kepadanya.

4 tahun dirinya menulis cerita-cerita mesum, tapi tak pernah sekalipun tulisannya dihapus secara semena-mena. Dan kali ini, untuk pertama kalinya Zen mencoba menyebut nama Tuhan, tulisannya malah dikubur ke dasar bumi seperti ummat Nabi Luth yang durhaka.

فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآ

"Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki." QS. 'Ibrahim [14] : 4

Mungkin Allah memang sudah lama tidak setuju. Mungkin saja, dari awal Zen memang sudah ditakdirkan sebagai penghuni neraka. Tapi jika nama Tuhan hanya boleh diseru oleh orang-orang suci, di mana tempat para pendosa untuk kembali?

Selama ini cerita religi seolah-olah hanya boleh disuarakan dari bibir orang-orang alim dan sholeh. Kali ini, gue mau bikin sebaliknya. Tentang para pendosa yang mencari jalan kembali menuju Tuhan dari tempat yang paling berlumpur. Suara batin Zen berteriak lantang.

Dari kecil Zen memang dikenal pembangkang. Maka ketika seluruh alam semesta seolah mencegahnya menulis cerita religi dan mengarahkannya untuk tetap menulis cerita porno, Zen justru berdiri tegak menantang:

"Gue bakalan tetep nulis cerita religi faling varokah!"
 
Last edited:
Part 2
Hello, Dimi!


"Masya Allah!!!" Zen terpaksa komat-kamit begitu melihat 1557 notifikasi di ponselnya. Wajar saja sang penulis keselek kurma, cerita religi abal-abalnya yang baru dua bab ternyata sudah memperoleh 1000 vote dan ratusan komentar, padahal belum ada sehari cerita itu dirilis di wattpad. Alhamdulillah, bencana membawa hikmah, batin Zen berkali-kali.

Zen pantas girang. Bagi penulis amatiran yang bercita-cita punya follower sebanyak Crowdstroia, inijelas prestasi.

Zen sadar, proyek ini berpotensi membuatnya dilamar penerbit besar. Dan untuk peluang sebesar itu, cerita abal-abal saja jelas tidak akan cukup untuk membuat namanya terpajang berdampingan dengan Sofi Meloni di Gramedia. Ceritanya butuh referensi yang cukup mumpuni, setidaknya agar tak kalah saing dengan penulis yang rajin mensitir ayat-ayat suci dan hadist dalam ceritanya.

Syahdan. Mencari literasi berfaedah untuk disitasi adalah misi Zen hari ini, karena Freud dan Nietszche di rak bukunya jelas tak akan membantu Zen dalam menulis sebuah kisah religi. Sepulang kuliah siang, sang pemuda mengarahkan skuter tuanya ke toko buku Islami di dekat kampus.

Jalanan sempit yang menghubungkan kompleks kampus dengan perkampungan padat itu masih sarat dengan mahasiswa yang baru pulang kuliah atau sekedar istirahat makan siang. Zen harus mengemudi ekstra hati-hati agar tidak menyenggol bakul angkringan yang berjualan di bahu jalan. Tak lama, kuda besinya sudah terparkir di depan toko.

Indera penciuman Zen segera disambut dengan aroma minyak kasturi ketika membuka pintu. Toko buku itu menjadi satu dengan toko yang menjual busana muslim. Di rak depan dipajang botol-botol parfum warna-warni dan batang siwak yang dikemas rapi. Habattus sauda terletak di rak sebelah kiri, berdampingan dengan madu Yaman dan sari kurma.

Buku-buku agama berada di ruangan yang berbeda. Deretan kitab tafsir Ibnu Katsir adalah yang dilihatnya pertama, disusul Al-Quran terjemahan di sebelahnya. Zen melayangkan pandang merunuti satu persatu judul buku, Shirah Nabawiyah, Riyadus Shalihin karya Imam Nawawi, sampai Shahih Al-Bukhori. Hingga pandangannya berakhir pada sebuah buku novel di rak fiksi, berjudul "Bidadari Surga". Zen tergoda membuka lalu tersenyum-senyum sendiri membayangkan bahwa bahagianya jika konflik cinta segitiga dalam novel bisa diselesaikan dengan poligami.

"Hayoh, senyum-senyum sendiri. Lagi ngebayangin poligami sama siapa?"

Gelagapan, Zen cepat-cepat meletakkan buku dan mendapati seorang bidadari sedang berkacak pinggang tak jauh dari tempatnya berdiri. Masya Allah.

"Dimi?" Zen mengerjap tak percaya.

Lawan bicaranya cepat mengangguk.

Dimi adalah adik kelas Zen di kampus, 3 tahun di bawahnya, tapi kenal muka gara-gara sang pemuda sering mengulang pelajaran semester satu. Sebenarnya sejak awal ospek Zen menaruh hati pada sang bidadari berkerudung biru, sayangnya mereka berbeda kasta, yang satu calon bidadari surga dan yang satu juru kunci neraka.


"D-Dimi... kamu cari buku juga?" Zen berkata tergagap.

Dimi mengangguk. "Kakak?"

"I-iya nih. Lagi cari referensi."

"Skripsi?"

"Cerita," Zen keceplosan

"Cerita apa, kak?" wajah Dimi berubah antusias.

"Cerita religi lah, masa cerita porno, hehehe... he... he...."

"Hehehe, Kak Zenith bisa aja."

"I-iya. B-buat Buletin Kampus, hahaha... ha... ha..."

"Cerita religi, yah... Pasti keren dong kalau Kak Zenith yang nulis, hehehe..."

"Kok tahu? E-emang kamu pernah baca t-tulisan aku, Dim?" tanya Zen takut-takut. Khawatir yang dimaksud Dimi adalah cerita pornonya yang berjudul "Tersedak Nostalgia".

Dimi langsung menunduk tersipu. Gadis manis itu memainkan ujung jilbabnya malu-malu.

Zen selama ini memang dikenal sebagai pengurus organisasi jurnalistik di tingkat Universitas. Meski lebih sering menggoda para adik kelas ketimbang mencari berita, tapi sudah menjadi rahasia umum jika orasi-orasi antikapitalisme sang maestro yang terkenal gokil menjadi artikel paling dicari di buletin kampus yang dibagi gratis setiap selesai sholat jum'at. Dimi adalah salah satu penggemar rahasianya.

"Aku tahu, kok. Kalau Kak Zen mau, kakak pasti bisa nulis cerita religi."

"Hehehe...." dan Zen hanya bisa menggaruk-garuk rambut gondrongnya.

"Jadi mau nulis cerita tentang apa, kak? Dekadensi Moral Peradaban Barat lagi?"

"Ah, terlalu pretensius itu mah. Eh, lagian kamu pernah baca tulisan aku yang itu? Itu tulisan sesat, tahu!"

Tak ingin mati gaya, Zen pura-pura membuka-buka buku tata cara memandikan jenazah, sebelum akhirnya buku bersampul biru laut di ujung rak menyita perhatiannya. Sudut bibir Zen melengkung.

"Mutiara Kitab Tauhid?" Dimi membeliak lebar.

"Back to basic. Buat apa ngomongin jihad dan keutamaan poligami kalau dasarnya aja nggak kuat?"

Senyum Dimi melebar seketika. "Tauhid," desisnya tak percaya.

"Yep. Tauhid," Zen mengamini.

Baru semalam Zen uring-uringan karena ceritanya dihapus. Tapi Allah rupanya bekerja dengan cara-cara misterius. Dan hari itu juga Zen kehilangan orientasinya akan waktu. Pemuda itu hanya ingat kalau ia berbincang-bincang lama mengenai agama dan filsafat dengan bidadari pujaan hatinya. Hampir 22 tahun dirinya menjadi fakir asmara, dan Zen sama sekali tak keberatan kalau ternyata Dimi memang jodohnya.

"Dik Dimi, maukah kau menjadi sajadahku agar aku bisa beribadah di atas tubuhmu?" batin sang pemuda.

"Kak... Kak Zenith kok ngelamun?"

"Eh. Enggak-enggak," sahut Zen gelagapan.

"Kalau Kak Zenith mau diskusi add BBM aku aja," kata Dimi manis. Pin Blackberry yang meluncur dari bibir Dimi mau tak mau membuat senyum lebar ikut mengembang di wajah sang pemuda.

"M-m-makasih."

"Aku yang malah seneng banget denger kak Zenith mau nulis cerita religi. Serius. Sejak awal baca tulisan kakak di buletin, aku tuh tahu kalau kak Zen tuh bisa nulis cerita apa aja," Dimi terdiam sebentar. "Kecuali cerita porno. Aku paling benci sama orang-orang yang ngerusak mental generasi muda!"

Mamfus ana, batin Zen sambil nabok kepala.
 
Last edited:
Part 3
Dimi, Apa yang Kamu Lakukan ke Saya itu Jahara....

Pondokan itu terletak di pinggir areal persawahan yang masih belum terjamah pembangunan kost-kostan. Tembok batu tinggi berwarna hijau tosca tampak memagari kompleks besar yang terdiri ruang kelas, kantor, asrama puteri, dan mushola yang dapat menampung 50 orang santri.

Sekaligus berfungsi sebagai pesantren, tepat jam 4 dini hari penghuninya harus bangun untuk sholat tahajud dan witir. Sambil menunggu waktu subuh, para santriwati biasanya menyetor hapalan pada mentor masing-masing, karena saat-saat inilah otak manusia berada dalam kondisi paling prima untuk menghapal ayat-ayat suci.

Memasuki waktu dhuha, barulah para penghuninya berangkat kuliah seperti mahasiswa pada umumnya. Kegiatan belajar mengajar di pesantren baru dimulai lagi ba'da ashar hingga 2 jam setelah Isya untuk beristirahat.

Namun malam ini ada yang berbeda.

Berkali-kali Dimi tersenyum seorang diri, terkadang mendesah, terkadang mengeluh sambil sesekali berucap istighfar. Lampu kamar sudah dipadamkan, dan yang ada hanyalah cahaya layar ponsel yang tidak bisa lepas dari tangan Dimi sejak tadi, tapi senyum cerah di wajah manis itu seolah ingin lebih bersinar lebih terang dari matahari di Padang Arafah.

"Ukhti, kenapa anti senyum-senyum sendiri?" bertanya Husna, teman sekamarnya.

"Ndak. Ndak ada apa-apa, ana tidak apa-apa...." sahut Dimi gelagapan dengan wajah yang bersemu. Menyebut nama seorang aktivis kampus berambut gondrong dan berjambang tebal beresiko membuat Dimi menjadi bulan-bulanan, setidaknya selama satu tahun ke depan. Untuk itu, Dimi memilih bungkam.

Melangkah di jalan Tuhan bukan berarti engkau tidak boleh jatuh cinta. Husna sendiri sudah dipinang oleh teman masa kecilnya di Malang. Selepas lulus kuliah, insyaallah cinta keduanya akan dipersatukan dalam akad nikah. Dan kini melihat tanda dan gejala si kecil Dimi mulai dilanda virus-virus cinta, Husna terlalu penasaran untuk tidak bertanya.

"Siapa? Bang Gaza, ya?"

"Astaghfirullah! Mbak Husna apaan, sih?"

"Kalau bukan Bang Gaza, pasti Akhie Romadhoni..."

"Husy! Mbak!" delik Dimi panik.

Husna terkikik-kikik melihat Dimi yang makin salah tingkah. Hingga akhirnya cubitan keras yang mendarat di pinggang Husna membungkamnya untuk berhenti menggoda sang adik kelas yang wajahnya kini semakin mirip kepiting rebus.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Dimi baru berumur 19 tahun bulan lalu, tapi anak itu sepertinya lebih tertarik membaca buku-buku sastra dan menulis cerita ketimbang ta'aruf dengan lawan jenis.

Sang gadis aktif di sebuah situs berbagi cerita bernama wattpad, meski hanya Husna seorang yang tahu rahasia ini. Reputasi dunia oranye yang pernah terkenal sebagai sarang cerita mesum adalah tentu menjadi penyebabnya.

Teknologi adalah pedang bermata dua, bisa menghantar kita ke surga, atau malah menjatuhkan kita ke dasar neraka, begitulah prinsip Dimi. Generasi muda perlu dimudahkan dalam mengakses bahan bacaan yang bergizi, itu adalah alasan Dimi gigih mengkampanyekan gerakan membaca sehat di dunia oranye.

Dari dulu, Dimi paling muak dengan cerita-cerita bersampul seronok yang diembel-embeli adegan seks untuk menarik pembaca. Pornografi dapat merusak otak dan merusak moral generasi muda! Titik. Bagi Dimi itu adalah nilai yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Begitulah setidaknya. Perjuangannya memberangus literasi beracun masih terus berjalan, sampai maestro dari kerajaan lendir menyerang.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


ajayvijayhotahai, Dimi hanya tahu nama pengarang yang selalu berhasil membuatnya memendam dongkol karena status-status sang penulis mesum yang ia rasa sering nyinyir terhadap gerakan wattpad bebas pornografi.

Nama itu baru muncul awal tahun ini. Follower-nya baru 1.400, kalah jauh dari Dimi yang menyentuh angka 20.000 lebih. Anak bau kencur, batin Dimi, meski seringkali ia mendengar nama newbie itu menjadi buah bibir di lini masa. Konon kabarnya sang penulis dulunya adalah maestro cerita porno sebelum pindah ke wattpad, tapi Dimi tidak peduli.

Yang jelas, gerakan wattpad bebas pornografi yang diperjuangkannya selama ini terancam karena pengikut setia sang penulis mesum ikut hijrah dari dunia lendir ke dunia oranye, bahkan orang itu malah mendapat banyak penggemar baru yang memuji-muji bahwa cerita erotis bisa juga dikemas secara elegan. Cih! Di mata Dimi, sampah tetaplah sampah. Sampai Yaumul Kiamat pun Dimi bersumpah tidak akan pernah membaca cerita-cerita semacam itu.

Selama ini Dimi hanya mampu bersabar melihat tingkah laku si penulis mesum. Tapi ketika orang itu menulis cerita religi abal-abal yang penuh narasi provokatif, Dimi tidak bisa lagi berdiam diri. Teritorinya sudah dimasuki.

Sebuah laporan kepada admin, sudah cukup untuk membuat cerita itu dilenyapkan dari muka bumi.


Dimi... yang kamu lakukan ke saya itu.... jahara....

°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Notifikasi di layar ponsel membuat percakapan Dimi dengan cinta platoniknya terhenti. Komentar dari seorang pembaca yang juga di-follow-nya muncul di lini masa. Dari sebuah cerita yang judulnya memang sudah diganti, tapi Dimi yakin itu adalah cerita yang sama yang kemarin diberangusnya.

@puteri_ceria: turut berduka cita atas lapak Drama Religi Faling Varokah-nya.

@deceitfulfacade: tampol ampe miring-miring!

Wajah Dimi yang tadinya kasmaran berubah merah padam. Dari mana logiknya cerita si penulis mesum yang sudah ia ganyang berani-berani menampakkan diri kembali di dunia oranye? Terlebih lagi, cerita itu kini mendapat vote dan komentar bekali-kali lipat dari sebelumnya. Kebanyakan ucapan simpati dari pembaca kepada sang penulis yang ceritanya dihapus dengan semena-mena.

Dimi memajukan bibirnya, gemas sendiri dengan persistensi penulis yang satu ini. Rasanya baru kemarin malam Dimi melaporkan cerita itu dengan alasan menyinggung SARA, tapi hari ini si penulis mesum sudah merilis ulang karyanya dengan judul yang berbeda. Memang, kali ini narasi-narasi provokatif dan kata-kata umpatan sudah dihilangkan, tapi tetap saja hujatan kepada sang pelapor (yakni dirinya) di kolom komentar tak ayal membuat telinga Dimi memerah.

Huh! Ini tidak bisa dibiarkan!

Telunjuk Dimi sudah berada di atas tombol 'report' untuk kali kedua, ketika sudut matanya menangkap sebuah paragraf baru yang belum pernah ia baca di cerita sebelumnya...


"Mungkin Allah sudah lama tidak setuju. Mungkin dari awal aku memang sudah ditakdirkan sebagai penghuni neraka. Tapi jika nama Tuhan hanya boleh diseru oleh orang-orang suci, di mana tempat para pendosa untuk kembali?"

Mendadak gerakan jari Dimi berhenti... dan tanpa sadar matanya ikut bergerak merunuti paragraf selanjutnya...


"Selama ini cerita religi seolah-olah hanya boleh disuarakan dari bibir orang-orang alim dan sholeh. Kali ini, aku mau bikin sebaliknya. Tentang para pendosa yang mencari jalan kembali menuju Tuhan dari tempat yang paling berlumpur."


Dimi terdiam, tidak menyangka kata-kata itu bisa keluar dari tangan seorang penulis yang begitu liberal menggunakan kata-kata berlendir dalam cerita-ceritanya. Lama, Dimi memandangi layar ponsel dan hanya mendapati pantulan wajahnya sendiri di dalamnya...

"Dimi, kenapa anti menangis?"

Husna yang muncul dari balik punggungnya membuat Dimi tersentak. Jarinya yang tadinya hendak menekan tombol 'report' malah terpeleset ke tombol 'follow'.

"ASTAGHFIRULLAH!!!" jerit Dimi panik.
 
Last edited:
Part 4
Dimi Majnun


Seorang penulis cerita religi mem-follow maestro cerita porno, apa kata dunia? Lekas-lekas Dimi menekan tombol unfollow. Tapi terlambat, notifikasi yang sudah kadung tersebar di lini masa membuatnya para pengikutnya penasaran, siapakah sosok istimewa yang di-follow oleh pemilik akun ElizaMayarani ini?

Selama berkarir di dunia oranye, Dimi memang dikenal pelit dalam melakukan folbek. Dari duapuluhribuan pengikut, yang balik di-follow bisa dihitung jari, itupun hanya teman-teman dekat dari kelompok kepenulisannya saja. Dan ketika sang penulis mem-follow makhluk tidak dikenal dari kerajaan lendir, maka yang terjadi adalah kehebohan yang lebih greget dari serangan negara api.

Rashad Teriyaki cieee akhirnya kesengsem juga sama tulisannya Oom Vijay nih ceritanya...

Si Dimi majnun cuma bisa nepok jidat. Sudah menjadi postulat tak tertulis jika seorang penulis ber-follower puluhan ribu melakukan folbek atau memberi vote pada sebuah cerita gurem, kemungkinan besar pengikut-pengikutnya juga akan ikut membaca cerita tersebut. Benar saja, tidak sampai sehari, akun ajayvijayhotahai mulai ramai disebut-sebut dalam lini masa. Dan nggak cuma itu, follower si penulis semvak juga bertambah 1.000 orang dalam semalam, kebanyakan ukhti-ukhti manis berjilbab. Masya Allah!

Wajar saja si Dimi sebel, dalam hitungan menit follower si penulis kampret terus bertambah dalam deret eksponensial, hampir mirip dengan fenomena sairaakira tempo hari. Dan bukan tidak mungkin jumlah follower-nya disalip oleh sang penulis porno, padahal buat mendapatkan 20.000 pengikut saja, Dimi harus koprol-koprol promo di sana-sini. Huft!

Dimi: Sumpah ini nyebelin banget, kak!

Zenith: kenapa lagi, wahai adik... mwahaha....

Dimi: Pernah nggak Pernah nggak sih, kak Zenith ngerasa kakak udah berjuang keras banget buat ngedapetin sesuatu, tapi justru orang lain yang ngedapetin itu?

Zenith: Pernah lah! Dulu ane pernah pedekate lama banget ampe koprol-koprol, eh tapi ternyata dia dilamar sama orang lain. Semvak, lah.

Dimi terpaksa terkikik-kikik membaca balasan chat dari pemuda itu. Cuma Zenith yang tidak ragu-ragu menggunakan kata-kata semacam 'semvak', 'kamfret' ketimbang jaim dan sok alim seperti pemuda lain.

Dimi: bener tuh. Kadang ngerasa keberhasilan justru diperoleh sama orang yang nggak layak.

Zenith: Siapa yang menentukan layak atau enggak layak?

Dimi: Allah?

Zenith: Nah. Bukan kah tanah liat tidak akan pernah berhak memprotes pembuat tembikar yang menjadikan wadah satu lebih mulia sedang dari yang lain lebih nista?

Dimi: hihihihi... kak Zenith makan apaan sih, sampe bisa nulis kaya gitu.

Zenith: benernya otak ane tuh pinter Dim, cuma gara-gara kebanyakan makan micin jadinya kaya sekarang...

Dimi senyum-senyum melihat balasan chat Zenith, sebelum kembali manyun melihat follower si @ajayvijayhotahai yang makin bertambah. Senyum lagi. Manyun lagi. Senyum lagi. Manyun lagi. Tanpa menyadari dirinya sudah dibikin majnun oleh orang sama...

Husna cuma bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak yang belum ada setahun lulus SMA itu. Ternyata bukan cuma khamr yang bisa memabukkan, cinta pun bisa memberikan efek yang sama... ahay...


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​

Suasana ba'da dzuhur di kampus itu tampak tak jauh berbeda dari biasa. Beberapa mahasiswa mengisi perut di kantin, beberapa menunaikan sholat dzuhur di mushola meski harus berdesak-desakan dan menunggu giliran.

Kalau jodoh sudah di tangan, semesta selalu memberi jalan, Dimi selalu meyakini itu. Tak ada satupun kejadian di semesta termasuk pergerakan angin dan daun selain yang telah ditetapkan Allah SWT di Lauh Al-Mahfudz, termasuk ketika keduanya berpapasan di pintu keluar mushola.

"Wa alaikum salam," jawab Dimi gelagapan tak menyangka Zenith akan menyapa lebih dahulu. Lekas-lekas ia memalingkan wajah untuk menghindari kontak mata dengan lelaki yang bukan muhrim.

"Lho, kok? Ane malah yang belum bilang salam. Assalamualaikum, hehe.."

"Oh, i-iya, ya... hehehe... btw, T-tumben nih, sholat berjamaah... hehehe..." salah tingkah, Dimi segera mengalihkan topik pembicaraan.

"Iya nih, bosen sholat sendiri... pengennya sih... uhuk.. sholat berjamaah sama istri..."

"Eh? Kak Zenith bilang apa?"

"Enggak... nggak apa-apa..." sahut Zen cepat lalu mengenakan sepatunya sambil cengegesan. "Kamu ambil kuliah siang, Dim?

Dimi cepat mengangguk.

"Bareng, yuk. Tar quiz aku nyontek kamu, yah..."

Dimi mengangguk lagi, tapi kali ini diikuti senyum lebar yang seolah tak bisa berhenti melengkung dari bibirnya.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Syahdan, keduanya berjalan beriringan di jalan setapak yang dinaungi pohon akasia menuju ruang kelas sambil bertukar cerita. Di sekitar mereka masih sarat mahasiswa, sehingga syaitan merasa tak perlu menghadirkan diri sebagai orang ketiga.

Sebenarnya pemuda itu cukup tampan, tapi sayang kebanyakan makan micin batin Dimi menganalisis. Rambut ikalnya dibiarkan memanjang sedagu dan brewok tebalnya menyembunyikan raut peranakan arab yang berdagu lancip dan berhidung bangir. Dimi membatin, jika saja sang pemuda mau lebih waras ketimbang berkeliaran dengan celana jins butut dan kemeja flanel yang tak pernah dicuci, insyaallah akan banyak gadis-gadis yang bersedia diajak membina mahligai rumah tangga.

Zenith adalah golongan yang biasa disebut sekuler, tidak pernah alpa beribadah, tapi sekali-kali juga berbuat dosa. Amar Ma'ruf nyambi Munkar, begitulah menurut pengakuannya.

Waktu temen-temen kost-nya pada asyik kumpul kebo sama pacar masing-masing, Zen cuma bisa coli. Bukan karena takut dosa, tapi karena tak ada satupun lawan jenis yang bersedia diajaknya berzina.

"Gimana mau minum khamr, minum air tape saja ane teler," pungkas Zen pasti.

"Hehehe... Dari awal aku tahu kok, kalau sebenarnya Kak Zenith itu sholeh..."

"Sholeh apaan. Dosa aku banyak, Dim," sahut Zen sungguh-sungguh. "Aku sholat bukan karena aku orang sholeh, tapi justru karena ngerasa dosa-dosa aku banyak. Banget."

"Sama..." desah Dimi putus asa.

Zen langsung mengernyit. "Eh? Kamu barusan bilang apa?"

"Eng-enggak. Enggak apa-apa. Hehehe..." Dimi langsung berkelit. "Oh, iya.... G-gimana cerita religinya?"

"Ah-oh! Ya... iya gitu... deh," giliran Zen yang gelagapan. Karena sudah kadung bilang mau menulis cerita religi untuk buletin, mau nggak mau Zen harus menyiapkan plot kedua agar cerita religinya tidak terlalu sama dengan yang di wattpad.

"Premisnya simpel aja: ada abah-abah penjaga warung, suatu hari kedatengan pemuda yang ngaku berzinah dengan puterinya. 'Maafkan ana, bah... ana telah berzinah dengan puteri antum', kata si pemuda. 'ASTAGHFIRULLAH! Kapan? Di mana?' si abah langsung stress. 'Kemarin bah, di warung ini, waktu nggak ada orang. Tapi ana bersedia menikahi puteri antum, bah...' Jawab si pemuda... dan si abah cuma bisa komat-kamit astaghfirullah..."

Dimi terkikik-kikik. "Cerita religi apaan, tuh?"

"Dengerin dulu. Gini twist-nya: setelah si abah nanya-nanya kronologisnya, ternyata waktu nerima kembalian tangan si pemuda nggak sengaja megang tangan anaknya si abah. Karena si pemuda tuh ngerasa kalau sentuhan kulit bukan muhrim tuh udah termasuk berzina."

"Horeeee..." Dimi bertepuk tangan. "Keren-keren-keren..."

"Hehehehe...." Zen langsung garuk-garuk kepala.

"Beneran, lho. Keren. Ringan. Lucu. Twist-nya juga dapet. Dan yang paling penting ada muatan dakwahnya. Kayanya Kak Zenith nih udah biasa nulis cerita, ya? Hayo ngaku..." Sepasang mata Dimi bergerak menyelidik.

Sering. Banget. Jawab Zenith dalam hati. Tinggal kamu mau cerita yang mana? Rintihan Malam Pertama. Terjebak dalam Birahi. Kondom di Atas Bantal. Bikini Hitam Tante Cathy. Anak Bandel. Penyamun di Sarang Perawan. Dan yang paling fenomenal: PARADISKO, kisah seorang koreografer yang berguru pada penari Bali yang malah jatuh cinta pada anak sang seniman.

"Aku tahu kok, Kak Zenith pasti udah sering banget nulis cerpen," desak Dimi lagi. "Kelihatan banget dari cara ngebangun adegan dan twist-nya."

"Eng-enggak, lah... kamu tahu sendiri, tulisan-tulisan aku mah politik semua," kelit Zen mati-matian.

"Bohong...."

"K-kamu sendiri? Hayoh. Kok kayanya ngerti banget soal nulis cerpen? Hayoh ngaku... pasti juga sudah sering nulis..."

Ditodong seperti itu, giliran Dimi yang menunduk. Pipinya yang tadinya berwarna putih mendadak merona merah muda seperti warna jilbabnya. Sebenarnya dari awal Dimi ingin menunjukkan cerita-cerita religi yang ditulisnya di Wattpad, tapi tak ingin citranya sebagai gadis baik-baik rusak karena disangka rajin membaca cerita bersampul seronok yang memang bertebaran di dunia oranye.

"Tapi jangan bilang siapa-siapa, yah..."

Zen mengangguk pasti.

"A-aku... nulis di wattpad, loh..."

"Hah? Wattpad?"

"I-iya, t-t-tapi cuma cerita religi, bener!" sahut Dimi. Panik, tanpa sadar lawan bicaranya dilanda kepanikan yang sama.

Mamfus ana! Dunia memang sempit, Zen langsung membatin panik. Gimana kalau Dimi pernah ngebaca cerita-cerita ane?! Tapi nggak mungkin lah, si Dimi mampir ke lapak ane, batin Zen menghibur diri. Nggak mungkin cewe soleha kaya Dimi ngebaca cerita-cerita bokep ane...

"Kak Zen kenapa? Ilfil yah gara-gara aku nulis di Wattpad?"

"W-wetped teh apaan yah, Dim...?" Zen pura-pura amnesia.

"Wattpad itu semacam aplikasi berbagi cerita, kak," papar Dimi polos. "Di Wattpad banyak cerita-cerita bagus, lagi. Cuma cara-gara orang yang suka nulis cerita porno, reputasi wattpad jadi rusak kaya gini. Makanya aku tuh paling benci sama penulis-penulis yang ngandelin adegan-adegan erotis buat narik pembaca, terutama si ajayvijayhotahai!" ucap Dimi penuh kebencian.

Mendadak Zen jadi kepengin pergi ke hutan dan lari ke pantai.
 
Last edited:
Part 5
Tobat Kagetan


Hidup nggak seindah drama Korea, kisah cintanya nggak se-unyu yang kamu tonton. Ketika Zen merasa seluruh semesta berkonspirasi menjodohkannya dengan sang bidadari surga, di saat yang sama pula Dimi justru membenci ajayvijayhotai, -alter ego Zen karena dianggap Dimi mempromosikan pornografi di dunia oranye.

Harusnya Zen sadar dari awal, Allah tidak akan dengan mudahnya menjodohkan juru kunci neraka dengan calon bidadari surga seperti Dimi. Kali ini, sepertinya Allah benar-benar menguji sang penulis mesum, apakah tobatnya benar-benar taubatanasuuha –taubat yang sebenar-benar taubat- ataukah cuma sekedar tobat kagetan.

"Masa ane kudu unpublish cerita-cerita mesum dan jadi penulis religi fulltime , sih?" ujar Zen lemas, memandangi daftar panjang portofolio cerita mesumnya di wattpad dan forum lama yang berpotensi bisa menjebloskan sang penulis ke dalam api neraka.

Zen mendengus putus asa, berharap Allah tidak buru-buru menutupkan pintu surga untuknya. Karena bukannya Zenith tidak pernah mencoba tobat sebelumnya, tiap tahun terutama di bulan Ramadhan, Zen selalu dihantui rasa bersalah. Sang penulis mesum khawatir tulisan-tulisan pembangkit syahwatnya bisa menjadi dosa Jariyah yang akan membebani pundi-pundi dosanya di Yaumul Hisab kelak.

Tapi ba'da Idul Fitri, setan-setan lendir rupanya ikut dibebaskan dari belenggunya. Tak seberapa lama, sang maestro mulai sakaw nulis cerita ena'ena'.

"Sob, seriusan ente mau tobat nulis cerita porno?" bertanya Rosyid, sahabatnya di forum lama. "Ente tahu nggak, Forum kita geger gara-gara ente nulis cerita religi di wattpad! Tuh momod velgkampret dari kapan hari nanya-nanya mulu ke ane."

"Apa boleh buat, sob. Demi bidadari surga ane..."

"Tobat mah demi Allah, bukan demi manusia! Dasar brewok bahlul!"

"Yang ini beda, Sid! Kali ini ane janji bakalan persisten dan konsisten!"

"Halah, paling habis ini ente nulis cerpan manusia harimau pakai akun kloningan!"

"Yah, mau gimana lagi, Sid. Bujukan setan emang kuat," sahut Zen lemas.

"Ente mau nyalahin setan? Dari jaman Nabi Adam, yang namanya Setan ibaratnya cuma nyediain korek api dan bensin. Sedang keputusan buat ngebakar atau enggaknya, semata-mata berada di tangan manusia. Kadang ane kasihan sama yang disebut setan, mereka cuma dijadiin kambing hitam oleh manusia yang nggak bisa mengelola nafsu binatang di alam bawah sadarnya," papar Rosyid yang anak psikologi.

"Ish... ish... ish... ustadz kagetan... varokah banget tausyiah antum...." Zen geleng-geleng kepala mendengar ucapan sang bandar bokep.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Adalah Sid, alias Rosyid, alias Kakek JAV, sepupu si brewok. Konon katanya persaudaraan lebih kental daripada sperma. Seperti itulah Zen dan Rosyid, sohib kental sejak jaman firaun masih pake Nokia 3200.

Dari SMP Rosyid sudah dijuluki kaisar bokep, karena seringnya anak itu mendapatkan material pornografi dari internet yang disebarkan kepada teman-temannya di sekolah, sementara Zenith berjuluk dewa bokep berkat beragamnya referensi cerita stensilan yang dikoleksi anak itu sejak jaman situs 17tahun.com.

Menginjak bangku kuliah, petualangan keduanya mulai merambah dunia lendir orang dewasa: Sid punya lapak DVD bokep online yang mencangkup beragam genre: barat, jav, igo, bukake, yuri, futanari, shibari, sampai bestially.

Tidak akan ada yang percaya, kalau sang maestro sex selama ini ternyata masih perjaka. Sex scene-nya yang terkenal fantastis: adegan gadis blasteran yang dilukis bugil dan berhubungan intim diam-diam di depan ayahnya, adegan threesome di tepi landasan pacu, semata-mata hanyalah fantasi erotisnya yang tidak mendapatkan penyaluran.

"Kalau itu alasannya Terus ente kenapa dulu ente nggak mau dinikahin sama ponakannya Wak Haji Sukri?"

"Masyaallah! Anaknya kan masih SMP! Emangnya ane Syekh Mudji!" sahut Zen tidak terima.

"Ya elah, itu kan dulu! Sekarang anaknya paling udah SMA atau kuliah, kali!"

"Terus, kenapa bukan ente aja yang terima, Sid? Bukannya ente juga ditawarin.?"

Sid tersenyum mesum, sambil mengusap dagu layaknya sang kanjeng yang bisa menggandangkan uang.

"Antum tidak mengerti, wahai anak muda. Kimcil bukan selera ane.... Selera ane yang 20 tahun lebih tua... beda 20 tahun itu seksi..." jawab Sid bangga.

Entah Zen kepingin nangis atau gantung diri pake tali beha.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


"Kak... Kak Zenith kok diem aja?" Dimi menaikkan sebelah alisnya, menyadari sang pemuda hari ini lebih banyak diam ketimbang menggila seperti biasa. Padahal selepas dzuhur, keduanya sudah berjanji bertemu di perpustakaan untuk brainstorming cerbung baru milik Dimi.

Perpustakaan jurusan sosial itu dipenuhi mahasiswa angkatan akhir yang mencari bahan skripsi, atau anak-anak baru yang mencari sinyal wifi. Baru direnovasi, kali ini para mahasiswa tidak perlu lagi menghirup aroma apek buku-buku tua, karena koleksi lama kini diletakkan di bagian belakang dalam lemari kaca, sedang di bagian atrium depan rak besi mengkilap dan leretan literatur terbaru siap menyambut pencari ilmu yang memerlukan asupan referensi bergizi.

Zen dan Dimi duduk di meja panjang di antara tumpukan buku-buku novel klasik yang diletakkan bersebelahan dengan referensi teologi. Di hadapan keduanya masing-masing terbuka laptop yang sekaligus difungsikan sebagai penghalang pandang. Petugas perpustakaan berdehem sesekali tak jauh dari Zen dan Dimi, sehingga setan tak memiliki nyali untuk mendekati.

"Kak... Kak Zenith... gimana cerita aku yang baru... bagus, nggak?" Dimi mengerjap penuh harap. Sementara Zen hanya bisa memandangi cerita wattpad sang gadis manis di layar monitor dengan hampa.

Zenith kenal akun itu. Akun penulis religi yang mem-follow-nya beberapa hari yang lalu, tapi entah kenapa buru-buru di unfollow.

Zen menghela nafas berat.

"Kenapa, kak? Cerita aku jelek, yah?"

"Eng-engak, kok... hmm... gimana, yah... Terlalu banyak dialog, Dim. Kurang naratif."

Dimi ikut membaca di layar monitornya, lalu manggut-manggut sendiri.

"Iya juga, ya..."

"Bener kan, jadinya kaya dialog sinetron."

"Hehehe. Seneng deh kalau ada yang ngasih masukan kaya gini, nggak cuma muji-muji doang. Makasih, kak. Aku seneng banget loh, bisa ketemu sama senior yang sama-sama suka nulis, hehehe..."

Seharusnya Zenith bahagia. Hari ini bisa berkencan secara syar'i dengan gebetan barunya. Semakin ia bercakap-cakap dengan Dimi, semakin Zen merasa dirinya menemukan belahan jiwa yang dulu pernah berjanji di alam ruh untuk saling menemukan ketika terlahir ke dunia. Namun semakin ia mengenal Dimi, semakin Zen menyadari bahwa masing-masing tengah berjalan menuju arah yang berbeda.

Lagi-lagi, Zen menghela nafas berat.

"Kak Zenith kenapa? sakit, ya?"

"Eng-enggak," jawab Zen cepat.

"Kak, kalau kakak ada masala,h boleh loh cerita ke aku."

Zen melipat tangan di depan dada, berpikir keras bagaimana cara mengatakan kegalauannya pada Dimi.

"Dim, pernah nggak mikir jalan ke surga itu susah banget."

"Nggak ada yang pernah bilang mudah, kan?"

"Maksud aku, gimana kalau dari awal aku emang udah ditakdirkan masuk neraka. Jadi sekeras apapun usaha yang aku lakukan buat menuju pintu surga, tapi ujung-ujungnya balik ke jurusan neraka lagi."

"Astaghfirullah.... nyebut, kak..." Dimi langsung komat-kamit. "Nggak boleh berburuk sangka sama Allah!"

Zen tersenyum pahit.

"Jangan berputus asa sama rahmat Allah, kak," jawab Dimi manis. "Nggak ada manusia yang sepenuhnya bersih dari dosa. Kebaikan dan keburukan senantiasa seperti benang putih dan hitam yang saling jalin-menjalin." Dimi terdiam sesaat, "Tapi jika nama Tuhan hanya boleh diseru oleh orang-orang suci, di mana tempat para pendosa untuk kembali? Bukankah para pendosa juga berhak mencari jalan kembali menuju Tuhan dari tempat yang paling berlumpur?"

Zen merinding mendengar Dimi mengutip tulisannya.

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

"Katakanlah: "Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Az-Zumar: 53)

Mata Zen berkaca-kaca. Senyum tulus gadis manis berjilbab syar'i di depannya ini membuat Zen rela menukar ketenaran sebagai penulis online dengan sebuah rumah kecil di surga.

"Kenapa sih Dim, nggak dari dulu aja kita ketemu?"

Dimi mengangkat bahu ringan. "Mungkin memang gitu barangkali jalannya, hehehe... Emang, kalau kita kenal dari dulu, kak Zenith mau ngapain?"

"Ngelamar kamu."
 
Last edited:
Part 6
Sabotase Hati


"Kenapa sih Dim, nggak dari dulu aja kita ketemu?"

Dimi mengangkat bahu ringan. "Mungkin memang gitu barangkali jalannya, hehehe... Emang, kalau kita kenal dari dulu, kak Zenith mau ngapain?"

"Ngelamar kamu."

"Eh? Kak Zenith bilang apa? Kak Zen.... nggak lagi nembak aku, kan?" Dimi bertanya polos.

"Aih, kalau ditembak ntar kamu mati dong, Dim... hehehehe..." gombal Zen yang urat malunya sudah putus sejak lama. "Tapi kalau kamu mau, yah... hehe..." Si bandit cinta dengan pede menggaruk-garuk rambut gondrongnya yang belum keramas sebulan.

Sementara Dimi hanya menunduk tersipu. Lama. Sambil sesekali tersenyum dan memainkan ujung jilbabnya. Zen sudah siap-siap nyanyi lagu 'Risalah Hati' ketika akhirnya gadis manis itu menjawab nyaris tanpa suara:

"Dimi mau kita gini aja, kak..."

"Yah... jadi ane ditolak, nih?"

"Eh? N-nggak juga, sih...," sahut Dimi cepat.

"Terus?"

"Pacaran itu lebih enak setelah nikah, kak."

Asoy! Cewek syar'i, cuy! batin si brewok girang.

"Lagian kita kan baru bener-bener kenal belum ada seminggu. Dimi masih pengin kenal kak Zenith lebih jauh lagi... lebih banyak lagi.... sebelum akhirnya... kita..."

"Nikah?"

Dimi tidak menjawab, tapi rona-rona kemerahan di wajahnya yang tersenyum bahagia sudah cukup menjawab semua pertanyaan sang bandit cinta yang sukses menggondol hati sang perawan surga. Warbyasah!


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Terang saja Zenith girang. Buat cowok sengklek macam Zen, hal ini tidak akan terjadi jika tidak ada campur tangan kosmik yang ambil bagian dalam jalannya sejarah.

Ibarat buku, Zenith adalah cowok P.O. yang udah bertahun-tahun ngebuka pre-order tapi tetep nggak laku-laku. Bukan karena kurang modal tampang, tapi karena cewek-cewek lebih merasa nyaman buat menjadikan si brewok sebagai teman curhat ketimbang pasangan berkembang biak.

Alkisah, awal kuliah do'i pernah pedekate sama teman satu angkatannya yang bernama Monik, bahkan sempat pacaran dua minggu, meski lebih seringnya Zen dijadiin sopir+kacung, sebelum akhirnya diputusin dengan alasan "Kamu terlalu baik buat aku."

Dua tahun Zen (yang kelakuannya sejak awal cuma beda tipis sama lulusan Pakem), jadi mirip orang gila beneran gara-gara ngejar-ngejar Monik yang -entah kenapa- meski sudah putus tapi tetap saja nge-PHP-in si brewok. Alasannya "Aku nggak mau setelah kita putus kita jadi musuhan. Kita sahabatan aja, boleh ya?"

|Pakem = ada RSJ di daerah Pakem, Yogyakarta|

Syahdan, selama dua tahun pemuda itu harus rela jadi tong sampah curhat-curhatan Monik yang nggak bisa ngelupain mantannya cowok anak Akmil, sambil tetap dijadiin kacung sekali-sekali. Si brewok bahkan sudah mengabadikan kisah tragis ini dalam ceritanya yang berjudul "Tersedak Nostalgia" yang kelak membuatnya dikenal sebagai master galau di forum Ucil.

Ikhlas, dan Allah akan mengganti dengan yang lebih baik. Karena satu tahun lalu, waktu jadi panitia ospek, Zenith bertemu anak baru bernama Dimi, gadis berjilbab yang senyumnya semanis kurma... yang sekarang sukses diajaknya pacaran... ehem... maksud ana: 'ta'aruf... la... la... lala...

Mungkin ada hikmahnya juga ane nulis cerita religi, batin Zen lalu ambil air wudhu. Ternyata benar yang dibilang sama Pak Ustadz: hidayah itu dicari, bukan ditunggu.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​

(الم (١

(أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ (٢

(وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (٣

1. Alif Laam Miim

2. Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan hanya dengan mengatakan, "Kami telah beriman," dan mereka tidak diuji?"

3. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

(QS. Al-Ankabut: 1-3)

°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Lembar baru kehidupan Zen dimulai sejak saat itu. Cerita-cerita esek-eseknya –baik yang di wattpad atau di forum- di unpublish tanpa banyak kata. Kegiatan sehari-harinya kini lebih banyak diisi mengaji dan menulis cerita religi –berdua- bersama Dimi di perpustakaan kampus setelah sholat dzuhur berjamaah.

Sayangnya, tidak semua orang suka dengan wacana pertobatan sang maestro, Monik adalah salah satunya.

"Kemaren do'i nulis cerita religi. Sekarang cerita-ceritanya malah dihapusin. Maunya apa sih, itu orang?" dengus Monik kesal.

"Katanya sih tobat, Mon," jawab Rosyid enteng.

"Hah? Seriusan Zenith tobat?"

Rosyid hanya mengangguk, karena mulutnya tengah penuh berisi kwetiaw lada hitam yang dilahapnya tanpa dikunyah. Dunia lendir memang sedang heboh karena sang maestro pensiun dini. Monik yang notabene anak forum ikutan penasaran, malah saking penasarannya Monik sampai harus menyogok Rosyid makan di kantin kampus demi menginterogasi sepupu si brewok itu.

"Tapi gue yakin sih, Sid. Nggak nyampe satu bulan anak itu udah kambuh nulis stensilan..." kata Monik lagi.

"Biasanya sih gitu, tapi kali ini kayanya tobatnya kayaknya bakalan istiqomah... soalnya..."

Sebelah alis Monik terangkat. "Soalnya apa? ngomong jangan setengah-setengah, lu!"

Rosyid menelan ludah. "Tapi ente jangan bilang tahunya dari ane, ya."

Monik cepat mengangguk.

"Si brewok lagi punya gebetan baru."

"Haaah?"

"Solehah, anak Rohis, calon penghuni surga," jawab Rosyid mengompori.

"Haaaah?" Monik bertambah syok. "Sejak kapan Zen demen sama cewek model-model akhwat kaya gitu?!!!"

"Nape? Ente cemburu sama Zenith?"

"Idih, najis, lu! Ngapain juga gue cemburu sama dia!" sambar Monik cepat.

Rosyid hanya tersenyum geli melihat wajah Monik berubah merah padam.

Monik adalah gambaran sempurna tokoh-tokoh cewek dalam sinetron yang ketebelan make-up: cewek blasteran dengan bibir sensual yang selalu tampak basah dan rajin mendesah. Lengkap dengan pinggul semlohai dan bemper cup C yang dijadikan Zenith sebagai inspirasi cerita esek-eseknya selama ini.

Dua tahun Zen istiqomah ngejar-ngejar Monik buat ngajakin balikan. Meski selalu menolak, diam-diam Monik selalu menikmati setiap momen sang pemuda mengemis cinta pada dirinya. Bagi Monik, penggemar gila seperti si brewok membuatnya merasa selalu dipuja-puja seperti artis korea.

Kenyataan bahwa Zen berhasil move on mau tidak mau membuat Monik kebakaran bulu ketek. Monik memang tidak pernah berencana menjadikan Zen sebagai pendamping hidup untuk seterusnya, tapi Monik juga tidak bisa terima kalau kacung kampretnya berpindah ke lain hati.

Zenith adalah sepasang sepatu usang yang sudah tidak dipakai lagi oleh Monik, tapi –entah kenapa- tidak rela untuk diberikan kepada orang lain begitu saja.

"Terus gebetannya udah tahu kalau Zenith itu maestro cerita porno?"

"Nggak mungkin, lah!" sahut Rosyid cepat.

"Ach, so..." Monik tersenyum simpul ketika otaknya mulai mensintesis rencana jahat.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Tapi gimana caranya? Seharian itu Monik berpikir keras sampai-sampai pidato Pak Dekan yang memberikan pengarahan KKN tidak didengarkannya lagi. Meski kelakuannya cuma beda tipis sama Rasi dan Urmila di sinetron Gopi, Monik samasekali nggak mau dikatain antagonis. Misi sabotase hatinya harus dilakukan secara elegan.

Sudut mata Monik bergerak nyalang mencari-cari penampakan si brewok di antara mahasiswa tingkat tiga yang berkumpul di auditorium untuk pembekalan KKN. Semester 6 akan berakhir sebentar lagi, dan itu artinya anak-anak tingkat tiga macam Zen dan Monik diwajibkan untuk mengikuti program wajib dari Universitas sebelum diperbolehkan menulis skripsi.

Pandangan Monik tertumbuk pada sesosok pemuda yang tersenyum-senyum sendiri. Awalnya Monik nyaris tak mengenali. Rambut gondrong dan brewok gerandong Zen kini dipotong mirip kaya Wak Doyok. Kemeja flanel kotak-kotak yang sehari-hari dipakai sang pemuda kini berganti kemeja putih yang dimasukkan ke dalam celana bahan.

Berdehem pelan, si cewek bahenol duduk di sebelah Zenith yang sedang asyik BBM-an sama gebetan barunya.

"Sekarang sombong, yah.. nggak pernah nyapa-nyapa lagi."

"Ah, biasa aja kali, Mon," sahut Zen acuh tak acuh, karena di alam mimpi dirinya dan Dimi sedang tawaf keliling ka'bah berdua.

"Aku kemarin ketemu sama Rosyid. Jadinya aku ikut kelompok kalian, sama temen-temennya Rosyid yang anak teknik."

"Oh, ya?" jawab Zen, masih indiferent.

Anak-anak gugus sosio-humaniora seperti Zen, Monik, dan Rosyid akan bergabung dengan mahasiswa dari jurusan lain yang nantinya terbagi ke dalam unit-unit yang disebar di seluruh Indonesia.

"Kok kayanya kamu nggak seneng yah, kita KKN bareng?" kata Monik mulai mengeluarkan jurus andalannya: play victim.

"Masa?"

"Iya! Kamu pasti punya gebetan baru, yah!"

Zen langsung nyengir kuda.

"Tuh, bener kan," Monik merajuk. "Kenalin, dong..."

Lalu Zenith (dengan polosnya) bercerita sembari keduanya berjalan beriringan menuju tempat parkir seperti kebiasaan keduanya selama dua tahun belakangan ini.

"Jadi beneran kamu tobat?"

"Insya Allah..." jawab Zen sungguh-sungguh.

Monik terdiam. Ada sebagian dirinya yang tidak terima.

"Terus cerita-cerita kamu? Dihapusin?"

Zen mengangguk.

"Tega banget, Tersedak Nostalgia juga dihapus," desah Monik manja. "Itu, kan cerita tentang kita..."

"Yah, mau gimana lagi, Mon..." jawab Zen yang mulai ketar-ketir, entah karena aroma parfum Monik ataukah belahan dada sang mantan yang lebih rendah dari biasa. Monik tersenyum menggoda sambil sedikit membsungkan dada, sehingga lebih banyak lagi gundukan putih mulus miliknya yang seolah ingin melompat ke dalam celana sang pemuda.

Zen buru-buru istighfar, hingga tanpa sadar Dimi berpapasan dengan Dimi yang sedari tadi setia menunggunya di depan Mushola.

Baru semalam Zen nonton Gopi yang ketemu sama mantan pacarnya Ahem di acara nikahan, dan Zen samasekali tidak pernah menyangka bahwa siang ini Sang Sutradara akan mengarahkan dirinya untuk melakonkan adegan yang sama.
 
Last edited:
Part 7
Bisikan Setan


"Nah kan, Sid. Gue bilang juga apa..."

Monik tertawa geli. 120 halaman cerita stensilan karya terbaru sang maestro membuktikan kesahihan hipotesisnya pada Rosyid. Tidak tanggung-tanggung, cerita pembangkit syahwat sepanjang 38.000 kata itu hampir 90%-nya berisi adegan telanjang! Padahal waktu dulu di puncak karirnya, disuruh bikin sex scene 3 halaman aja si brewok udah empot-empotan. Tapi malah di tengah wacana pertobatan sang maestro, setan-setan lendir di otaknya sekarang sibuk beroperasi..

"Seandainya saja di Indonesia cerita model beginian halal diterbitkan, ane haqul yakin, tulisan-tulisan ente bakal ditaruh bareng Dear Nathan di rak bestseller!"

Sekarang tinggal Zen yang termanyun-manyun gara-gara diledek dua orang sahabatnya sejak semester satu. Cerita religinya belum diapdet selama dua minggu, si brewok malah nulis cerita porno baru, malah comeback setelah belum ada satu bulan pensiun.

"Bakal dirilis di watty nggak neh, sob?"

"Nggak, lah!" sambar Zen cepat. "Emang di watty ada yang mau baca cerita beginian?"

"Pasar bisa diciptakan, sob... pasar bisa diciptakan... ente harus jadi perwakilan forum kita di dunia oranye yang bisa tembus ke pasar mainstream," kata Rosyid sungguh-sungguh.

"Serius gue, Zen. Masing-masing orang tuh punya kelebihan. Sejak awal ketemu elu, gue udah yakin banget kalau bakat elu tuh emang di sini. Mungkin kalau elu tinggal di jepang elu udah bisa jadi sutradara JAV atau mangaka hentai, hahahaha...."

Zen memilih tak menanggapi.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Dimi yang tiba-tiba berubah dingin mungkin yang menjadi alasan.

Entah kenapa, semenjak hari itu, sang bidadari surga seperti menjaga jarak dengan dirinya. Cemburu bisa jadi, meski Dimi selalu berkelit dirinya ingin konsentrasi beribadah. Hingga di hari ketujuh, anak itu berhenti menghubunginya sama sekali.

Padahal untuk pertama kalinya Zen merasa bahwa Allah telah membukakan pintu rahmat untuknya.

1 setengah tahun yang lalu. Suatu hari di 10 malam terakhir bulan Romadhon, Zen pernah berdoa agar diberikan jodoh. Dan di malam yang diyakini Zen sebagai malam Lailatul Qodar, Allah memperkenankan doanya. Zen berpapasan dengan adik kelas yang baru saja ditatarnya saat ospek juga sedang sholat tarawih di Masjid Kampus.

Setelah itu terjadi kebetulan demi kebetulan yang (sekali lagi) diyakini Zen sebagai takdir. Seolah-olah Allah SWT sedang memerintahkan alam semesta untuk mengarahkannya ke pelaminan. Pertemuan Zen dan Dimi di toko buku. Zen dan Dimi yang ternyata sering main di dunia oranye. Zen dan Dimi yang sama-sama suka menulis cerita. Dan Zen sempat haqul yakin banget, kalau Dimi ini adalah soulmate-nya.

Hanya saja Zen belum menyadari, bahwa ekspektasi tak selalu berbanding lurus dengan kenyataan. Sepuluh hari setelah Dimi menghilang. Zen seperti kesurupan, bergadang semalam suntuk sebelum menyadari bahwa ia telah menulis berpuluh-puluh halaman cerita bokep...

Benar yang dibilang Rosyid si bandar bokep, 'tobat itu demi Allah, bukan demi makhluk.'


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Apa sih jodoh itu? Orang yang kamu ajak nikah? Terus kalau cerai? Apa itu berarti bukan jodohnya? Bagaimana tahu kalau orang itu adalah jodoh kita? Sholat istikharoh? Hampir sebulan pertanyaan itu bergelayut di benak Dimi.

Awalnya Dimi mengira perasaan itu hanya eksklusif untuk dirinya. Menyadari sang pemuda pernah merasakan hal yang sama pada Monik, mau tak mau membuat Dimi berkali-kali sholat istikharoh...

"Apa sih jodoh itu, mbak?"

Husna terdiam sesaat, wanita keibuan itu belum sempat menjawab ketika Dimi melontarkan pertanyaan kedua.

"Apa yang bikin Mbak Husna yakin kalau Mas Bagas itu jodohnya mbak, sampai yakin nerima lamarannya..."

"Sama kaya takdir, nggak ada satu titik pun, kita bisa terlalu naif bilang 'dia jodoh saya'. Takdir itu kepastian mutlak yang disimpan di Lauh Al Mahfudz, alam kuantum di mana di tempat itu nggak berlaku konsep ruang-waktu. Tapi selama kita masih menginjak alam material, takdir hanya berupa probabilitas yang kita nggak akan pernah bisa tahu. Yang kita bisa hanya ikhlas dan tawakkal, bahwa yang kita pilih itu adalah yang terbaik yang ditetapkan Allah buat kita, entah apapun hasilnya kelak."

Dimi yang tadinya murung terkekeh pelan.

"Kenapa?" tanya Husna.

"Tumben nyebut-nyebut mekanika kuantum, kok kedengerannya kaya tulisan-tulisannya si..."

"Zenith? Itu emang kata-katanya, kok..."

Dimi langsung terdiam. Lama. Hingga helaan nafas Husna terdengar mengikuti.

"Anti gimana sebenarnya sama Zenith?"

"Ana bingung, mbak..."

"Sudah sholat istikharoh?"

"Sudah."

"Jawabannya?"

Dimi lagi-lagi terdiam. Awalnya Dimi hanya mengira Zenith hanya cowok urakan biasa yang banyak bertebaran di Jogja. Namun ketika tiba-tiba saja terdengar selentingan bahwa si brewok adalah anggota sebuah forum dewasa, bahkan sering ikut acara-acara kopi darat yang diadakan di regional Jogja, tak ayal hati Dimi dibuat gundah.

Dimi bahkan tak berani untuk menanyakan kebenaran. Tiba-tiba saja, Dimi ingin menghilang.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Pagi ini, air wudhu yang membasuh wajah manisnya terasa lebih segar dari biasa. Dimi terasa lebih lega setelah Husna menemaninya menangis semalaman. Allah sudah meminjamkannya 1 bulan terindah dalam hidupnya yang sempat dijalaninya bersama Zenith. Terlepas apakah Zenith adalah jodohnya. Dan terlepas apapun yang menanti di depannya nanti, -seperti yang dikatakan Husna- dirinnya hanya bisa ikhlas dan tawakkal.

Dimi ingin menghubungi Zen, setidaknya agar ia sedikit merasa lega dengan hubungan yang lama-lama dirasa mengambang kini. Sebelum berangkat kuliah, Dimi menyempatkan diri melihat ponselnya, sebelum keningnya dibuat berkerut-kerut dengan notifikasi di akun wattpadnya..


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Pagi ini, air wudhu yang membasuh wajah manisnya terasa lebih segar dari biasa. Dimi terasa lebih lega setelah Husna menemaninya menangis semalaman. Allah sudah meminjamkannya 1 bulan terindah dalam hidupnya yang sempat dijalaninya bersama Zenith. Terlepas apakah Zenith adalah jodohnya. Dan terlepas apapun yang menanti di depannya nanti, −seperti yang dikatakan Husna− dirinya hanya bisa ikhlas dan tawakkal.

Dimi ingin menghubungi Zen, setidaknya agar ia sedikit merasa lega dengan hubungan yang lama-lama dirasa mengambang kini. Sebelum berangkat kuliah, Dimi menyempatkan diri melihat ponselnya, sebelum keningnya dibuat berkerut-kerut dengan notifikasi di akun wattpadnya....

Si penulis kampret lagi-lagi bikin ulah. Kali ini bukan dengan cerita religi, tapi para pengikut si penulis lendir tega menyama-nyamakan cerita religi terbarunya dengan si penulis lendir yang sekarang sudah menyamai jumlah follower Dimi.... (yang jelas aja mirip, kan dulu ditulisnya bareng-bareng Zen!)

Rashad Teriyaki: gaya-gaya berceritanya mirip kaya ajayvijayhotahai, ih! Hayoh, kakak juga ngefans sama oom Vijay, yah?

Darah Dimi langsung naik ke ubun-ubun. Tapi layaknya orang-orang yang tak pernah alpa memakai topeng dan selalu menjaga image di depan para followernya, Dimi menjawab sabar:

ElizaMayarani: masa, yah? aku malah belum ngebaca tulisannya kak vijay, loh

Rashad Teriyaki: iya, kak... kelihatan banget dari cara-cara ngebangun adegannya... narasinya yang mirip Dewi Lestari...

ElizaMayarani: bener, loh! Aku sama sekali belum baca ceritanya vijay

Rashad Teriyaki: baca atuh, kak! Seru, tahu!

Marah campur tengsin campur sebel, akhirnya Dimi penasaran ngepoin cerita religi berjudul "Drama Religi Faling Varokah", sebelum akhirnya malah ketawa-tawa sendiri dengan nasib tokoh dalam cerita, seorang penulis cerita porno yang berusaha bertobat...

Dimi malu mengakui bahkan pada dirinya sendiri, bahwa dirinya kini tergelak-gelak membaca cerita religi abal-abal yang dahulu pernah dilaporkannya karena dianggap menyinggung SARA.

Dimi tergelitik untuk berkomentar, tapi gengsinya sebagai aktivis antipornografi terlalu mahal untuk dipertaruhkan. Maka akun kloningan yang dibuka dengan hapenya yang menjadi jawaban. Dimi pernah menggunakan beberapa akun kloningan, yang tentu saja dirahasiakannya dari siapapun, serigalakuning yang dipakainya untuk menulis artikel undercover tentang dunia hitam di balik penulis-penulis Wattpad, dan Hagia yang dulu dipakainya buat ngepoin sairaakira... (iya, Dimi ini Vitamin garis keras, btw....)

Hagia: cerita gembel, tapi bagus juga hehehe...

Tulis Dimi tulus dengan akun kloningannya.

ajayvijayhotahai: kalau gak bagus gak bakal dipost dimarih

Hagia: sebenarnya kamu bisa menulis lebih bagus loh kalau nggak nulis cerita seks

ajayvijayhotahai: Adegan seks itu nggak bakal mempengaruhi kualitas tulisan. Kalau penulis emang dasarnya keren tuh, mau nulis apapun ya bakalan tetep keren. Mau nulis cerita stensilan kek. Mau nulis cerita religi kek.

Hagia: idih sombong

ajayvijayhotahai: wo jelas, maestro gituh...

Balas si penulis kampret yang dibalas Dimi sampai menghabiskan berpuluh-puluh komentar.

Perseteruannya dengan sosok gaib yang dikenal sebagai Oom Vijaay ini malah membuat Dimi melupakan kegalauannya dengan Zenith satu bulan belakangan. Hampir tiap hari barangkali, Dimi ngepoin si Oom, sambil kadang-kadang ngebacotin tulisannya (dan dibales dengan bacotan yang sama yang selalu berhasil membuat Dimi tergelak-gelak). Hingga lama-lama Dimi penasaran, apa yang ngebikin si oom bisa pede ngebacot kaya gitu. Maestro cerita porno katanya? batin Dimi penasaran. Emang maestro cerita porno teh bisa sehebat apa tulisannya? Paling cuma seputaran selangkangan doang! Batin Dimi merendahkan.

Dan kini pandangan Dimi tertuju pada cerita bersampul seronok yang berjajar bersisian dengan cerita religi di portofolio sang penulis mesum. Dimi langsung beristighfar, cepat-cepat mengibas pikiran gila yang berkelebat di kepalanya.

Tapi pintu kamar sedang tertutup rapat, dan Husna sedang mengaji di mushola. Mungkin hanya Allah dan Malaikat Roqib-Atid yang kini sedang mengawasinya. lagipula dirinya tidak berniat buruk, ia hanya ingin meninjau cerita yang selama ini jadi bahan pembicaraan, Dimi berkata pada dirinya sendiri.

Jemari Dimi bergerak mengetuk di atas layar sentuh, membuka cerita berjudul "Paradisko". dan kali ini Dimi terpaksa dibuat masygul, iri, sekaligus kesal luar biasa. Bagaimana bisa seorang dengan bakat menulis seperti itu menyia-nyiakan bakatnya dengan menulis cerita porno?! Kufur, sungguh kufur! Dimi geram luar biasa pada orang yang menyalahgunakan karunia Allah seperti itu.

Hingga tanpa sadar alinea-demi alinea, bab-demi bab dibaca habis oleh Dimi, termasuk bagian ena'-ena' yang tadi hendak dilewatinya. Persis seperti ketika Iblis menggoda Adam dan Hawa untuk memakan buah Quldi. Tanpa bisa diantisipasi, organ-organ reproduksinya mulai memberikan reaksi.
 
Last edited:
Part 8
Gagal Bersembunyi


Kemudian yang terjadi adalah guncang. Disusul sunyi. Lalu rasa bersalah yang bergelayut menghampiri. Birahinya yang menyurut tak menyisakan apapun selain rasa jijik pada dirinya sendiri.

Dasar! Orang gila mana yang tega menulis adegan seorang anak gadis yang disetubuhi di depan ayah kandungnya sendiri! Suara batin Dimi terdengar mengutuki.

Bibir Dimi berulang kali mengucap istighfar, lalu mengganti sprei dan pakaian dalamnya. Malam itu juga Dimi langsung mandi junub diikuti sholat taubat dua rokaat. Tapi agaknya para syaiton lebih piawai dalam memperdaya, saat adzan isya kembali terdengar, pengalaman erotisnya masih belum mau juga hilang dari ingatan.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


"Cerita religi macam afaaaaa ini?! Wakakaka!" Rosyid segera menempeleng si penulis lendir yang cuma cengengesan sambil garuk-garuk kepala. "Masa cerita religi ada adegan masturbasinya...?"

"Ya kan dibikin tersirat, Sid... ter-si-rat...," sahut Zenith tak bertanggung jawab. "Ketika Cinta Bertasbih aja ada sex-scene implisitnya."

"Taek lah lu! Paling-paling ujung-ujungnya jadi model-model cerita akhwat yang lagi ngetrend di forum kita."

Zenith cuma nyengir kuda sambil menghabiskan segelas extra joss susunya. Di depannya terbuka layar laptop yang menampilkan draft dokumen sebuah cerita porno berjudul "ADVENTURE OF KIKAN", yang bercerita tentang seorang remaja bernama Kikan yang terjebak dalam sebuah petualangan absurd karena pakaiannya dicuri orang. Tangan Zen menari lincah di atas keyboard sambil bibirnya bergumam-gumam mengikuti lirik lagu "Gagal Bersembuyi" yang mengalun dari speaker winamp-nya.

"Assalamualaikum♪♪♪ // afa kabar anti jauh di sana?♪♪ / Tiba-tiba teringat, cerita yang fernah ana dan anti upayakan♪ // ana fikir ana telah berhasil melupakan anti ♪ / berani-beraninya kenangan itu datang tersenyum ♪♪♪ // meskipun siroth kita tak bertemu ♪♪♪ tapi tetaf indah bagi ana, semoga juga bagi anti ♪♪♪"

"Asoy lagunya," ledek Rosyid. "Buat Monik apa buat Dimi nih?"

"Buat Dimi, lah... liriknya kan sudah ane ganti pakai bahasa arab," jawab Zen asal sebelum masuk reffrain.

"Eh, brewok majnun. Kalian itu gimana, sih? Dibilang putus enggak... dibilang pacaran juga kan emang nggak pernah pacaran sejak awal!"

"Nggak tahu, lah sob... kali aja dia ilfil begitu tahu ane anak forum lendir..."

Rosyid menghela nafas prihatin. Diam-diam menyesal karena telah ember kepada Monik.

"Seberapapun ane mencoba melangkah ke jalan yang benar. Di mata orang-orang seperti Dimi, sinner will always be sinner," kata Zen getir. "Mungkin memang lebih baik kaya gini, Sid. Ketimbang dia tahunya pas kami berdua udah nikah...," Zen berkata tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop.

Jari-jari Zenith yang mengetik paragraf-demi paragraf pembangkit syahwat seperti orang kesetanan. Dan imajinasi liar yang dituangkannya tanpa ragu-ragu. Membuat Rosyid tahu, bahwa pemuda itu diam-diam sedang melakukan protes keras kepada Tuhan.

Sebuah notifikasi di ponselnya segera membuat senyum di bibir Zenith semakin melebar.

"Weits, siapa tuh?" Rosyid langsung kepo. "Dimi apa Monik?"

"R-a-h-a-s-i-a," Zen langsung menyembunyikan ponselnya.

Anak wattpad. Fans berat, kata Zen. Tapi melihat senyum-senyum mesum yang muncul di bibir si brewok. Rosyid tahu, bakalan ada bidadari ketiga yang bakal diajak poligami.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Hagia: Oom Vijay jeleeeeeek!!!

Tulis Dimi pada inbox si penulis mesum. Sejak sebulan lalu dua orang ini memang rajin berbalas pesan melalui aplikasi kotak surat pribadi wattpad. Di dalam rimba world wide web yang serba anonim, Dimi boleh menanggalkan identitasnya sebagai ukhti manis idaman semua ikhwan dan menjadi Gia, cewek punker penggemar Tolstoy. Husna yang sedang menengok bibinya di luar kota membuat Dimi leluasa berbalas pesan dengan si oom hingga tengah malam.

ajayvijayhotahai: Uit

Jawab si kampret pendek-pendek yang selalu bikin Dimi makin penasaran sama penulis misterius ini. Dia sih ngakunya seorang hot daddy dengan perut roti sobek kepada para pembacanya, tapi Dimi nggak mau percaya begitu aja! Paling-paling juga bapak-bapak gemuk kepalanya botak! (Nggak tahu sih kenapa Dimi mikir gitu. Kebayang aja dari tulisan Paradisko yang berat kaya makalah kuliah dosennya, pak Jaya Supangat yang ngajar Filsafat!)

Hagia: gw udah baca Paradisko

Tulis Dimi sok-sokan pakai "elu-gue" biar dikira anak Jakarta.

ajayvijayhotahai: Wakaka... baca juga dia... udah sampe bab mana?

Hagia: bab yang dilukis itu

Wajah Dimi agak bersemu ketika mengetikkan kalimat itu pada layar sentuh ponselnya

ajayvijayhotahai: oh yang itu... masih awal-awal itu. baca terus aja deh. Nanti tokoh utamanya terjebak cinta beda agama...

Hagia: idih spoiler... lagian cerita apaan tuh? masa gituan di depan bokapnya?

ajayvijayhotahai: wakakaka... disitulah letak seninya. selain erotika bergenre CEO yang biasa ada di wattpad, ada juga yang namanya genre eksibisi. yakni cerita erotis di mana tokoh utamanya menikmati ketika dilihat dalam keadaan telanjang atau berhubungan seksual oleh orang lain.

Hagia: Idih! Aneh banget!

ajayvijayhotahai: Nah, makanya ane bilang di situlah letak seninya,

Balas si oom lalu memaparkan panjang lebar tentang macam-macam genre erotika yang tak pernah didengar Dimi, dari KBB sampai netotare, dari shibari sampai bestiallity...

Wajah Dimi semakin merah padam. Malu sendiri pada dirinya sendiri karena membahas persoalan keintiman dengan orang tak dikenal.

ajayvijayhotahai: Nih, baca yang ini deh....


Si penulis mesum mengirimkan beberapa tautan. Dimi membaca sekilas, model-model narasinya mirip-mirip Paradisko, puitis-puitis gitu. Hmm, boleh juga nih!


Hagia: Bagus kok pembukaannya, kenapa nggak dirilis di Wattpad? Gw bantu promoin sama anak-anak vitamin, deh...

Tulis Dimi yang cuma lip-service belaka. Mana mau dia promoin cerita porno!

ajayvijayhotahai: eh? jangan!

Jawab si oom cepat.

Hah? Kenapa si oom jadi panik sendiri? batin Dimi bingung.

Hagia: loh, kok jangan?

ajayvijayhotahai: jangan lah! Ga enak ane, Di wattpad kan pembacanya banyakan cewek abg-abg, masa disuruh baca cerita model stensilan gini

Ih, orang ini masih punya hati nurani juga rupanya, batin Dimi lagi.

Hagia: kenapa emangnya?

ajayvijayhotahai: SS-nya terlalu ekstrim

Emang tulisan si oom emang bisa seporno apa sih? Lagian di wattpad kayanya masih banyak cerita-cerita bersampul pasaran cewek seksi bergaun merah yang dipeluk cowok bertuksedo atau telanjang dada yang lebih porno dari Paradisko, batin Dimi tanpa tahu Paradisko versi Wattpad sudah disensor di sana-sini oleh si penulis kampret sebelum dirilis ulang di dunia oranye.

Telungkup di atas ranjangnya, Dimi membolak-balik halaman demi halaman erotika yang mengisahkan seorang remaja wanita yang berpetualang di pedesaan pulau Dewata. Narasinya indah. Deskripsinya mendetail. Mengingatkan Dimi pada gaya bercerita si oom dalam Paradisko yang berbunga-bunga, sehingga tanpa sadar jemarinya terus bergerak menggeser layar sentuh. Bab 1 masih normal, cuma adegan mandi di alam bebas biasa. Bab 2 lumayan abnormal karena si cewek mulai jalan-jalan di dalam hutan nggak make apa-apa lagi. Wajah Dimi jadi agak memerah, emang ada ya cewek kaya gini? Aneh banget, ih!

Sampai di bab 3 Dimi menjerit jijik. "Iiiih!"

"Sereem!!!"

"Idih!"

"Hiiiih!"

Berkali-kali Dimi menjengit geli seiring isi paragraf amoral yang dibacanya.

"Cerita apaan, nih?!" Dimi terperangah dengan wajah tersipu merah. Karena hampir di sepanjang cerita, tokoh utama perempuannya tidak mengenakan pakaian sehelaipun,

Berkali-kali Dimi mengutuk cerita bertema fetish ekstrim tersebut, tapi jari-jari mungilnya yang tidak bisa berhenti membuka halaman selanjutnya seperti sebuah kontradiksi bagi istighfar di bibir sang ukhti. Hingga aliran hangat yang berasal dari relungnya yang paling jujur tak bisa lagi membohongi apa yang paling diinginkan tubuhnya saat ini.

Kemudian yang terjadi adalah guncang. Disusul sunyi. Lalu gelombang demi gelombang yang saling berpacu menuju titik kulminasi.
Mata Dimi terpejam erat. Suara batinnya tak lagi terdengar mendistraksi.
 
Last edited:
Part 9
Dimi, oh Dimi!


Hening. Engahan nafas terdengar meski sayup. Lampu kamar yang sudah dipadamkan hanya menyisakan temaram yang berasal dari layar ponsel Dimi. Cahaya redup. Mengiluminasi seraut wajah manis yang kini dipenuhi bulir keringat dan rona-rona kemerahan. Ada 12 notifikasi baru, 10 di antaranya pemberitahuan surat masuk dari si kampret yang bertanggung jawab membuat ekspresi wajah Dimi tidak karu-karuan dan rambutnya acak-acakan seperti sekarang ini.

ajayvijayhotahai: Gimana bagus ga cerita Kikan ane? Kalau reviewnya positif ane rilis di wattpad deh

ajayvijayhotahai: Kok diem aja? sudah selesai baca belum?

ajayvijayhotahai: Jelek ya?

ajayvijayhotahai: terlalu vulgar ya? Yang model-model gitu kira-kira laku gak ya di wattpad?

ajayvijayhotahai: bales, dong...

ajayvijayhotahai: Gi... Gia...

ajayvijayhotahai: Ping!

ajayvijayhotahai: Ping!!!

Ajegile, emang inbox wattpad bisa di 'ping'?

Hagia: Berisik! Menuh-menuhin inbox aja!

Balas Dimi agak kesal karena gara-gara si oom dirinya harus mandi junub malam-malam.

ajayvijayhotahai: ish lama banget bacanya. Gimana reviewnya?

Hagia: receh lu oom! Gw lom sempat baca. besok ya.

ajayvijayhotahai: Gia

Hagia: Apa lagi? Gw mau bobo!!

ajayvijayhotahai: jangan mandi malam-malam, nanti masuk angin.

Hagia: oom vijay jeleeeeeeeeeeeek!!!!!

Dimi tidak mengerti kenapa dirinya bisa semangkel itu pada oom-oom yang bahkan bentukannya saja dia tak tahu. Cara Oom Vijay membalas chating-chatingnya. Cara Oom Vijay menggoda dirinya. Semua menjebak Dimi ke dalam deja vu 32 hari terindah bersama Zenith yang pernah dipinjamkan Allah kepadanya.

Mendadak Dimi kangen si brewok.

Malam itu Dimi tidur nyenyak sekali dan bermimpi naik unta berdua dengan Zenith... ahlan wa sahlan....


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Gini, nih! gara-gara kebanyakan ngebokep! batin Dimi sambil mempercepat langkah kakinya. Harusnya Dimi enggak tidur lagi habis sholat subuh! Satu tahun Dimi nggak pernah telat kuliah, tapi kali ini cewek manis berjilbab itu harus melangkah buru-buru karena terancam ketinggalan kuliah pertama yang dimulai jam 7 pagi. Mana dosennya killer lagi!

Bener aja, pas Dimi masuk kelas, Pak Jaya Supangat sudah ada di depan layar proyektor sambil mendelik galak. Dosen killer yang terkenal pelit memberikan nilai ini membuat tempat duduk dipenuhi dengan anak-anak angkatan atas yang mengulang. Dimi segera mengedarkan pandangan mencari keberadaan teman-temannya, Laila, Naura, dan Fara yang sudah menempati barisan 'anak baik' di saf terdepan yang sudah terisi penuh. Menyisakan satu-satunya pilihan bagi Dimi untuk bergabung dalam golongan 'para orang-orang yang telat' di saf paling belakang. Hu-uh, jangan sampai telat lagi, deh! batin Dimi sambil menggembungkan pipi.

Tinggal dua kursi kosong di pojokan. Dimi mengambil tempat paling ujung, terpisah satu kursi kosong dari mas-mas serem yang mungkin udah 7 tahun nggak lulus-lulus. Dimi baru saja membuka buku catatan ketika ketika terdengar suara pisuhan yang familiar dari balik balik bahunya, "Sempak, ane telat. Udah ada quiz belum, mas?"

"Belum, sob!" Mas-mas serem yang diajak bicara menyingkirkan tas ransel di kursi kosong di samping Dimi yang segera diduduki tanpa bilang permisi.

Aduuuuuh. Kenapa si brewok duduk di sini, sih! batin Dimi panik. Satu tahun kuliah, dia selalu berusaha agar tidak duduk di samping lawan jenis. Tapi kali ini dirinya harus duduk baku sebelah dengan orang yang paling dihindarinya selama sebulan belakangan ini.

"Eh, ada Dimi. Tumben duduk di belakang," kata si brewok sok-sok cuek meski jantungnya rada ketar-ketir juga tidak menduga ketemu sama Dimi yang bertambah manis dalam balutan jilbab warna merah hati.

Dimi nyengir unta.

"Cerbungnya lancar?" tanya Zen basa basi.

"Alhamdulillah... sudah sampai bab 12...."

"Wah sudah banyak, tuh..."

"Iya... hehe..."

"Hehe... he... he..."

Kemudiang hening. Sumpah ini awkward banget duduk baku sebelah sama mantan! Eh, emang iya Dimi mantannya Zenith? Habisnya dua orang ini dibilang mantan ya, belum pernah jadian. Dibilang temen ya, Dimi harus jujur hubungan keduanya emang lebih dari temen!

"Habis ini jangan pulang dulu, ya... aku mau ngomong," kata Zenith tegas.

Kali ini Dimi tak bisa lagi menghindar. Selama ini Dimi selalu berusaha melarikan diri dari satu kemungkinan menuju kemungkinan lainnya hanya untuk menghindari terjadinya momen seperti ini. Dimi memang tidak bisa menerima kenyataan bahwa calon suaminya anggota sebuah forum lendir. Tapi Dimi juga tidak ingin berpisah dengan pemuda satu yang sudah menawan hatinya begitu lama ini.

Langkah Dimi terasa berat. Jantungnya berdetak semakin kencang ketika keduanya melangkah menyusuri jalan setapak menuju taman begitu kuliah Pak Jaya Supangat selesai. Hingga akhirnya mereka tiba di bawah sebatang pohon akasia. Di dekat undak-undakan batu. Keduanya lalu berhadap-hadapan. Ini kah akhirnya?

"Kamu kenapa sih, Dim?" Zenith membuka suara.

Dimi menggigit bibirnya. Diam-diam Dimi merasa bersalah karena meninggalkan Zenith begitu saja, entah apapun label hubungan di antara keduanya. Tapi tetap saja, Dimi tak bisa menerima kenyataan kalau Zenith termasuk dalam golongan yang dianggapnya calon penghuni neraka.

"Karena aku dulu pacaran sama Monik. Apa karena aku sering kumpul sama anak-anak forum?"

Wajah Dimi semakin menunduk. Ternyata benar, Zenith anak forum.

Zenith menghela nafas berat. "Kalau karena itu kamu ngejauhin aku, ya aku bisa bilang apa lagi. Mungkin lebih baik kamu tahunya sekarang kali, ya... daripada kamu tahunya nanti kalau kita sudah..." Zenith terdiam sesaat, "...nikah."

Dimi kehilangan kemampuannya untuk menjawab. Entah kenapa, kata-kata 'nikah' itu kali ini terdengar sangat menyakitkan di telinganya.

Dimi mengangkat muka dan mendapati pandangan Zenith yang terhunus bagaikan sebilah pedang es. Sedapatnya Dimi menghindari kontak mata dengan pemuda yang bukan muhrimnya, tapi tatapan Zen yang membekukan membuat sepasang bola mata Dimi kehilangan kemampuannya untuk melarikan diri.

"Kau tepiskan aku. Kau renggut mimpi yang dulu kita ukir bersama. Seolah, aku tak pernah menjadi bagian besar dalam hari-harimu," ucap Zen sungguh-sungguh.

Dalam. Menyakitkan.

"Astaghfirullah, Kak! Demi Allah! Dimi nggak bermaksud begitu, kak!"

"Lebih baik ♪ kita usai di sini ♪♪♪ / sebelum cerita indah ♪ bergantikan pahitnya sakit haaati ♪♪♪♪ du... duuu... duuuu... ♪♪♪"

Gubrag. Si brewok malah nyanyi lagunya Raisa. Sebeeeeel!!!!

"Kak Zenith, jeleeeeeek!!!" Dimi sambil memukul si brewok berkali-berkali dengan tas ranselnya.

"Loh? Dimi? Eh? Jangan nangis dong... ane kan cuma becanda..."

"Nggak lucu!"

Dimi yang sudah kadung nangis cuma bisa ngedeprok di anak tangga sambil membenamkan kepalanya di atas lutut.

Zen menghela nafas pelan. Menepuk-nepuk kepala Dimi yang sesengukan di sampingnya. Lalu membiarkan Dimi mengeluarkan semuanya. Satu bulan Dimi hanya menyimpan semua ini untuk dirinya sendiri. Dan kali ini di depan Zenith, Dimi meledakkan semua, mengeluarkan semua sampah hatinya pada sang pemuda yang dengan sabar mendengarkan setiap tutur katanya. Hingga akhirnya yang tersisa hanyalah nafas Dimi yang tersedan sesekali.

"Udah lega?" Zenith berkata lembut, setelah Dimi mencapai katarsisnya.

Dimi mengangguk.

"Bener?"

Dimi mengangguk lagi.

"Jadi kita..." Zen mencoba mencari kepastian di antara sepasang mata Dimi yang sembab.

Dimi mengangguk lagi. "Nggak apa, ya...."

"Jadi ane diputusin nih ceritanya?"

"Eh! Bukan itu maksud Dimi!"

E buset gercep juga anak ini, batin Zen kaget. Lagian mereka kapan jadiannya?! Bingung juga pacaran sama bocah, Zenith garuk-garuk kepala sendiri. Tapi selayaknya calon imam yang (diharapkan) membimbing dan mengayomi dalam kehidupan berumah tangga kelak, Zenith dengan sabar menghadapi gadis kecil yang baru pertama kali jatuh cinta ini. Hingga tak terasa tahu-tahu angkatannya Dimi harus masuk kuliah lagi.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​

Dimi tersenyum kecil mendapati Zenith yang lagi mainan hape di depan ruang kuliahnya. Tak menduga kalau sang pemuda bakalan setia menunggu sampai selesai kuliah. Kali ini dia menurut saja ketika diajak Zenith duduk berdua di kantin fakultas tetangga yang memang jadi tempat kumpulnya anak-anak dari gugus sosio-humaniora. Sambil menyedot es teh manis dari ujung sedotannya Dimi memandangi lekat-lekat wajah pemudanya. Malu. Geli sendiri sama kelakuannya selama ini.

"Kak...," Dimi membuka suara. "Maaf ya... kalau Dimi udah nggak jelas banget selama ini... Dimi kan nggak pernah pacaran... jadi buat masalah kaya gini... Dimi...." Dimi menunduk makin dalam dan menggoyang-goyang lututnya.

"Emang kamu kira aku pernah pacaran?"

"Sama Monik?"

"Dua minggu doang. Itupun kebanyakan disuruh nganter-nganternya."

"Tapi... kan... tetep... pacaran... kan?" Dimi memainkan ujung jilbabnya.

"Yah... begitulah... hehehe...," kata Zenith cengengesan.

"Emang... Kak Zenith sama Monik... pernah ngapain, aja?" todong Dimi yang penasaran juga dengan gaya bergaul Zenith dan kaumnya.

"Pegangan tangan pernah. Cipokan pernah, tapi sekali doang pas putusnya," bibirnya Monik tebel, main lidah, Zenith mau bilang gitu tapi nggak jadi karena takut ditabok batu bata sama Dimi.

"Ih, berarti bibirnya udah nggak perjaka!"

"Hehehe.. kan bibir doang, Dim...," kata Zenith sambil garuk-garuk kepala.

"Tapi kan sama aja hitungannya zina!" tanggap Dimi agak bete. "Biasanya kalau udah pernah ciuman tuh pasti yang 'benerannya' pasti juga udah pernah, yah...."

"Idih, sok tahu...," sanggah Zen tidak terima.

"Iya, biasanya sih gitu..." naif Dimi.

"Yah... Grepe-grepe dikit mah pernah," Zenith mulai ngasal karena agak kesel dituduh berzina, padahal kan selama ini Zenith cuma zina sama tangan!

"Tuh, kan..." Dimi langsung cemberut lucu.

"Gesek-gesek juga pernah, tapi ujung-ujungnya doang, batangnya nggak sampai dimasukin." Nah yang ini asli ngasal, wong Monik dipegang tangannya sama si brewok aja ogah! Wakakakakaka!

"Iiiiiih!! Kak Zenith ngomong apaan siiiiih..." Dimi mencubit Zenith keras-keras.

"Ish! Ish! Sakit! Oi! Bukan muhrim oi!"

Dimi buru-buru istighfar.

"Canda... canda... emang kamu kira gampang apa ngajakin cewek ML...? Biar cewek mau dijebol tuh cowok harus ganteng, dompet tebel, jago SSI..."

"SSI teh apaan?" tanya Dimi polos.

"Speak-speak Iblis."

"Ih! Jangan bergaul sama iblis, kak! Soalnya... a-aku... takutnya... jodoh itu kan nggak cuma buat di dunia, kak... tapi juga buat di akhirat..."

"Memang Dimi yakin bakal masuk surga?"

Dimi terdiam agak lama. Lalu mengangkat bahunya lemah. Entah kenapa, perbuatan mesumnya semalam kembali terkilas jelas dalam catatan amal dan dosanya.

"Nah," pungkas Zenith pasti.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Perjalanan menuju mushola itu terasa lebih lama dari biasa. Waktu menunjukkan kuasanya sebagai substansi yang serba relatif karena Dimi merasa ruang dan waktu dibekukan hanya untuk mereka berdua.

Allah menciptakan Ruang dan juga Waktu, kata Zenith. Sebelum alam material adalah alam kuantum di mana nggak berlaku konsep ruang-waktu. Itu alasannya kenapa waktu Nabi Isra' Mi'raj beliau bisa melihat orang-orang yang sudah dimasukkan di neraka. Padahal kalau ditilik dari perspektif manusia di alam material yang memandang waktu sebagai sesuatu yang berjalan linier, jelas-jelas waktu nabi Mi'raj di tahun sekian Hijiriyah neraka dan surga belum ada penghuninya, kan kiamat aja belum kejadian! jelas Zenith yang tiba-tiba ngustadz.

"Jadi Kak Zenith mau bilang kalau kita sudah ditakdirkan masuk surga atau neraka? Karena kita 'sudah' ada di dalamnya."

"Kalau kita bicara dengan kata 'sudah' atau 'akan' berarti kita masih memandang waktu dalam perspektif linier. Sementara di akhirat kelak adalah alam di mana 'waktu' nggak bisa dikonsepsikan seperti kita memandang waktu saat ini."

"Tapi kan ada juga ayatnya tentang 'suatu kaum tak akan mengubah nasib kaumnya kecuali kaum itu sendiri."

"Nah. Sama kaya takdir, nggak ada satu titik pun, kita bisa terlalu naif bilang 'ane ditakdirkan masuk surga atau neraka'... "

Sama seperti yang dikatakan Husna. Takdir itu kepastian mutlak yang disimpan di Lauh Al Mahfudz, alam kuantum di mana di tempat itu tak berlaku konsep ruang-waktu. Tapi selama kita masih menginjak alam material, takdir hanya berupa probabilitas yang kita tidak akan pernah bisa tahu.

"Sama kaya ujiannya Pak Jaya Supangat," imbuh Zenith. "Aku 'mungkin' sudah ditakdirkan di Lauh Al-Mahfuz dapet E lagi semester ini. Tapi sebelum nilai aku keluar itu semua cuma probabilitas yang kita nggak bakal pernah tahu. Dengan ikhtiar, aku bisa menaikkan probabilitas untuk dapet nilai B atau A walau probabilitas nilai E nggak bisa dinihilkan sama sekali."

Dimi senyum-senyum sendiri. Soalnya kalau Zenith sudah seperti ini, si brewok yang sehari-harinya cengegesan itu berasanya bijak banget. Nggak tahu aja, Dimi ngerasanya dirinya begitu diayomi sama sosok imam yang dicari-cari Dimi selama ini.

"Kak Zenith pernah baca cerita porno?" pancing Dimi. "Jujur."

"Pernah, lah..."

"Kalau baca cerita porno berati probabilitas masuk nerakanya jadi bertambah, kan...," kata Dimi polos.

"Iya tahu dosa. Makanya buru-buru ajakin ane nikah, kek...," sambar Zenith cepat.

"Ish!" Wajah Dimi agak tersipu ditodong begitu. Tapi entah kenapa senyum manisnya jadi bertambah menggemaskan juga dibuatnya.

"Kalau gitu kenal sama Oom Vijay?"

Zenith langsung keselek buah Tin dan Zaitun. "Ngapain tanya-tanya si oom?"

"Berarti kenal, dong!"

"Tahu nama doang. Lejen lah pokoknya," jawab Zen narsis.

"Sayang ya, kak... tulisannya bagus-bagus... malah nulis cerita porno..."

"Hayoh, kok tahu? Pernah baca ceritanya si oom, yah!" Zenith menodong balik.

"Enggak! S-siapa yang bilang!" sahut Dimi gelagapan tapi malah membuat ekspresinya persis seperti maling yang sedang kepergok mencuri sandal di musholla.

"Dimi... Dimi... ckckck... Diem-diem ternyata... oh... ternyata... Ah, ntar kirimin inbox si oom ah... bilangin dapet salam dari penggemarnya ukhti-ukti manis berjilbab..."

"Kak Zenith jeleeeeeeek...."


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Sumpah ini deja vu abis, batin Dimi. Masa iya sih, mereka orang yang sama? Nggak mungkin, ah. Kalau iya berarti sinetron banget! kaya You've Got a Mail banget. Dimi jadi geli sendiri membayangkan kisah cinta ala-ala drama korea di mana kedua tokoh utamanya tidak menyadari saling suka di dalam dunia maya. Mau nggak mau bayangan Pak Jaya Supangat yang hadir setiap kali Dimi chatingan sama si oom berganti wajah arab Zenith yang senyum-senyum mesum sambil naik onta.

Di depan si oom mesum, Dimi baru menyadari bahwa dirinya selama ini terlalu jaim! Baik di kehidupan nyata, maupun dengan akun prime wattpadnya. Entah saat ini dengan akun Hagia-nya Dimi sedang mengenakan topeng atau justru ia menjadi dirinya yang sebenarnya! Dimi tertawa sendiri karena di depan si Oom Dimi tidak perlu berpura-pura menjadi anak baik. Meski lebih seringnya si kecil terjebak dalam jurang kenistaan gara-gara stensilannya si oom!

Ini nggak bisa dibiarkan terus-terusan! Jerit suara hati Dimi. Kak Zeniiiiiiiith.... buruan nikahin akuuuuu....
 
Last edited:
Part 10
Dopamin Bahlul


Ini semua gara-gara dopamin! gerutu Dimi kesal sambil memberengutkan pipinya yang lucu. Soalnya sejak jadi pelanggan tetap lapaknya si oom, Dimi jadi sering terlambat sholat tahajud, seling ngelamun jorok, hapalan-hapalan suratnya juga banyak yang lupa padahal sebelumnya Dimi sudah hapal 10 juz sendiri!

Dopamin adalah sejenis hormon yang bertugas memberikan rasa senang pada manusia. Ketika mengenai reseptor-reseptornya di prefrontal korteks (PFC, bukan PVC yang buat bahan pipa paralon itu) hormon ini bisa memicu rasa senang, ceria, gembira ulala.

Saat Dimi membaca cerita pornonya yang pertama, sistem limbik dalam otak Dimi menjadi aktif dan memerintahkan kelenjar hipotalamus untuk mensekresikan hormon dopamin yang dapat memicu beragam badai perasaan dari senyum-senyum sendiri, ketawa-tawa sendiri, hingga niruin gerakan unta kawin pakai bantal guling (mengenai sistim limbik ini apaan, googling aja sob, daripada cerita ini jadi kek makalah kuliah anak kedokteran)

Bagaikan kecanduan narkolema (narkotika lewat mata). Awalnya mungkin Dimi hanya coba-coba. Tapi akan menjadi berbahaya apabila sistem limbik sudah kadung mengasosiasikan pornografi sebagai hal yang dapat memicu rasa senang. Lama kelamaan, reseptor yang terletak pada prefrontal korteks akan semakin resisten terhadap dopamin sehingga memerlukan konsentrasi hormon lebih banyak dan lebih banyak lagi hanya untuk merasa senang, kalau udah gini bisa-bisa prefrontal korteks jadi rusak gara-gara kerendem dopamin! Ngerendem cucian aja gak boleh lama-lama, apalagi prefrontal korteks adalah bagian yang diberikan Allah SWT kepada manusia supaya memilih dan memiliki etika, memahami benar salah, dan mengendalikan diri! Masya Allah!

Tarik napas dalam-dalam... tenangkan pikiran... minum sari kurma... sebab ana tidak ada maksud membuat antum terkena hipertensi....

Kalau reseptor dopamin di prefrontal korteks sudah kadung rusak. Lama-lama Dimi tidak cukup hanya dengan membaca cerita porno dan masturbasi saja! Dimi bakalan melakukan hal-hal gila yang membuat otaknya memproduksi lebih banyak dopamin hanya untuk membuatnya merasa senang. Dari membuat foto porno. Pamer aurat. Sampai-sampai melakukan hubungan seks sungguhan. Naudzubillahiminjaliik!!! Jangan sampai deh kalau Dimi jadi eksibisionis beneran kaya si Kikan!

Selama ini Dimi hanya bisa berpostulasi, tapi setelah menjadi korban pornografi si oom, Dimi tidak tahan lagi untuk tidak mengeluarkan unek-unek yang sudah membukit sejak kemarin malam. Ujung-ujungnya si brewok juga yang kena getahnya. Pelajar kampret yang waktu SMA anak IPS itu akhirnya cuma bisa garuk-garuk kepala karena dari pagi gadisnya menggerundel tentang dopamin, sistem limbik, dan prefrontal korteks alias PFC.

"Bentar-bentar-bentar-, apa hubungannya cerita bokep sama PVC yang buat paralon coba?" si brewok bahlul cari gara-gara.

"PE-EF-CE, kaaaaaak...." kata Dimi sambil memeletkan lidahnya. "Kan dulu aku pernah bilang... di wattpad itu banyak cerita bokepnya... padahal kan yang mainan wattpad banyak yang masih SMP atau SD!"

"Serius?" tanya Zen nggak percaya, karena emang sih statistik pembaca di cerita Paradisko ada 14% yang berusia <18 tahun, tapi dia nggak nyangka aja kalo sampe ada anak SD mainan wattpad!


"Iya!" Lalu Dimi menyodorkan tautan berita tentang anak SD yang kecanduan cerita porno sehingga menjadi maniak seks, memposting foto bugilnya, bahkan memasang iklan online untuk menjajakan diri pada lelaki hidung belang! Masya Allah!

Mamfus ana, batin Zen panik.

"Aduh. Jangan-jangan dia jadi gitu gara-gara baca ceritanya a-... eh si oom nggak ya?"

"Ya mana Dimi tahu, kak... tapi di wattpad yang lebih parah dari si oom teh banyak! Yang genre gore isi perut orang dibeleh-beleh, yang diperkosa tapi malah suka sama pemerkosanya. Cerita si oom mah cemen...," Dimi terdiam, "kecuali cerita Kikan, ya... tapi untung nggak dipost di wattpad!" repet Dimi yang kaget sendiri karena udah keceplosan.

"Eh, kok tahu cerita Kikan segala?!" potong Zen yang sama-sama kagetnya.

Dimi menunduk dengan wajah bersemu. "Awas kalau bilang-bilang sama mbak Husna!"

"I-iya," jawab Zenith yang agak horny juga ngebayangin cewek model Dimi baca cerita Kikan yang ss-nya satu tingkat di atas abnormal.

Hingga dua mangkuk bubur ayam yang diantarkan menyelamatkan keduanya dari awkward silent yang mencekam.

Sumpah ini deja vu abis, batin Zenith sambil menyuap buburnya. Masa iya sih, mereka orang yang sama? Nggak mungkin, ah. Kalau iya berarti chicklit banget! kaya Peekaboo Love! Zenith jadi geli sendiri membayangkan kisah-kisah cinta ala drama romantis di mana sang atasan yang misterius adalah teman chatting si tokoh utama selama ini. Mau nggak mau bayangan cewek punker penggemar Tolstoy yang hadir setiap kali Zenith chatingan sama si Gia berganti wajah manis Dimi yang senyum-senyum sambil baca ceritanya, batin si kampret tanpa menyadari bahwa Dimi juga membatinkan hal yang sama. Tapi kalau emang bener, berarti masing-masing emang ketemu soulmate-nya beneran!


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Mangkuk bubur ayam sudah bertumpuk di samping keduanya ketika Dimi dan Zenith makin asyik dengan obrolan gado-gado agama-filsafat-ilmu hayat. Zenith habis dua mangkuk. Dimi habis tiga, malah tambah satu mangkuk di saat-saat injury time.

Zenith tersenyum kecil melihat gadisnya sekarang sudah mulai tidak jaim dan lebih ceriwis daripada biasa. Buktinya? Dimi mau diajakin main badminton pagi-pagi di depan gedung rektorat terus pulangnya sarapan di warung bubur ayam yang cuma buka di hari minggu. Meski naik sepeda gayung sendiri-sendiri, tapi itu sudah cukup membuat selangkangan si brewok dipenuhi bunga-bunga asmara ketika duduk berhadap-hadapan dengan calon bidadari surganya.

Habis makan, Zenith dan Dimi memarkir sepedanya di halaman masjid kampus dan berjalan-jalan di pasar kaget yang cuma buka di hari minggu dan banyak jual barang lucu-lucu. Dimi memilih-milih jilbab sedang Zenith lebih tertarik pada tumpukan buku-buku bekas di lapak di sampingnya.

Di jalan kampus yang disulap menjadi pasar kaget itu keduanya berjalan beriringan tanpa harus berpegangan tangan. Zenith menyandang tas berisi raket dan kok badminton, Dimi menguntit di belakang. Tubuh arab Zen yang tinggi jangkung membuat Dimi yang mungil hanya setinggi pundak si brewok saja. Tapi itu malah membuat Dimi merasa dilindungi dari kerumunan orang-orang yang seperti ingin menenggelamkan si kecil dalam lautan manusia.

"Kak Zenith... nggak apa, kan... kita pacarannya kaya gini aja..," kata Dimi sambil memeluk erat-erat barang belanjaannya.

"Jadi sekarang kita udah resmi pacaran, Dim?" sang pemuda balas menggoda, yang dijawab dengan rona-rona merah muda yang mewarnai pipi manis Dimi.

"Nggak apa-apa sih, terserah kak Zenith anggapnya gimana...," Dimi menjawab sok nggak butuh. "Dimi takutnya kakak bosen aja... dibilang pacaran... tapi nggak ngapa-ngapain."

"Emang pacaran harus ngapa-ngapain? Aku mah bebas... mau pegang-pegangan hayo... mau kaya gini juga ya hayo... grepe-grepenya mah ntar aja kalo udah nikah biar varokah," si kampret mulai lagi teknik gombal tingkat kecamatannya.

"Hehehehe..." Dimi menggoyang-goyang tangannya lucu. "Emang kak Zenith yakin nikah sama Dimi? Benernya Dimi itu cerewet loh kak, baru sama kakak aja ini keluar aslinya."

"Iya tahu," jawab Zenith yang diem-diem makin naksir karena Dimi jadi makin mirip Ria Ricis beneran. "Tapi Dimi nggak suka ngupil, kan?"

"Idih! Kalau kak Zenith?"

"Apa ya? Kata Rosyid kalo tidur ane suka ngorok."

"Ukh..."

"Terus kalau tidur bugil. Eh, tapi nggak bugil sama Rosyid, loh."

"Awas loh, kalau tidur bugil tar perutnya didudukin sama Jin," kata Dimi yang pipinya agak bersemu karena ngebayangin yang aneh-aneh. Soalnya baru semalem doi tidur bugil habis baca ceritanya si oom!

Sepanjang perjalanan itu keduanya bertukar cerita. Zenith baru tahu kalau Dimi anak bungsu dari empat bersaudara. Bokapnya wahabi garis keras yang jadi pengurus partai di kampungnya, tapi ibunya alumni pesantren tarekat Qodiriyah yang masih mengamalkan tahlilan dan ziarah kubur. Keluarga Zenith juga normal-normal aja. Bokapnya dokter, nyokapnya punya toko batik. Nggak ada cerita broken home ato nyokap yang kena schizophrenia.

Dimi cuma bisa shock waktu tahu kakeknya Zenith itu almarhum habib yang punya pesantren gede di kota *piiiiip* (disensor, biar nggak dikepoin)

"Bohong." Sebelah alis Dimi terangkat melihat penampakan pemuda brewok yang tak memiliki tanda-tanda datang dari keluarga ulama itu.

Zen mengangguk tak meyakinkan. "Cuma yang nerusinnya pakde kakaknya ibuk yang paling tua."

"Emang kak Zenith bisa baca arab gundul?" (buat yang enggak tahu, arab gundul itu adalah tulisan arab yang nggak ada harokat/tanda bacanya. Biasa dipakai dalam kitab-kitab klasik yang belum diterjemahkan. Biasa juga buat artikel koran ato text book modern di negara-negara berbahasa arab. Bacanya susah, harus ngerti isim-fi'il dulu)

"Bisa, lah! Arab gundul, arab mohawk, arab potong poni...."

"Ih! Jangan pakai agama sebagai bahan becandaan, kak!"

Zenith langsung istighfar.

"Huu... kalau mau jadi suaminya Dimi harus tobat dulu," Dimi mengerling penuh rahasia.

"Tobat itu demi Allah, bukan demi makhluk. Lagian emang Dimi yakin jadi istrinya Zenith?"

Dimi tersenyum kecil. Entah karena pertanyaan sang pemuda ataukah karena sebatang eskrim yang dicelup ke dalam coklat leleh disodorkan ke arahnya. Lalu keduanya duduk bersisian di bangku taman di antara batang-batang pohon rindang yang meliputi lembah sungai kecil di depannya. Sekelompok anak-anak muda terdengar memainkan perkusi tak jauh dari mereka. Hirup pikuk mahasiswa. Teriakan pedagang acung. Tapi kalau cinta sudah di dada, rasanya dunia cuma milik berdua dan yang lain cuma ngontrak, ya salam...

"Nggak ada yang bisa naif bilang 'yakin', kan?" Dimi berkata pelan. "Selama masih menginjak alam material, takdir, jodoh, maut, hanyalah probabilitas yang kita nggak bakalan pernah tahu. Siapa yang dulu nulis gitu di buletin kampus?"

Zenith tersenyum kecil memandangi larik-larik cahaya matahari yang menyusup di antara sela daun. Dimi duduk di sampingnya dan memandang ke arah yang sama.

"Yang kita bisa cuma percaya. Berusaha," tandas Dimi pasti.

Dunia disulap sunyi ketika tatapan keduanya bertemu. Semesta berkonspirasi menghentikan bandul waktu hanya demi memberikan ruang kosong bagi sepasang jiwa yang dahulu pernah berjanji untuk saling menemukan di alam ruh, namun terlupa setelah kelahiran yang pertama. Dan di antara belantara marcapada yang membentang kini keduanya kembali bertemu. Mencoba menekuri satu persatu lorong ingatan di mana keduanya sama-sama hanya berupa kesadaran tak berjasad. Kamu, kah itu?

Hidup adalah pertaruhan di atas sekian persen probabilitas. Mungkin saja tidak ada signifikansi kosmis di antara semua ini. Dan mungkin juga jantung Dimi yang berdebaran dan sudut bibirnya yang ditarik melebar tak lebih dari hasil hasutan hormon-hormon berkembang-biak yang disekresikan ke dalam pembuluh darah ketika bertemu lawan jenis yang lama dirindukannya. Tapi hanya untuk kali ini saja barangkali, Dimi ingin percaya bahwa nama lelaki inilah yang telah dituliskan Allah di Lauh Al-Mahfuz untuk menemani sisa hidupnya.

"Dimi nikah, yuk...," dan si bahlul ngajakin nikah kaya ngajakin main gundu.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●


GLOSARIUM


Wahabi. Gerakan yang didirikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792) pada akhir abad ke-18, dalam rangka memerdekakan Arab Saudi dari Kekhalifahan Turki Utsmani. Gerakan Wahabi bercita-cita mengembalikan Islam pada kemurniaannya saat turun pertama kali dan membersihkan segala tambahan yang datang kemudian (biasa disebut mereka bid'ah). Mengamalkan sunnah secara utuh, pengikutnya dikenal dengan mengikuti cara berpakaian nabi (gamis panjang), cara nabi memelihara jenggot (kumis dicukur, jambang dan jenggot dipanjangkan minimal sekepalan tangan), dan cara nabi berperilaku dan bertutur kata.

Tarekat Qadiriyah. Salah satu aliran sufisme yang didirikan oleh Abdul Qodir Al-Ghilani (1078 M- 1166 M), di Indonesia biasa dikenal dengan nama Abdul Qodir Jaelani. Sufisme adalah pendekatan pencarian 'Tuhan' yang berada dalam dalam kedalaman batin diri sendiri melalui cara-cara esoteris (syariat, tarekat, hakikat, ma'rifat). Banyak aliran dalam sufisme. Aliran Qadiriyah adalah salah satunya. Islam yang pertama masuk ke Indonesia adalah sufisme yang disebarkan oleh Wali Songo sebelum kemudian mendapat pengaruh oleh kebudayaan asli Indonesia berupa tahlilan, ziarah kubur, adzan dengan langgang jawa.

Tahlilan. Pembacaan surat yasin dan doa bagi arwah kerabat yang meninggal dunia. Dilakukan 7 hari, 40 hari, 100 hari, dan 1000 hari setelah kepergian yang berpulang. Pengikut wahabi menyebut kebiasaan ini berasal dari pengaruh agama Hindu yang terbawa ketika masyarakat Majapahit mulai memeluk Islam.
 
Last edited:
Part 11
Project BDSM


"Masya Allah... varokah amat kencan antum pada...." Rosyid cuma geleng-geleng kepala ngelihat Dimi dan Zenith cekikikan berdua di ruang tamu kost-kostannya yang bekas bangunan Belanda. Pemuda berambut kribo itu mengulurkan bungkusan berisi es teh dan kuku bima susu pesanan dua sejoli yang lagi asyik diskusi buku-buku yang dibeli Zenith di pasar kaget barusan.

Dua orang ini benernya cocok, batin Rosyid. Nyokap Dimi yang warga Nahdliyin membuat pikirannya lebih moderat terhadap buku-buku Sufi yang dibilang bid'ah sama bokapnya yang Wahabi. Sebaliknya Zenith yang sudah dicuci otak sama Karl Marx berasanya nemuin hidayah dalam sosok mungil berjilbab itu. Dan yang pasti dua orang ini berada pada level intelegensia yang sama dibandingkan Monik yang model-model cewek barbie, buktinya? Dimi asyik-asyik aja tuh diajakin ngomongin yang berat-berat!

Rosyid duduk di kursi rotan tak jauh dari mereka, makan gorengan sambil jadi hansip biar setan nggak jadi orang ketiga. Tapi melihat kemesraan keduanya, makhluk tuhan paling kepo ini nggak tahan lagi buat tanya-tanya ke Dimi, dari kenal di mana sama si brewok, sudah diapain aja, dikeluarin di mana, apalah lagi nggak penting banget pokoknya!

"Dimi hobi apa emangnya?" tanya Rosyid.

"Nulis," jawab Dimi tanpa prasangka.

"Stensilan?"

"Enggak!"

Zenith langsung melotot dengan tatapan 'diem-lu-kampret!'

"Selain dilamar sama si brewok, Dimi pernah dilamar sama penerbit belum?"

Dimi mengangguk polos. "Tapi dimintanya kita yang beli 500 eksemplar dulu baru ditaruh di toko buku besar. Follower sama viewnya kurang banyak kali, kak... penerbit pikir-pikir dulu kali buat investasi ke penulis baru yang belum dikenal."

"Namanya aja kapitalisme, karena emang sih mass effect itu punya andil besar buat menentukan laku atau enggaknya buku di pasaran," Zen menambahi berapi-api. "Jaman sekarang jadi penerbit mah enak, tinggal comot penulis yang udah banyak followernya. Penulis bikin open PO, bab-nya dihapus-hapusin. Katakanlah dari 70.000 follower garis keras, setengahnya aja beli buku itu namanya udah jadi udah bestseller."

"Tapi kalau emang gitu jalannya, kenapa enggak?" Dimi berkata pelan. "Penulis mana yang nggak mau bukunya ada di rak toko buku?"

"Noh, dengerin tuh!" Rosyid menempeleng si brewok.

Dimi menoleh ke arah pemudanya. "Benernya si oom itu kalau mau nulis novel, tulisannya bisa masuk toko buku loh."

"Oom siapa?" Rosyid mencondongkan badan tanda tertarik −yang disambut tatapan kejam Zen ke arah makhluk tuhan faling kepo itu, 'vangke lu-kribo-ente-diem-aja!'

"M-masa? Tulisannya si oom kan... ya... gitu, deh...," tanggap Zenith gelagapan.

Dimi menangguk tulus.

Orang itu hanya salah jalan, batin Dimi. Kalau si oom nggak nulis cerita porno mungkin tulisannya sudah diterbitin sejak lama.

Bukannya si oom nggak mau berusaha ngirimin naskahnya ke penerbit, tapi semenjak nulis cerita porno dia jadi parno sendiri. Takutnya pas bukunya naik cetak terus ada pahlawan kesiangan yang kepo, terus jadi skandal. Sekarang aja belum ngetop udah dikepoin. Biasa lah orang di negara kita masih banyak orang yang dengki. Punya follower agak banyakan dikit aja udah dijadiin target operasi buat direport-report. Apa jadinya seorang penulis cerita religi kalau dulunya mantan penulis cerita porno?

Tapi kenyataannya cerita baru si oom yang ultrabahlul berjudul "Drama Religi Faling Varokah" memang tengah jadi pusat perhatian karena mengawinkan komedi bodor ala 'Kambing Jantan' dan religi syar'i ala 'Ketika Cinta Bertasbih', bahkan banyak pembaca yang mendoakan supaya si oom dapat hidayah beneran. Termasuk Dimi.

"Tapi Dimi yakin kok, kak... suatu saat novelnya si oom bakalan terbit," Dimi berkata tulus, "soalnya−"

"−Dimi kolab yuk," potong Zenith cepat

"Waini, antum mau kolab bikin anak atau kolab bikin buku?" Rosyid langsung tergelak-gelak.

"Diem lu kribo! Kolab bikin buku lah, tar duit royaltinya baru dipake buat bikin anak, hehe..."

"Hehehe... mau nulis cerita apa emangnya?" Dimi menunduk tersipu.

"Harus BDSM, dong," tandas Zenith, mantap.

"Idih!"

"Maksud ana, Barokah, Dakwah, Syiar, dan Manfaat."

Masya Allah, Rosyid cuma bisa geleng-geleng kepala. Si brewok bahlul akhirnya ketemu jodohnya sodara-sodarah!


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Malam ini sholat Istikharohnya terasa lebih ringan daripada biasa. Tak ada satupun ayat atau hadist yang menyatakan bahwa Allah akan memberi jawaban berupa mimpi. Karena hati hanyalah cermin yang memantulkan apa yang paling diinginkan oleh pemiliknya. Dan Istikharoh adalah ibadah agar apapun hasilnya manusia bisa tetap ikhlas dan senantiasa tawakkal, bahwa yang terjadi adalah yang terbaik yang diberikan Allah SWT.

Menikah, batin Dimi. Sampai 1 bulan sebelumnya kata ini sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya, namun saat ini... Hu-uh, masa Dimi nikah, sih? hihihi, batin si kecil dengan sudut bibir yang semakin tertarik ke atas membayangkan sebuah rumah kecil yang ditinggali bertiga dengan seorang anak lucu yang baru belajar berjalan. Juga sepasang sajadah yang dihampar untuk sholat berdua di ruang tamu. Mungkin sekali-duakali keduanya bakal berselisih paham. Dimi ngambek. Zenith uring-uringan. Tapi sampai keriput barangkali, wajah brewok itu akan selalu menjadi orang yang paling pertama dilihatnya ketika membuka mata.

"Hayo... yang sudah bisa senyum-senyum... Sudah baikan sama Zenith?" bertanya Husna yang mendapati Dimi tersenyum-senyum sendiri sambil meremas-remas....

..... boneka squishy-nya. (Dimi punya beberapa mainan ini, tapi yang bentuk buah-buahan aja, soalnya takut dimarahi ustadzah-nya kalau menyimpan benda yang menyerupai makhluk bernyawa).

"Eh? Anti benaran sudah dilamar?"

Dimi mengangguk lucu.

"Alhamdulillaaaaah," Husna duduk mensejajari Dimi di atas dipan lalu memeluk gadis bertubuh mungil itu.

Husna bisa mengerti kenapa pemuda ini membuat gadis manis seperti Dimi dimabuk asmara. 3 tahun bergelut dalam organisasi kemahasiswaan yang sama membuat Husna paham betul pemikiran revolusioner yang tersembunyi di balik rambut gondrong dan wajah brewok. Sayangnya si kampret lebih memilih menjadi pahlawan tanpa tanda-tanda ketimbang mencalonkan diri menjadi ketua BEM.

"Mbak Husna gimana urusannya? Lancar?"

Husna menghela nafas berat. "Alhamdullilah... lancar...."

Lama tak tampak, Husna mengaku menengok bibinya di kabupaten B sekaligus mengambil data penelitian. Sampai di asrama ba'da Isya, wanita keibuan itu membereskan pakaian di kopernya ke dalam lemari, lalu meletakkan laptop dan bukunya di atas meja belajar kecil yang menjadi pembatas dua dipan kecil di kamar berukuran 3 x 4 itu.


"Ukh Dimi, Selama ana pergi, anti ada lihat kiriman paket buat ana?"

Dimi menggeleng. "Paket apa? Dari Mas Bagas?"

"Ndak... ndak apa-apa...." wajah Husna agak bersemu.

"Oia, Mbak Husna... hari Ahad depan anti ada waktu...?"

"Afwan ya ukhti, tapi hari Jum'at ana mau ke tempat bibi lagi, lho...."

"Yaaaah...." Dimi menunduk kecewa.

"Tapi hari Ahad pagi, insyaallah ana sudah balik. Memang anti mau ditemani ke mana?"

"Ta'aruf..."

_____________________________________

| Anti = kata ganti orang kedua, feminin, tunggal |

| Afwan = maaf |

_____________________________________


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Ta'aruf sih, ta'aruf, tapi kenapa ane jadi terlibat! Vangkeh, lah! Si kribo cuma bisa garuk-garuk pohon bonsai yang ditenem di kepalanya karena (lagi-lagi) dirinya disuruh jadi orang ketiga agar setan tidak mengganggu ketika Dimi dan Zen bertemu di kedai donat waralaba di dekat kampus mereka untuk menulis cerita baru. Masalahnya Dimi juga ngajak Husna. Terus si kribo ditinggalin berdua sama Husna macam remaja masjid baru ta'aruf.

"Kentang, mbak...," kata Rosyid sambil menyodorkan sekantung keripik kentang. Asli garing abis, batin si kribo yang mati gaya karena dikacangin sama Dimi dan Zenith yang malah asyik berdua kaya orang pacaran beneran.

"Jazza... tapi ana puasa...," jawab Husna lembut, lalu kembali sibuk dengan buku 'Di Bawah Mihrab Cinta' di tangannya. Kaca mata frameless. Jilbab syar'i mirip jubah warna cokelat muda. Wajah teduh keibuan. Bikin jantung si kribo yang penggemar MILF jadi ketar-ketir, meski nggak sopan juga kalau ngatain mukanya Husna boros!

_________________________________

|Jazza = Jazzakallah khoiron katsiraa = versi lebih formal untuk mengucapkan terima kasih dibanding 'syukron' |

_________________________________​

"Mbak kosnya Dimi...?" Rosyid cari-cari bahan pembicaraan.

Husna mengangguk tak bersuara.

"Anak fakultas *piiiip* juga...."

Husna mengangguk lagi.

"Ooh... angkatan berapa...?"

"Lagi skripsi."

Dalam tiga kalimat Rosyid sudah kehabisan amunisi.

Vangkeh!! Si kribo mendelik sebal ke arah pasangan baru jadian yang dengan biadabnya malah suap-suapan donat di meja satunya sebelum asyik lagi sama layar laptop yang menampilkan draft novel yang baru jadi kerangka doang.

Zenith lemah dalam plot jangka panjang tapi piawai dalam penyajian. Sebaliknya Dimi tak terlalu pandai membuat kata-kata yang berbunga-bunga, tapi solid dalam plot bahkan gemar membuat twist berbalut twist (mirip Trix di lapak sebelah). Di kutub satunya si oom dikenal tak terlalu pandai membuat dialog, tulisannya 80% berisi narasi dan deskripsi, sementara Dimi tulisannya 90% dialog cerdas yang selalu berhasil bikin si brewok naksir.

"Bikin model 'Negeri 5 Menara' ato '99 Cahaya di Langit Eropa', lah..." kata Zenith ngentengin. "Novel bestseller itu ciri-cirinya harus ada anak desa yang merantau dan sukses, jadi bisa menginspirasi banyak orang!"

"Terus setingnya kalau bisa di luar negeri biar nanti filmnya dapet stempel '100% unta mesir asli'," celetuk Rosyid yang agak sebel dijadiin obat nyamuk dari tadi.

Tak disangka Husna terkikik-kikik.

"Luar negeri? Emang di mana?" Dimi menaikkan alisnya lucu.

"Korea Utara, lah! Biar antimainstream," si kribo makin ngasal. "Tar biar ana yang jadi Kim Jong Un."

"Mana cocok, lah. Ente kan Arab, Sid," Zen menimpali.

"Yaudah. Kim Jong Unta, kek," sambar si kribo kesel.

Tawa Husna terdengar semakin jelas. Lesung pipi di dagu kiri membuat sang ukhti tampak semakin manis.

"Oia. Bang Rosyid ini biar masih kuliah tapi wiraswasta loh, mbak," ujar Dimi berpromosi. "Kata kak Zenith dia punya toko online!"

"Oh, ya? Jual apa emangnya?" Husna bertanya antusias. "Kalau jual baju, ana boleh nitip barang dagangan ndak...?"

"Ana... jualan... Fidget spinner," si bandar bokep nyengir unta terus ngacir beli minuman sebelum ditanya-tanya lagi sama nyokapnya Oedipus.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


"Sepupunya Zenith aneh banget ya?" kata Husna begitu keduanya sampai di asrama.

"11-12, lah sama Zenith, namanya aja masih satu kabilah...," Dimi menyahut jenaka.

Lalu keduanya terkikik-kikik.

"Tapi ana salut, lho... masih muda sudah mau bikin usaha sendiri, ketimbang ngandelin kekayaan orang tua, tapi ujung-ujungnya nggak jelas," kata Husna agak kesel −nggak tahu ke siapa− lalu melepas hijab panjangnya yang menutup hingga bawah perut.

Eh, apaan tu? Dimi mengernyitkan dahi, soalnya sekilas anak itu ia sempat melihat ruam-ruam kemerahan di atas leher mbak kosnya sebelum Husna mengenakan daster panjang terus pamit mandi.

Dimi menelan ludah. Ah, masa sih, Mbak Husna sama Mas Bagas? Nggak mungkin, deh!

Mas Bagas kan ikhwan-ikhwan gitu bentukannya! batin Dimi yang otaknya udah dibikin ngeres sama si oom. Meski kalau beneran juga, itu bukan urusannya Dimi mereka pernah ngapain aja! Dimi masih sibuk sama teori konspirasi mesumnya waktu pintu kamarnya diketuk dari luar.

"Siapa...?" Dimi menyahut parau.

"Assalamualaikum, dik Dimi, ada paket buat anti dan mbak Husna," terdengar suara mbak kosnya.

Cepat-cepat Dimi membalas salam. Mbak kosnya membawa dua kotak bewarna cokelat. "Syukron", Dimi mengangguk berterimakasih. Akhir-akhir ini si kecil emang lagi hobi ngumpulin squishy yang dipesannya dari toko online di Instagram. Satu kotak berisi squishy berbentuk tinja, tapi satu kotak lagi kayanya punyanya Husna.

Apaan, nih? Dahi Dimi berkerut menimbang-nimbang kotak berukuran 20 x 20 cm itu, soalnya dikirim pakai namanya Mas Bagas. Eh? emang Mbak Husna mainan squishy juga? Soalnya nama pengirimnya rada aneh gitu. Abu Tobrut.

"Eh?! Jangan dibuka! Itu buat ana!" nggak disangka Husna yang sehari-hari kalem berlari-lari gelagapan begitu melihat paketnya berada di pangkuan Dimi.

"Apaan tuh, mbak?" si kecil mengerjap kepo.

Husna menunduk dengan wajah bersemu.

"Bukan 'fidget spinner', kan?" mata Dimi bergerak menyelidik.

________________________________________

GLOSARIUM
Nahdliyin. Warga masyarakat yang berafiliasi atau sebagai anggota ormas NU (Nahdhatul Ulama)

Sufi. Baca glosarium part 10.

Wahabi. Baca glosarium part 10.

Bid'ah. Mengada-ngadakan/menambahi tata cara dalam ibadah yang tidak ada dalam Al-Quran atau Al-Hadist. Banyak polemik mengenai hal ini. Silahkan didiskusikan dalam forum yang sesuai.

Sholat Istikharoh. Salah satu bentuk ibadah untuk memohon petunjuk kepada Allah SWT. Ada salah kaprah yang beredar di masyarakat bahwa petunjuk harus datang berupa mimpi. Bahkan ada novel yang menggunakan plot seperti ini. Padahal tak ada satupun ayat atau hadist yang menyatakan demikian.

Setan sebagai orang ketiga. Buat yang nggak tahu kenapa Dimi dan Zenith harus ditemenin sama orang lain waktu berduaan, karena ada haditsnya, kalau cowok-cewek bukan muhrim berduaan, orang ketiganya adalah setan.

Muhrim. Seharusnya tulisannya 'mahrom'. Soalnya muhrim sendiri artinya orang yang berihram. Nggak tahu kenapa orang-orang di Indonesia bilangnya 'muhrim buat orang yang tidak boleh dinikahi. Antara lain: ayah, ibu, kakak, adik, paman, bibi, dll (googling sendiri lengkapnya gan, ane juga lupa, takut jelasin panjang-panjang tapi salah), tapi sepupu itu bukan muhrim.

Bukan Muhrim. Jadi bukan muhrim adalah orang yang 'boleh dinikahi'. Islam melakukan segregasi seksual yang ketat terhadap orang yang bukan muhrim, sampai dihalalkan dalam mahligai perkawinan.

Kenapa Dimi nggak boleh nyimpen boneka? Ada Hukum Islam yang melarang untuk membuat/meniru bentuk makhluk bernyawa, termasuk boneka, patung, lukisan. Seiring perkembangan zaman, ulama-ulama memiliki pendapat berbeda-beda mengenai hal ini. Ada yang membolehkan. Ada yang tetap melarang.

Melempar Jumroh di Mina. Salah satu prosesi dalam ibadah Haji di mana jemaah Haji diminta melempar batu pada sebuah tugu batu yang merupakan personifikasi iblis
 
Last edited:
Part 12
Kalau Bisa Halal, Kenapa Harus Zina?


Kayanya Dimi ketularan sindrom makhluk tuhan paling keponya Rosyid, nih guys! Soalnya kotak misterius dengan nama pengirim 'Abu Tobrut' itu bikin Dimi terus kepikiran.

Sampai akhirnya waktu Husna ke kampus meghadap pembimbing skripsi, Dimi mendapati kotak misterius itu sudah tersobek, dan si kecil langsung ngepoin isinya...

Apaan, nih? Dimi mengernyitkan kening melihat bungkus cakram digital bergambar kakek tua dan bertuliskan 'KakekJAV Production'. Masa Husna juga nonton drama Korea? Padahal Husna tiap hari kerjaannya ngomelin Dimi mulu karena si kecil masih doyan ngikutin serial Goblin yang dibilangnya menyia-nyiakan waktu semata. Dilanda kekepoan level akut, Dimi memutar satu keping di dalem laptopnya sambil berdebar-debar menunggu adegan apa gerangan yang ada di dalamnya....

"Idih!" Dimi menjengit geli, ternyata serial 'Nakusha', hehehe... (hayoh, emang kalian pikir apa isinya...?)

Dimi mencoba DVD-DVD lainnya, isinya 'Swaragini', terus 'Madhubara', terus 'Jodoh Pengantar Jenazah', sampe lengkap semua sinetron ada di situ. Idih, aneh banget ih tontonannya Husna dan Mas Bagas, batin Dimi. Kaya emak-emak aja! Hahahaha... Sampe akhirnya ia sampai pada keping terakhir yang dimasukkannya ke dalam pemutar cakram laptopnya.

Namun belum sempat Dimi menekan tombol enter, dirinya sudah keburu mendengar suara motor Husna memasuki gerbang asrama. Cepat-cepat Dimi menyalin beberapa file video ke dalam perangkat keras, sebelum membereskan bukti kekepoannya. Lalu Dimi pura-pura menulis novel seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Husna yang masuk kamar melengos tanpa curiga. Tapi mau nggak mau nama 'Kakek JAV' itu terus terngiang-ngiang di dalam kepala Dimi. Perasaan ia pernah mendengarnya, tapi entah di mana....


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​

"Eh brewok, mbak kosnya Dimi manis, ya..." si kribo menggumam nggak jelas sambil memasukkan sekeping DVD ke dalam cover yang dikemas rapi bak produk kripik pedas premium bergambar nenek tua asal Bandung. Bedanya packaging bokep Rosyid berhiaskan logo seorang kakek tua dengan tulisan 'Kakek JAV' yang dicetak menggunakan finishing UV di atas kertas ivory.

"Nape? Antum naksir? Lupain aja, anaknya udah punya calon suami!" sahut si brewok yang batuin sepupunya packing bokep paket hemat 50K dapet 6 keping JAV ke dalam paketan yang dipaket dengan nama pengirim Abu Tobrut.

"Tapi ana yakin, Zen... Husna itu bisa, lah...," Rosyid cuma garuk-garuk kepala, tapi Zenith yakin otak miring si kribo pasti sedang mikirin gimana cara nilep calon bini orang.

"Bisa apaan?"

"Bisa... hehehe...."

"Ah, antum jangan ngawur!"

"Ana bisa tahu dari matanya...."

"Emang matanya Husna kenapa? Bintiten?" Zenith makin nggak ngerti.

"Mata mata sadomasokis...," suara Rosyid bergetar mesum, "kelihatannya kalem... tapi sebenernya kejem...."

"Astaghfirullah!!!!" Zenith langsung komat-kamit baca ayat kursi. Si brewok sendiri emang mesum, tapi semesum-mesumnya si penulis mesum, nggak pernah tuh dia fantasiin Dimi yang aneh-aneh!

"Ckckckc... dasar perjaka... antum memang tidak tahu apa-apa tentang wanita, wahai anak muda," Rosyid terkekeh-kekeh mesum sambil mengusap bonsai di kepalanya.

"Diem! Nggak usah mikir aneh-aneh, dan nggak usah cari gara-gara!"

Terang aja Zen khawatir, soalnya yang namanya Rosyid bin H. Abdul Karim ini emang kampret. Selain rajin menyantuni janda, kegiatan sosialnya adalah menyantuni para penghuni panti –panti pijat− terus kalau ngasih tips selalu royal. Dan menilik track record keberhasilannya nidurin bini orang, Bukan nggak mungkin si Don Kribo berhasil nikung Husna dan bikin kacau hubungannya dengan Dimi.

Don Kribo ini emang beneran tajir meski nggak kelihatan dari tongkrongannya yang kurus kering mirip kaktus di padang Arafah. Bukan karena bokapnya yang punya toko batik gede di kampung, tapi karena bisnis DVD bajakan yang ditekuninya sejak awal kuliah. Awalnya cuma kecil-kecilan, sampe sekarang Rosyid punya dua perangkat pembakar cakram bertingkat 10 yang biasa digunakan untuk keperluan profesional. Internet kabel serat optik tersambung dengan komputer yang menyala nyaris 24 jam dan digunakan Rosyid untuk mengunduh tidak hanya film porno, tapi serial drama Korea, film box office, sampai sinetron India, karena sebaran demografis klien si kribo nih beragam banget dari mahasiswa sampai pembantu rumah tangga!

"Lagian, ente kan bandar bokep, nggak matching banget lah kalau sampe nikah sama cewe soleha kaya Husna...."

"Ah, antum mah gitu..." Rosyid merajuk manis dan manja, "penulis cerita porno aja bisa tobat, kenapa bandar bokep enggak?" kata Rosyid sambil kipas-kipas pake sampul bokep, "ente nggak pernah kepikiran kalau ane bakal terus-terusan jadi bandar bokep, kan?"

"Lah, kalau pensiun terus toko online ente gimana?"

"Diversifikasi usaha lah, sob. Ntar ane jualan baju muslim aja," jawab Rosyid penuh keteguhan hati. "Sama Husna, hehehe..."

Mampus. Zenith langsung nepok jidat.


●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●​


Kenyataannya Husna memang tak sesederhana yang dikira. Bekas cupang di leher Husna mau nggak mau bikin Dimi terus kepikiran. Masa iya, sih? Cewe sesoleha Husna ikut-ikutan berzina? Karena yang namanya zina itu termasuk salah satu dosa besar! Hukumannya dicambuk 100 kali buat yang belum menikah, dan dirajam sampai mati kalau buat yang sudah menikah! Na'udzubillahiminjalik! Hingga akhirnya Dimi terlalu penasaran untuk tidak bertanya.

"Tapi anti harus janji ndak boleh marah," Husna berkata sambil menunduk.

Dimi mengangguk berdebar.

"Ana sudah nikah sama Mas Bagas..."

"Haaaaaah...." si kecil langsung melongo.

".... siri," Husna menambahkan.

____________________________________

Nikah Siri = Pernikahan yang dilakukan secara agama tapi tidak dicatat di KUA. Sah secara agama, tapi tidak secara hukum positif Indonesia.

____________________________________

"Haaaaaaaaaaah..." Dimi melongo makin lebar. Untung nggak ada laler lewat.

"Ssssst...," Husna membekap mulut Dimi.

"Sejak... kapan?" Dimi bertanya gemetar.

"Yang ana nginep lama itu...."

"Mbak Husna jahat, ih! Masa ana nggak diundang!" Dimi memberengut lucu, agak kesal juga karena dirinya ternyata tidak termasuk dalam inner circle Husna.

Husna menghela nafas berat. Orang tua Bagas sudah mendesak anaknya agar segera menikah, takut terjerumus ke dalam lembah dosa. Ibunda Husna yang tak ingin kehilangan menantu calon insinyur geodesi menyambut lamaran keluarga Bagas. Akad diadakan secara sederhana di rumah bibi Husna di kabupaten B dan hanya dihadiri kalangan keluarga. Sidang isbat dan walimah insyaallah dilakukan setelah Bagas diwisuda tahun ini. Masalahnya, Husna belum siap.

"Afwan, ya ukhti... ana tidak bermaksud menyinggung perasaan anti... hanya saja... jujur... ana juga belum siap...."

"Ibu asrama belum tahu?"

Husna menggeleng. "Tapi besok ana akan beri tahu anak-anak, agar tak menjadi fitnah..."

_____________________________________

| Sidang isbat = Sidang penetapan pernikahan di pengadilan agama untuk pasangan yang menikah siri. Dalam persidangan dihadirkan wali, penghulu, dan saksi-saksi untuk diambil sumpahnya bahwa pernikahan tersebut memang benar terjadi walaupun siri. Setelah hakim menetapkan keputusan, barulah akta nikah bisa diterbitkan oleh KUA |

| Walimah = Nabi menganjurkan agar setelah menikah keluarga mempelai mengundang paling tidak tetangga-tetangga sekitar untuk mengumumkan pernikahan tersebut agar tidak menimbulkan fitnah |

| Asketik = menjauhkan diri dari keduniawian |

| Karnal = hasrat terhadap hal yang sifatnya material, seperti lawan jenis, makanan, kekayaan |

(ciyus, ane bikin mini-glosarium gini karena ada request dari pembaca)

______________________________________

Islam bukan agama asketik yang menuntut umatnya untuk menjauhkan diri dari yang karnal. Nafsu birahi dikendalikan bukannya dimatikan sama sekali. Islam justru mempermudah umatnya untuk menunjukkan syahwat dan kasih sayang pada lawan jenis dalam mahligai yang dirahmati-Nya. Syarat minimal usia pernikahan adalah 'akil baligh', tata cara pernikahan yang relatif lebih sederhana dibanding agama lain, nggak menuntut ada resepsi.

Cuma orang-orang aja yang suka bikin ribet sendiri. Harus pacaran dulu lah, daripada nikah sama orang yang salah. Harus punya rumah sendiri lah, baru berani nikah. Harus ngumpulin duit dulu buat resepsi. Ujung-ujungnya tubuh yang memang sudah saatnya melanjutkan keturunan melampiaskannya melalui cara-cara setan, zina, kumpul kebo...

Tapi orang-orang seperti Husna berprinsip: kalau bisa halal, kenapa harus zina?

"Gimana rasanya?"

"Nikah?"

Dimi mengangguk lucu.

"Yah, begitulah...," Husna tersenyum mengawang. "Tapi ada juga sisi-sisi yang ndak bisa kita prediksi...."

"Misalnya?"

"Nanti anti juga tahu...," Husna agak tersipu.

Sebenarnya Dimi penasaran pengen tanya-tanya ukuran kentongannya Mas Bagas tapi takut idungnya dicolok pake batang siwak sama Husna.

__________________________________________

|Siwak = sebangsa tumbuhan semak yang digunakan untuk menyikat gigi |

__________________________________________

Tiga orang kakak perempuan Dimi sudah nikah semua, tapi dapet satu orang kakak lagi yang bisa diajakin ngobrol tentang keintiman bikin Dimi seneng juga apalagi sampai malam biasanya mereka curhat-curhatan berdua.

"Hu-uh... makanya ana kayanya kepingin cepat-cepat nikah kaya mbak Husna... biar siri dulu nggak apa, deh..."

"Tapi kalau anti menikah cuma tujuannya untuk melampiaskan syahwat secara halal, berarti anti sudah salah...."

"Eh?"

"Nikah itu bukan cuma akad..." bisik Husna lagi seolah tahu apa isi pikiran Dimi. "Kalau anti memutuskan menikah dengan Zenith, berarti anti juga harus siap menerima Zenith sebagai suami anti sepenuhnya, menerima kelebihan dan kekurangannya, menerima masa lalunya... banyak hal yang kita tahunya justru setelah menikah... ana cuma ndak ingin anti... menyesal... cuma karena ingin bersyahwat secara halal...."

Wajah Husna berubah mendung. Mendadak Dimi menyesal telah bertanya.

"Makanya, ana senang sekali mendengar anti dan Zenith mau menulis novel bersama... ndak masalah akhirnya gimana... yang penting ikhtiar..."

"Makasih, mbak...." Dimi memeluk Husna, tulus.

"Makanya ana doakan agar novel anti segera terbit...."
 
Last edited:
Part 13
Pahlawan Kesiangan


Dan sebulan berlalu dalam sekedip mata. Cerbung kolab Dimi-Zenith sudah terbit 10-an part, nggak termasuk epigraph. Zenith dan Dimi emang sengaja rilis di wattpad dulu biar pembaca penasaran, nanti kalau sudah teken kontrak tinggal babnya dihapus-hapusin. Sambil ngumpulin vote dan view (dua orang ini rela masang muka badak promo di wallnya penulis ngetop) Dimi-Zen aktif ngirimin naskah ke penerbit-penerbit, baik yang major maupun yang indie, karena sejak trend positif novel-novel wattpad yang diterbitin terus jadi bestseller, banyak banget muncul nama penerbit baru!

Tapi pas lagi asyik-asyiknya melakukan gerilya, kening Dimi dibuat berkerut dengan notifikasi di lini masanya. Apaan lagi nih? 'Laskar Antiporno'?

ElizaMayarani, Akun prime Dimi emang terkenal paling anti sama yang namanya cerita bokep, jadi terang aja kalau ada beginian dia yang paling pertama diajak!

Kalau dulu Dimi dkk hanya mengkampanyekan gerakan membaca sehat secara promotif dan preventif, sekarang teman-teman Dimi membentuk gerakan yang lebih agresif dengan mengumpulkan simpatisan untuk membentuk semacam polisi moral yang berpatroli mencari-cari cerita bokep yang dianggap melanggar peraturan untuk kemudian dilaporkan.

Secara hukum sih emang nggak salah karena mereka bergerak berdasarkan code of conduct yang disusun oleh wattpad pusat. Tapi waktu anak-anak Laskar ngajakin Dimi buat ikut bikin 'target operasi', semacam daftar hitam penulis-penulis bandel yang suka melanggar peraturan (bikin cerita bokep tapi enggak di-tag dewasa biar dapet ranking, atau pake gambar .GIF orang lagi ngentot biar lapaknya rame), Dimi sih cuma bisa ngiyain aja, meski dalam hatinya nggak yakin beneran bisa ikutan kampanye ini apa enggak. Karena jujur aja, sejak bersahabat sama si oom, Dimi ngerasa nggak enak aja sama makhluk aneh yang selalu dengerin curhatannya tiap malam.

Beneran aja, si oom langsung ngomel-ngomel begitu denger nama satgas antiporno.

ajayvijayhotahai: Kenapa judulnya harus 'anti-porno' coba?

Padahal cerita yang mengandung kekerasan dan mendukung self injury juga jelas-jelas dilarang di wattpad. Ini sama kontradiktifnya dengan peraturan wattpad melarang adegan seks abnormal dengan mayat atau binatang tapi memperbolehkan adegan BDSM karena dimasukkan dalam kategori 'Dewasa'. Seriously, apanya yang normal dari orang diiket terus dipukul-pukul demi mencapai kenikmatan seksual? papar si oom berapi-api.

Tapi mau gimana lagi, pasca novel semi-porno '50 Shades of Grey' booming, justru cerita-cerita model BDSM, fantasi cewek submisif terhadap CEO ganteng, ato cerita model-model stockholm syndrome (yang disekap tapi malah akhirnya jatuh cinta sama penyekapnya) yang ngetrend. Nggak cuma di Indonesia tapi di tingkat internasional. Lihat aja cerita bergenre CEO turunannya '50 Shades' yang bertebaran di mana-mana.

______________________________________

Stockholm Syndrome. Kondisi kejiwaan di mana korban penyekapan malah timbul afeksi/cinta/perhatian pada penyekapnya. Kalian tahu cerita cewek yang dipaksa nikah sama CEO dingin yang suka melakukan marital rape, terus lama-lama ceweknya suka sama si CEO, nah itu contohnya Stockholm Syndrome.

_____________________________________

ajayvijayhotahai: Dan kenyataannya cerita model '50 Shades' emang banyak yang suka! Berani wattpad ngelarang cerita model gini? Bisa-bisa kabur pembacanya!

Hagia: kalem sob, ntar hipertensi

ajayvijayhotahai: wakakakakak... emosi ane, soalnya lapak cerita religi ane pernah direport orang padahal nggak ada salah apa-apa... sumpah sampai sekarang ane masih dendam sama orangnya...

Ketik si oom sungguh-sungguh. Dan jantung Dimi berdetak sedikit lebih cepat karena sampai sekarang Dimi masih ngerasa bersalah sama si oom soalnya dia yang dulu nge-report ceritanya.

Hagia: udahlah, kan gara-gara pernah dihapus, cerita religinya bisa jadi keren kaya sekarang, hehehe...

ajayvijayhotahai: hehehe... iya juga sih...

Hagia: gw serius... ceritanya bagus, oom... kok nggak dikirim ke penerbit?

ajayvijayhotahai: jangan lah... ane cukup jadi penulis underground aja

Hagia: oom... sampe kapan elu mau jadi penulis porno? gw bantuin promoin ke penerbit, ya... siapa tahu ada yang minat...

ajayvijayhotahai: eh, jangan!

Hagia: udah terlanjur, weq

Dimi memang beneran ngirimin tautan cerita religinya si oom sama kenalannya dia yang kerja di penerbit. Nggak tahu aja, kenapa Dimi kepengin banget cerita si oom diterbitin. Mungkin karena penyesalan pribadi. Atau mungkin juga Dimi ngerasa orang-orang seperti si oom perlu dikasih kesempataan. Karena jika nama Tuhan hanya boleh diseru oleh orang-orang suci, di mana tempat para pendosa untuk kembali?

Matahari membagikan sinarnya secara merata tak peduli kepada orang kafir ataukah beriman. Rintik hujan jatuh menimpa yang bersalah ataupun yang benar. Dan Ka'bah bukanlah tujuan akhir melainkan penunjuk arah agar kau tak salah jalan. Dimi hanya berharap, bahwa Yang Maha Pengampun sudi memberikan cahaya petunjuk kepada penulis yang melangkah di jalan yang salah itu.

Entah kenapa, kali ini Dimi menyertakan nama si oom yang bersanding dengan Zenith pada sujud terakhir sholatnya.

Dam malam itu Dimi berdoa lebih lama dari biasa.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

"Dan Rabbmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS. Ghafir: 60)

Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tak ada selembar daunpun yang jatuh di atas permukaan bumi tanpa sepengetahuan-Nya. Di tengah alam semesta yang luar biasa luas, apalah artinya manusia selain sebutir air yang terombang ambing dalam gelombang samudera? Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan-Nya. Dan doa adalah ibadah yang mengiringkan ikhtiar manusia agar semata-mata Allah ridho, apapun hasilnya.

Akhirnya Allah menjawab doa dan ikhtiar pasangan itu. Ponsel Dimi berdering. Suara seorang mbak-mbak dengan logat jawa menyapa dari seberang telepon. Editor katanya, dari sebuah penerbit yang berbasis di kota Yogyakarta.

"Maaf, dari penerbit apa tadi?" Dimi bertanya dengan jantung berdebar.

"Mijon."

"Mizan?" Dimi terpekik girang merasa mendengar nama penerbit gede yang rajin nerbitin buku-buku spiritual itu.

"Mijon, mbak... beda lagi sama Mizan."

"Oh..."

Mendengar suara putus asa Dimi, mbak-mbak editornya merasa perlu cepat meralat. "Tapi kami masih satu grup sama harian Kompos di Jakarta."

"Kompas? Kompas Gramedia?" Dimi kembali bersemangat.

"Kompos, mbak..."

Gubrak!!!

Kompos. Mijon. Sekalian aja Tarahu! Dimi agak khawatir juga sebenarnya kalau dapat penerbit yang kurang bonafid. Tapi ngedenger mbaknya yang semangat banget pengen nerbitin novel kolabnya bikin Dimi ikutan psyched juga! Apalagi mbaknya pengen ketemuan buat wawancara langsung, soalnya selain novelnya Dimi ada satu naskah lagi yang masuk ke meja redaksi, dan cuma satu yang bakal diterbitin.

"Kalau boleh tahu, siapa... ya...?" Dimi berharap-harap cemas, jangan sampai saingannya penulis kelas berat macam sairaakira.

"Oom Vijay... ajayvijayhotahai...mungkin mbaknya pernah dengar...."

OMG! OMG! OMG! Seriusan ceritanya si oom mau diterbitin?! Dimi langsung sujud sukur terus lonjak-lonjak girang sendiri karena Allah mengabulkan doanya semalam. Tapi semakin Dimi bahagia untuk si oom, semakin ia dibuat sedih, karena jika naskahnya si oom yang diterbitin otomatis novel kolabnya bakal gagal terbit atau setidaknya tertunda.

Sejak kecil Dimi cuma bisa bermimpi suatu saat tulisannya bakal dipajang di toko buku, bersanding dengan Shirazy atau Tere Liye. Tapi penghalang terakhir Dimi dengan mimpi-mimpinya justru orang yang tiap malam ia doakan agar mendapatkan hidayah.

Dimi menghela nafas berat dan memandangi layar poselnya dengan hampa. Sambil berbaring di atas kasur, Dimi membanding-bandingkan cerita bahlul si oom dengan novel barunya. Tapi emang sih, meskipun bahlul, tulisannya si oom jauh lebih superior dari miliknya yang malah lebih mirip novel filsafat macam 'Dunia Sophie'. Dan semakin lama membaca tulisan-tulisan si oom semakin Dimi merasa insecure dengan tulisannya sendiri. Beneran, Dimi ngerasa galau antara memilih si oom ataukah Zenith, tanpa menyadari keduanya adalah orang yang sama.

Lama Dimi termenung. Hingga tak terasa pandangannya tertumbuk pada tombol 'report' di sudut kanan atas. Astaghfirullah! Dimi mikir apa sih! Cepat-cepat Dimi berucap istighfar, berusaha kuat mengusir pikiran dengki dari dalam hatinya.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


"Mampus..." si brewok nepok jidat waktu baca e-mail dari penerbit Mijon.

"Nape, sob?" bertanya Rosyid yang sedang sibuk packing pesenan bokep.

"Cerita ane dilamar penerbit," Zenith nyengir terus nunjukin ponselnya.

"Alhamdulillah!!! Yang cerita bahlul apa yang kolab sama Dimi?"

"Dua-duanya..."

"Wakakaka... jack pot... bisa kaya mendadak ente!"

Zen tersenyum kecut. "Enggak lah, nanti diseleksi lagi sama penerbitnya, soalnya yang nantinya diterima cuma satu."

"Lah, terus ente gimana?"

"Ya, yang novel kolab, lah!" tandas Zenith pasti. Keputusan yang tak sulit untuk diambil sebenarnya. Apalagi si brewok yang memang sudah bertekad ingin mewujudkan mimpi-mimpi calon istrinya. Zenith sudah bisa membayangkan wajah Dimi yang tersenyum bahagia karena akhirnya novelnya berada di rak toko buku. Lalu keduanya joget-joget ala film India.... ya, salam.... Wahai Dimi... Apa saja ana lakukan. Asalkan anti bahagia, ya ukhti... batin Zen sambil nari-nari sendiri...


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Sayangnya hidup nggak berjalan semulus drama Korea. Waktu pagi-pagi mau ngirim email pengunduran diri ke penerbit, Zenith mendapati lagi-lagi cerita religi bahlulnya hilang direport orang. Loh? Mana cerita bahlul ane? Si brewok garuk-garuk kepala nyariin cerita kesayangannya. Masa direport lagi, sih? Perasaan ceritanya normal-normal aja, meski ada adegan masturbasinya.

Siapa sih, si kampret ini? Enak-enaknya aja nge-report cerita orang, dikira gampang apa nulis cerita?!! Bangsat!!! Pohon cabe rawit yang ada di depan tempat kosnya yang pertama jadi korban. Di-tackle sampe roboh sama si brewok.

Terus si oom misuh-misuh di wall, terus di FB, terus di lounge forum ngumpulin pasukan kerajaan lendir untuk balas dendam, hingga salah satu readernya mengirimkan inbox.

Rashad Teriyaki: oom ingat nggak orang yang dulu ngerepot ceritanyaa om?

ajayvijayhotahai: inget, lah... sampe sekarang ane masih dendam... tiap hari kalau ane solat ane doain biar seret jodoh

Rashad Teriyaki: wakakaka... jangan oom... di real-nya anaknya lucu oom...

ajayvijayhotahai: eh, emang ente tahu orangnya?

Rashad Teriyaki: tapi jangan bilang tahunya dari ane, ya...

ajayvijayhotahai: kasih tahu buruan!

Rashad Teriyaki: nah, ane kan gabung sama grup line-nya anak-anak tuh oom... ane dengernya ada yang nggak suka kalau penulis cerita porno berani-berani nulis cerita religi...

ajayvijayhotahai: suwek lah, sok suci amat jadi orang... siapa emangnya orangnya? Biar ane bilangin anak-anak forum biar balik dirusuhin ceritanya...

Rashad Teriyaki: namanya ElizaMayarani

ajayvijaihotahai: bohong!

Zenith membelalak nggak percaya soalnya dia tahu itu akun wattpad prime-nya Dimi.

Rashad Teriyaki: ciyus. Cek WA oom.

Lalu Zen dikirimi skrinsut percakapan di grup Line kepenulisannya Dimi waktu si kecil ngomel-ngomel gara-gara si oom nulis cerita religi (waktu itu, sebelum dia malah sahabatan sama si oom)

Wajah Zen yang merah padam segera dipenuhi urat-urat yang bertonjolan. Rosyid hanya bisa menepuk-nepuk pundak sepupunya. 22 tahun mengenal pemuda yang tiap hari cengengesan, belum pernah ia melihat Zenith segeram itu.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


Sementara itu, beberapa kilometer jauhnya dari tempatitu. Sesosok wajah cantik yang bersembunyi di balik nama RashadTeriyaki menyeringai puas. Wajah setengah bulenya terpantul diatas layar laptop dan tersenyum dalam ekspresi yang lebih jahat dari iblis yangdilempari Jumroh di Mina tiap tahun. Gue jahat, ya? batin Monik. Enggak ah, guekan cuma memberikan dorongan kecil, hihihi...
 
Part 14
Rahasia di Balik Punggungmu


Husna tak mengerti kenapa hari ini Dimi berdandan lebih manis daripada biasa. Terusan panjang dari bahan katun warna beige yang tak pernah dikeluarkan dari lemari dipadupadankan dengan blazer kelabu dan jilbab warna rose gold-nya. Wajah Dimi yang lucu dipulas bedak dan perona pipi yang meskipun tidak terlalu tebal, tapi cukup membuat wajah manis gadis itu terlihat segar dan menggemaskan. Husna cuma bisa geleng-geleng kepala melihat gadis yang sehari-hari hanya mau mengenakan lip balm itu kali ini memilih pemulas bibir dengan warna cerah.

"Ehem... Mau ketemu sama Zenith, yah?"

Dimi mengangguk gugup.

"Masa?" Husna menaikkan sebelah alisnya, karena meski sudah jalan sekitar 3 bulan sama si brewok, Dimi masih aja tuh rada cuek dandan. Emang sih, secara syar'i cewe cuma boleh cantik untuk suaminya doang, malah ada hadist yang enggak ngebolehin wangi parfum tercium lebih dari radius 5 meter. Tapi Dimi nggak mau juga kalau bau keteknya sampai bikin orang mabok.

"Dan ketemu sama penerbit," entah kenapa Dimi merasa perlu menjelaskan rencana pertemuannya dengan orang dari kantor penerbit Mijon siang ini untuk wawancara.

Masalahnya si oom juga bakal ikutan diwawancara. Dimi juga nggak tahu kenapa ia berdandan seheboh ini (iya, buat Dimi, segini aja udah heboh hitungannya) hanya untuk menemui sosok dunia maya yang selama ini hanya menyapanya di balik kode-kode biner. Tapi yang jelas, hari ini adalah hari besar buat dia, meski Dimi agak bimbang juga mau mengaku sebagai 'Hagia' apa enggak.

Mereka janjian ketemu di sebuah kafe di mall di bilangan jalan S. Zenith katanya agak telat karena masih ada rapat sama kelompok KKN. Kebetulan deh, soalnya begitu memasuki ruangan berlantai kayu maple itu mata Dimi yang bundar langsung bergerak memutar mencari-cari kemungkinan terbaik pemilik akun ajayvijayhotahai itu, dari oom-oom necis berkemeja yang sedang minum teh ocha sampai pemuda bertampang hipster yang sedang ngerokok vape di smoking area.

Seorang melambai ke arah Dimi. Cowok berwajah oriental mirip-mirip artis Korea yang sedang menyesap segelas smoothie green tea. Di hadapannya tergeletak buku Anna Karenina yang setengah terbuka. Mata Dimi membeliak berbinar ketika mengenali buku karangan Leo Tolstoy itu.

Eh, itu bukan si oom? Ragu-ragu Dimi mendekati cowok yang pipinya kemerahan kaya habis faisal. Tapi yang bener aja, masa si oom tampangnya unyu gini? Dimi mengerjap nggak percaya.

"Dimi bukan?" cowok ganteng itu memperbaiki letak frame tebal kacamatanya begitu melihat sosok mungil Dimi mendekat.

Cepat Dimi mengangguk.

"Hai... Saya Iyaz yang nelepon kemaren...," mas-mas unyu itu menyapa dengan gaya kemayu.

E buset, jadi yang nelpon kemaren itu cowok? batin Dimi sambil nepok jidat.

"Yang dari penerbit Mijon?"

Cowok berambut brunette itu mengangguk gemulai lalu menjulurkan tangan. Dimi mengatupkan kedua telapak agar kulitnya tak perlu bersentuhan dengan orang yang bukan muhrimnya. Sebenarnya Dimi tak menyangka juga kalau orang dari penerbitnya bakalan cowok! Habis kemarin dia haqul yakin banget kalau yang nelepon namanya Mbak Iyaz! Agak awkward juga sih, duduk hadap-hadapan berdua sama lawan jenis, tapi karena mas-nya juga 'rada-rada' Dimi jadi rileks juga akhirnya....

Wawancaranya biasa aja sih, Dimi ditanya sudah mulai nulis sejak kapan, sudah ada buku yang dipublikasi belum, sudah terikat kontrak sama penerbit lain apa enggak. Penerbit Mijon mau membiayai 500 eksemplar untuk cetakan pertama, tapi dijamin bakal ditaruh di toko buku besar. Dari harga jual yang Rp. 80.000, Dimi mendapat royalti 20%, tapi syaratnya bab yang udah diterbitin di wattpad harus ditarik dan disisain 5 bab aja biar pembaca penasaran dan beli bukunya.

Dimi cuma senyum-senyum aja ngedengerin Mas Iyaz ngejelasin panjang lebar. Lama banget Dimi menghayalkan saat-saat ini, dan tinggal selangkah lagi biar bukunya ada di rak toko buku. Dan khayalan Dimi semakin jauh mengawang sampai-sampai si kecil nggak sadar kalau sosok jangkung berdiri di belakangnya.

"Sorry telat.... saya ada pertemuan sama kelompok KKN barusan...."

"Ah, mas Vijay...? kami baru aja mulai, kok...," Mas Iyaz menyambut gemulai. Mengerdip genit ke arah Zenith yang duduk di samping Dimi. "Saya Diaz, tapi panggil saja Iyaz..." ucapnya sambil berlama-lama menjabat tangan si brewok.

Jantung Dimi berdetak sedikit lebih kencang menunggu jawaban Zenith, entah kenapa.

"Bukan, saya co-writer-nya Dimi."

Dan Dimi tidak tahu, kenapa tiba-tiba saja dirinya merasa kecewa.


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


"Gimana kalau Dimi tahu Zenith itu si oom yah, Sid? Fufufufu...."

Rosyid mendengus malas. Si kribo yang lagi ribet gara-gara ditunjuk jadi koordinator desa sebenarnya agak malas meladeni karena harus mempersiapkan rencana program kerja. Keduanya masih duduk di tangga batu kantor rektorat sehabis kumpul sama anak-anak dari fakultas lain. Rosyid masih sibuk dengan berkas excell di laptopnya sementara Monik duduk di sebelahnya, senyum-senyum sendiri atas keberhasilan misi sabotase hatinya. Hari ini Monik merasa menjadi pemenang.

Kenyataannya sekresi dopamin nggak cuma dipicu oleh pornografi. Sebagai hormon yang bertanggung-jawab terhadap rasa senang, secara teoritis dopamin akan diproduksi bila otak mempersepsikan segala hal yang menimbulkan rasa senang. Ngelihat cerita banyak dapet vote dan comment juga bisa memicu sekresi dopamin yang menimbulkan rasa senang. Penulis yang udah kecanduan popularitas maya lama-lama nggak cukup dengan beberapa vote doang. Kecanduan dopamin juga bisa bikin penulis menghalalkan segala cara untuk mendapatkan banyak follower termasuk menjatuhkan kredibilitas penulis lain.

Merasa tak mendapat tanggapan, Monik merasa perlu mengulangi pertanyaannya.

"Kayanya sih enggak apa-apa, Mon... soalnya si kecil juga kayanya jadi pembacanya si oom gitu..." jawab Rosyid acuh tak acuh.

"Eh, seriusan?" Otak kejam Monik langsung memfabrikasi rencana jahat.

Rosyid mengangguk lemas karena lagi-lagi udah keceplosan. "Tapi jangan bilang-bilang ke siapa-siapa!"

Sebenernya salah si kribo juga yang ember karena terlalu banyak cerita sama Monik tentang akun wattpad primenya Dimi si elizamayarani. Terang aja, Monik yang diem-diem punya akun Rashad Teriyaki jerit-jerit kegirangan, apalagi dia kenal betul sama aktivis antipornografi itu gara-gara gabung grup Line yang sama.

"Ente sebenarnya sama Zenith gimana sih Mon? Dua tahun diajakin balikan nggak mau mulu... sekarang giliran si brewok udah move on ente malah kebakaran bulu ketek...."

"Siapa yang kebakaran bulu ketek?" sambar Monik nggak terima karena keteknya di-wax sebulan sekali.

"Lagian ente kan udah punya cowok, kan... yang taruna AAU itu...." sahut Rosyid sambil menggaruk-garuk rambut kribonya.

"Ya makanya, siapa juga yang cemburu sama si brewok!"

"Cemburu? Kapan ane bilang kata-kata cemburu?"

Monik bahkan nggak tahu alasan kenapa dia keki cuma gara-gara mantan pacarnya jadian sama cewek lain. Padahal secara fisik Monik jauh lebih membangkitkan testosteron ketimbang Dimi yang notabene tipe-tipe anak rumahan. Dan Monik juga sudah punya calon suami yang lebih ganteng dan lebih macho dari si brewok yang kadang-kadang masih suka nangis sendiri waktu nonton drama Korea. Cowoknya Monik calon perwira angkatan udara, dan kalau nikah resepsinya bakalan pakai prosesi pedang pora.

Mungkin Monik cuma keki sama Zen yang akhirnya mendapatkan cewek yang lebih soleha darinya. Mungkin juga Monik cuma nggak suka kalau akhirnya sang maestro tobat nulis cerita porno. Atau mungkin juga sama kaya yang dibilang Bang Joker: some people just want to see the world burns.

Karena hasrat tak selalu bisa dijelaskan. Kebencian tak selalu harus beralasan. Dan bisikan setan akan senantiasa memayungi sisi gelap hati manusia sampai akhir zaman....


°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​


"Puas?" Zen bertanya dingin.

Dimi mengangguk lucu. Si kecil memeluk erat-erat salinan surat kontrak yang ditandatangai di atas meterai Rp. 6000. Keduanya berjalan beriringan menyusuri atrium mall yang dipenuhi butik mewah menuju tempat parkir yang terletak di lantai basement.

"Tapi sayang banget ya, si oomnya mengundurkan diri."

"Kenapa? Bukannya kamu seharusnya senang rival kamu nggak jadi diterbitin novelnya?" Ada sesuatu dalam nada bicara Zenith yang membuat Dimi tak nyaman.

"Enggak gitu juga, sih... soalnya kalau bisa Dimi juga kepingin novelnya si oom juga bisa diterbitin..."

"Masa?" Zenith melengos acuh tak acuh. Langkahnya yang lebar-lebar membuat tubuh mungil Dimi kesulitan mensejajari pemudanya yang memasuki tempat parkir yang lenggang.

"Kak Zenith kenapa, sih? Aneh banget hari ini...." kata Dimi yang agak kesal karena Zenith tidak mengomentari dandanannya sedikitpun.

"Ceritanya si oom dihapus orang lagi."

"Lho, kok? Beneran? Siapa?"

"Nggak tahu, polisi moral, kali."

"Ih, nggak boleh suudzon, kak! Lagipula mereka itu niatannya baik kok, buat ngereport cerita-cerita porno yang tokoh-tokohnya di bawah umur, terus ngereport cerita porno yang enggak di-tag dewasa, terus cerita yang pakai .gif bokep!" Dimi berusaha membela golongan putihnya.

"Tapi prakteknya? Banyak cerita yang di-report cuma karena mereka nggak suka sama genrenya atau penulisnya, atau gara-gara ada adegan ciuman hot-nya. Apa itu namanya kalau bukan mob Justice," tandas Zenith sengit.

"Ciuman itu kan emang haram, kak!"

Zenith mendengus geram. Tak berupaya meneruskan perdebatan lebih jauh karena jelas-jelas keduanya berjalan dalam tata nilai yang sama sekali berbeda.

Dimi ikut memberengut kesal. "Kak Zenith aneh, ih! Kenapa Dimi yang dimarahin!"

"Nggak usah pura-pura nggak tahu, deh," Zenith melengos malas.

"Beneran! Kalau yang sekarang Dimi nggak tahu sama sekali!"

"'Yang sekarang'?" Zenith mengernyit memergoki, "berarti yang cerita si oom dihapus orang pertama kali itu tahu, dong?"

"Eng-enggak juga, sih?" Dimi langsung menunduk dengan wajah pucat.

"Si oom marah," tegas Zenith. "Banget."

"Tapi beneran, yang sekarang bukan Dimi yang ngereport!"

Langkah Zenith seketika terhenti. "Kenapa?"

Dimi berusaha menghindar tatapan Zenith yang terasa menghakimi. Tapi lagi-lagi, tatapan Zenith terasa terlalu membekukan dan tak memberinya kesempatan untuk melarikan diri. Kenapa? Dimi bertanya pada dirinya sendiri.

Sama seperti Monik, Dimi pun tak tahu kenapa awalnya teramat benci kepada si oom, sama seperti Dimi yang tidak tahu kenapa dirinya sekarang malah rela berdandan heboh hanya untuk bertemu orang yang dulu paling dibencinya. Semuanya serba samar dan tak kasat.

"Karena si oom itu penulis cerita porno jadi kamu ngerasa dia nggak berhak nulis cerita religi? Atau... biar naskah kamu yang diterima?"

Dimi menggeleng kecewa. "Jadi... kakak... anggap Dimi seperti... itu....?" bisiknya lagi, sebelum suaranya tenggelam dalam isakan tangisnya sendiri.

Hati Zenith terbelah melihat gadisnya yang berkaca-kaca. Setengah harga dirinya mencoba berdiri angkuh seperti tebing karang, namun setengah nuraninya yang lain berkata, ia sudah terlanjur jatuh sayang. Zenith mengusap titik air di pipi gadisnya, tapi langsung ditepis Dimi, kasar.

Dimi masih bisa mendengar tangisnya sendiri bahkan ketika Zenith mengantarnya pulang hingga depan asrama. Dimi bahkan tak bisa berkonsentrasi mengikuti kajian ba'da isya, yang diinginkannya adalah membenamkan wajah dalam-dalam di atas bantal dan menangis semalaman.

Mungkin memang seperti ini jalannya, batin Dimi sambil tersenyum. Mungkin sejak awal jalan kami memang ditakdirkan tak bertemu. Mungkin memang tak ada signifikansi kosmik yang berarti selama ini. Bahwa pertemuan keduanya di toko buku tidaklah lebih dari sekedar kebetulan dari milyaran probabilitas yang bisa saja terjadi di alam raya. Mendadak Dimi tak ingin beranjak dan ingin memperpanjang sujud terakhir sholat dua rokaatnya. Barulah setelah salam, Dimi menyadari jejak basah di bekas tempat sujudnya.

Terlihat nyala redup dari ponsel Dimi. Notifikasi kotak masuk dari sahabat dunia maya-nya.

ajayvijayhotahai: ada cerita sedih tentang sepasang garis yang saling tegak lurus. Di sebuah titik keduanya bertemu. Tapi hanya untuk sedetik. Sebelum masing-masing melanjutkan perjalanannya menuju arah yang berbeda.

ajayvijayhotahai: tapi ada juga cerita sedih tentang sepasang garis sejajar yang selalu melangkah beriringan menuju arah yang sama. Tapi sampai kapanpun keduanya tak akan pernah bisa bersatu.
 
Part 15
Rindu Itu Berat

Mungkin memang belum jodohnya, itu adalah kata-kata paling manjur untuk menyembuhkan patah hati. Atau lebih mantap lagi kalau disambung kalimat tausyah 'karena sesungguhnya Allah mengetahui mana yang paling baik buat kamu' sembari memberi contoh Ayu Dewi yang dahulu ditinggal Zumi Zola menjelang pernikahannya yang sekarang sang mantan malah tersandung kasus korupsi.

Tapi kok rasanya jadi mendoakan mantan bernasib buruk, atau minimal lebih jelek dari kita, yah...? Hehehehe, batin Dimi sendiri jadi geli sendiri. Lebih geli lagi kenapa tiba-tiba saja dia teringat pada si brewok yang sudah membuatnya gulana selama 11 bulan belakangan ini.

Hampir setahun sudah Dimi putus sama Zenith. Setelah berbulan-bulan galau dan ngedengerin lagunya Raisa "Usai di Sini" sambil garuk-garuk tanah. Toh, akhirnya Dimi bisa move on juga. Dan tak mau jadi seperti para demonstran yang kurang piknik itu, Dimi pun menjalani kehidupannya seperti sediakala tanpa harus memaksa agar semesta tunduk pada keinginannya.

Dan layaknya orang yang pernah mengalami patah hati untuk pertama kali, Dimi hanya bisa terus melangkah dan menapaki hari esok yang membentang di depan matanya. Karena ia tahu pasti, setiap langkah baru yang dibuatnya akan selalu menghantar Dimi pada kemungkinan-kemungkinan lain yang tak terhitung jumlahnya.

Buku Dimi udah diterbitkan. Alhamdullillah, sudah dicetak dua kali, meski review pembaca yang ngaudzubillah jahatnya di goodreads.com sempat membuat si kecil mogok nulis selama sebulan.

Ibunya tentu yang paling senang buku si bungsu berhasil diterbitkan, meski sang ayah berpendapat buku Dimi terlalu kekiri-kirian dan banyak mengutip para filsofof "buat apa repot-repot mengutip Descartes, kalau toh ujung-ujungnya yang dikaji Al-Quran..." kata sang ayah, pedas.

Menghadapi ini, Dimi hanya bisa angkat bahu. Di goodreads dirinya sudah dikata-katai titisan Dajjal dan disama-samakan dengan si penista agama, satu lagi tambahan kritik lagi tak ubahnya bagai membuang garam ke laut.

Dimi memilih duduk di ruang tamu rumahnya, sambil mengetuk-ngetukkan jari mungilnya pada tuts keyboard laptop, libur akhir semesternya yang hanya tinggal bersisa 1 minggu terlalu sayang untuk dihabiskan untuk berdebat dengan orang yang percaya bahwa gempa bumi diakibatkan oleh perilaku seks menyimpang ketimbang pergeseran lempeng tektonik.

Layaknya seorang penulis baru, Dimi mengalami sindrom buku kedua. Ia harus membuktikan pada para pembaca dan terutama pada dirinya, bahwa naskahnya memang benar-benar layak terbit, bukan karena faktor keberuntungan semata.

Tapi dihadapkan pada lembar-demi lembar draft naskah ceritanya yang sepertinya hanya berputar-putar di tempat, barulah Dimi merasakan kepingan dirinya yang tak lagi utuh.

Diam-diam Dimi rindu si brewok.


●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​


"Dimi, engkau adalah tulang rusuk ku, tapi sekarang engkau sudah menjadi jalur busway...."

"Wakakakag! Nape ente, sob? kesurupan arwahnya Vicky Prasetyo?"

Rosyid yang sedang menggenjereng-genjreng gitar tergelak-gelak melihat Zenith yang tiba-tiba berceletuk. Padahal satu jam sebelumnya anak itu masih asyik mengerjakan proyek cerita religi keduanya.

Si brewok cuma nyengir unta. Ternyata menulis cerita religi itu sulit, serius. Mau dibikin yang model gimana, Zen juga masih belum menemukan gambaran.

Mau dibikin yang model-model wahabi kaya 'Ayat-ayat Cinta', yang tokoh utama cewek dan tokoh utama cowoknya nggak mau pandang-pandangan mata? Atau dibikin gaya Islam Nusantara yang berlatar sebuah pesantren tradisional kaya 'Kambing dan Hujan'-nya Makhfud Ikhwan? Dibikin tentang pertemuan nilai-nilai luhur Islam dengan nilai-nilai barat macam '99 Cahaya di Langit Eropa'? Atau dibikin ekstrim sekalian tentang jihad melawan orang-orang kafir?

Tapi semakin dipikir, semakin pusing pula kepala Zen.

Mau dibikin tokohnya bisa pacaran, takut dibilang antek-antek Jamaah Islam Liberal. Mau dibikin ada poster Khomeini di dinding kamar tokoh utamanya, takut dibilang simpatisan Syiah.

Sampai pada halaman kelima, Zenith sadar ia hanya berputar-putar pada satu tempat yang sama. Tulisannya kehilangan ruh. Kehilangan Taksu.

Dimi adalah getar pertama yang menggerakkan gelombang arus inspirasinya. Tanpa Dimi, Zenith hanyalah butiran debu yang tenggelam dalam lautan duka dalaaaaam....

Zenith terdiam lama. Ternyata benar kata Dilan, 'Rindu itu lebih berat dari hutang negara'.
 
Part 16
Intuisi

Hari ini Dimi terlihat lebih cerah dari biasa. Entah kenapa, Dimi merasa semesta seolah-olah memberi pertanda bahwa hari ini akan terjadi hal menyenangkan.

Pagi ini cerita favoritnya di-update setelah sekian lama ditinggal sang author bertapa. Pagi ini juga ia mendapat pesan dari Mas Iyaz (editor penerbit Mijon) bahwa bukunya akan dicetak untuk ketiga kalinya. Dan Dimi tidak akan heran jika di detik berikutnya ia mendapat kabar PSS Sleman akan masuk putaran final Liga Champion.

Benar saja. Husna menelponnya pagi ini, berkata bahwa ia sedang ada di kota Dimi. Si kecil langsung membelalak tak percaya, sudah terbayang akan mengajak sahabatnya itu berjalan-jalan berkeliling kota kecilnya sembari berwisata kuliner dan mencari oleh-oleh lucu.

"Emang kak Husna ada acara apa, hayooo....? Bulan madu, yah? Cie cieeeee...," kata Dimi girang bukan kepalang.

"Bukan.... teman seangkatan ana.... menikah besok. Di kota anti."

"Siapa?" tanya Dimi sambil berharap yang menikah bukan Zenith.

"Monik," jawab Husna.

"Oh," Dimi menyahut pendek.

Monik. Tentu saja Dimi kenal nama itu. Mantan pacar Zenith yang pernah membuat si brewok gulana dan menelurkan kisah tentang patah hati terhebat berjudul 'Tersedak Nostalgia' dan 'Paradisko'.

Mantannya menikah... si brewok kira-kira datang nggak, ya? batin Dimi.

"Zenith juga datang. Teman-teman seangkatan ana semua datang," ujar Husna seolah tahu isi pikiran si kecil.

"Ih, ana nggak nanya. Wek!"

Terdengar suara terkikik-kikik dari seberang telepon. "Ya sudah. Tapi ana sampai kira-kira nanti sore. Jemput ana di Terminal, ya?"

"Mbak Husna datang sama Mas Bagas?"

"Enggak. Ana datang sendiri. Makanya nanti anti yang harus menemani ana datang ke acara walimah...."

"Eh???"

Terdengar suara terkikik untuk kedua kalinya ketika Husna membayangkan ekspresi Dimi di seberang telepon.

"Ana naik bus Sumber Kencono. Jemput ana jam 4 sore ya. Assalamualaikum."

"Wa-wa alaikum salam...."

Telepon ditutup. Ada jeda panjang antara salam dan momen ketika Dimi menyadari ekspresi wajahnya sendiri.

Huft. Dimi menggembungkan pipinya yang perlahan bersemu.

Usaha move-on setahun jadi nirfaedah.

●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​

"Mamfus ana!" umpat si brewok sambil nepok kepala begitu melihat postingan Dimi di Instagram bersama Monik dan Husna.

Bagi Zenith tidak ada yang lebih jancuk daripada datang ke acara nikahan mantan pacar. Tambah jancuk lagi mengetahui mantan yang satunya juga akan datang bernama Husna. Tapi dirinya sudah kepalang tanggung, bersama Rosyid dan teman-teman cowoknya, Zenith sudah setengah perjalanan menuju gedung pertemuan dengan menumpang mobil pribadi.

"Sekalian mampir ke rumahnya sob, bawa roti buaya," sahut si kribo yang melihat sepupunya sedang komat-kamit baca Ayat Kursi.

"Diem ente, Sid!"

Bukannya Zenith tidak ingin bertemu Dimi. Tapi apa yang terjadi di antara keduanya selama setahun ini tidak bisa begitu saja dilupakan. Siapa yang mengira 'bedebah antipornografi' dan pujaan hatinya adalah orang yang sama?

Lagipula Dimi juga sudah tahu identias rahasianya. Memangnya Dimi masih mau diajak balikan? Zenith menghela nafas panjang, terpaksa membuang jauh-jauh premis muskil mengenai maestro lendir yang bertobat dan memperistri calon bidadari surga.

"Ya salaaam... cobaan apa ini?" keluh Zenith putus asa.

●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​

Zenith menghela nafas panjang sebelum melangkahkan kaki memasuki gedung pertemuan itu. Prosesi pedang Pora sedang dilakukan ketika Zenith mengisi buku tamu. Monik dan suaminya berjalan di atas karpet merah sementara di kiri kanannya berbaris para perwira yang mengacungkan pedang membentuk terowongan.

Hal pertama yang dilakukan Zenith ketika tiba di tempat resepsi adalah mengambil makanan banyak-banyak. Memberi ucapan selamat bisa dilakukan belakangan, karena pelaminan masih penuh sesak dengan handai taulan yang ingin memberikan ucapan selamat.

Hal kedua yang dilakukan Zenith adalah menyiagakan semua inderanya, menyisir wajah-wajah yang memenuhi gedung pertemuan besar itu.

Survey membuktikan, selain bandara dan reunian, acara mantenan adalah tempat terpopuler di mana kamu bisa ketemu mantan pacar. Tapi meski sudah mengerahkan kemampuan mata 'Sharingan' milik Sasuke Uchiha, pencarian Zenith tidak membuahkan hasil. Tanpa menyadari bahwa Dimi pun melakukan hal yang sama.

Padahal sedari tadi Dimi juga melongok-longok mencoba mencari keberadaan makhluk astral itu. Sayangnya Dimi kekurangan tinggi badan.

Tamu undangan yang membeludak membuat tubuh mungil Dimi tenggelam di antara lautan manusia.

"Rekan-rekan mahasiswa Fakultas *Piiiiiii* angkatan *piiiiiiip*," dimohon untuk naik untuk berfoto.

Yang dicari Dimi muncul dari kerumunan. Cengangas-cengenges sambil garuk-garuk rambutnya yang sudah mulai memanjang sedagu. Tubuhnya yang tinggi jangkung membuatnya tampak paling mencolok di antara teman-teman seangkatannya. Sebaliknya dari posisinya di atas panggung, dengan jelas Zenith bisa melihat tubuh mungil Dimi yang tersembunyi di balik kerumunan orang-orang yang mengantri es puter.

Kali ini, Dimi tidak bisa lagi mengelak. Sosok brewok yang mengenakan setelan batik lengan panjang menyapanya lebih dulu.

"Hei."

"Eh, kak zenith."

"Datang juga?

"Diajak Mbak Husna," cepat-cepat Dimi mengalihkan pandangan pada tumpukan gelas es puter.

"Apa kabar?" tanya Zenith.

"Baik, kak Zenith?"

"Begini-begini aja... hehehe..."

"Hehehe..."

Kembali hening. Dimi mencoba menghilangkan rikuh dengan mengantri es puter, tapi yang ada tubuhnya yang mungil malah terdorong ke sana kemari.

Zenith berinisiatif mengambilkan segelas.

"Makasih," ujar Dimi sambil menundukkan kepala.

"Duduk, yuk..." kata Zenith dan menggamit lengan Dimi tanpa diminta. "Ada yang mau saya bicarakan," kata sang pemuda pelan.

Dimi hanya bisa diam. Pikirannya terasa kosong ketika Zenith mengajaknya berjalan ke arah sebuah bangku plastik kosong.

˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​

Sebenarnya sudah lama Zenith ingin mengatakan hal ini, tapi dirinya tidak tahu harus memulai dari mana. Sejak awal hubungan keduanya menyimpan rahasia. Dimi Sang Aktivis Membaca Sehat. Zenith Sang Maestro Lendir. Kandasnya hubungan mereka sudah bisa dipastikan sejak awal cerita.

"Mau ngomong apa?" tanya Dimi, dingin.

"Saya cuma mau minta maaf," kata Zenith, pelan.

"Buat?" sebelah alis Dimi terangkat.

"Sudah menuduh Dimi yang mereport cerita kedua saya."

Hening sesaat.

"Tapi memang Dimi yang nge-report cerita Si Oom yang pertama," aku Dimi.

Hening.

Ada sedikit rasa lega. Ada kejujuran yang pelan-pelan dibuka di antara keduanya.

"Kenapa ngilang? Ditungguin sama pembaca loh lanjutan cerita religinya."

"Ane sibuk....."

"Nulis skripsi?"

"Nulis cerita."

"Ih. Kirain udah tobat."

"Kagak lah. Sekarang nulisnya cerita silat-religi, cerita clean," kata si brewok, "tapi... yah.... gitu deh...," kata Zenith sambil garuk-garuk kepala.

"Kenapa?"

"Lapaknya lebih sepi dari tukang las di kuburan."

Dimi mencoba menahan tawa.

"Kak Zenith nulis apa memangnya?"

"Aneh lah pokoknya... aib."

"Makanya, kasih tahu atuh sinopsisnya," sahut Dimi antusias.

Posisi duduk Zenith menegak. Sepasang matanya ikut berubah antusias.

"Jadi ada marbot mushola di desa kecil. Nah, di desa itu penduduknya pada jadi TKW, tapi ternyata malah dijual keluar negeri jadi PSK sama agen penyalurnya. Nah, tokoh utamanya dimintain tolong sama pak kades untuk menyelidiki hilangnya para penduduk desa yang jadi TKW. Yang membawa tokoh utama terlibat perseteruan dengan mafia perdagangan manusia ilegal di Hong Kong. Seiring perjalanan cerita ternyata terkuaklah rahasia bahwa sang marbot tokoh utama ternyata adalah mantan pembunuh bayaran terhebat yang sudah bertobat."

Dimi terkikik-kikik, tak bisa lagi menahan tawa. "Kok sinopsisnya mirip kaya film Azrax-nya Aa Gatot Brajamusti?"

"Terinspirasi," sahut Zenith diplomatis, persis seperti jawaban para penulis yang ngeles ketika tulisannya ketahuan plagiat.

"Nggak dikirim ke penerbit, kak?"

"Udah, dong...," Zenith nyengir. "Udah diterbitin malah."

"Beneran?" mata Dimi membeliak tak percaya.

●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​

Cerita silat-religi Zenith diterbitin. Serius. Judulnya Joni Kopong. Covernya digambarin sama anak DKV ISI Jogja temen nongkrongnya. Ongkos cetaknya dimodalin si kribo. Dan nomor ISBN-nya: "Insyaallah Barokah".

Kalo kalian suka ngece penulis-penulis yang nerbitin cerita dengan cara Self Published, nah si brewok ini nerbitin ceritanya pake cara yang paling dasar: DIY (Do it Yourself). Nulis, nulis sendiri. Cetak, cetak sendiri. Jual, jual sendiri. Berdikari. Fantang tunduk pada kapitalisme!!! Uwoooooooh!!!

"Laku?"

Zenith cuma nyengir.

"Syukur-syukur ada yang beli. Nggak dibakar di tanggal-tanggal cantik sama anak buahnya si habib aja ane udah bersyukur," Zenith tersenyum lemas.

Dimi tergelak-gelak.

"Makanya naskahnya dikirimin ke penerbit Mijon atuh. Sama penerbit Mijon mah dibantuin banget buat promosi sama distribusinya. Buku Dimi aja sudah mau naik cetakan ketiga."

"Wah, keren! Buku Dimi gimana kabarnya?"

Kali ini giliran Dimi yang gemetar. "Oh... iya... anu... maaf Dimi belum sempat transfer...."

"Transfer apaan?"

"Royalti buku Dimi, kak... buku itu... kan setengahnya hasil karya kak Zenith."

"Aduuuuh.... Kok repot-repot sih...."

"Nggak apa, kak! Dimi juga nggak mau mengambil apa yang bukan hak Dimi." raut wajah Dimi terlihat mengeras.

Zenith garuk-garuk kepala, agak rikuh juga sebenarnya membicarakan uang di saat-saat seperti ini. Tapi mendengar nominal yang disebut Dimi, Zenith tanpa malu-malu langsung menyebut nomor rekening. (Minta ditabok emang nih anak)

"Lumayan dipakai modal nikah. Sayangnya calonnya belum ada. Ahahahaha!"

"Ih! Ngode!" Dimi menjulurkan lidahnya, sudah terbiasa dengan mulut Zenith yang tidak ada remnya.

"Hehehe...."

"Tapi beneran, loh. Dimi cuma bisa bilang terima kasih," kata Dimi tulus. "Sudah membantu Dimi menulis buku itu."

Ada perasaan lega ketika ia akhirnya mengatakan hal itu. Seolah ada beban berat yang kini terangkat dari pundak Dimi setelah sekian lama.

Hidup berjalan dalam rangkaian kejadian yang seolah acak tapi sebenarnya memiliki 'satu benang merah' tak kasat mata. Keterikatan setiap atom pada lintasannya, ketundukan sel-sel pada kromosomnya. Juga setiap potensi dan probabilitas. Semua tunduk dalam satu Maha Rahasia yang tersimpan di Langit Tak Tersentuh. Dimi tidak bisa menerka. Tidak akan pernah bisa menerka. Adakah mereka sepasang garis lurus yang berjalan seiringan tapi tak akan pernah bisa bersatu? Ataukah sepasang garis tegak lurus yang bertemu untuk sesaat sebelum melanjutkan perjalanan menuju arah yang berbeda

Tapi sedapatnya Dimi masih ingin mengikuti intuisinya, apapun itu.

"Terus cerita religi kak Zenith gimana?"

"Kayanya ane nggak berbakat nulis cerita religi...," kata Zenith lemas.

"Kalau begitu, kenapa kak Zenith nggak nulis tentang cinta-cintaan lagi? Tapi kali ini yang clean... nggak usah pakai ehem-ehem...."

"Kaya Tersedak Nostalgia dan Paradisko?"

Dimi mengangguk. "Meski banyak adegan erotisnya, tapi aku beneran nangis loh bacanya," ucapnya tulus.

Si kribo cuma bisa nyengir sambil garuk-garuk kepala. "Hehehe... sampe sebegitunya yah... maklum lah, dulu kan nulisnya pas lagi galau...."

Dimi menggembungkan pipinya yang lucu. "Huuu... emang sebegitunya sakitnya ya diputusin sama Monik sampai bisa nulis cerita kaya gitu."

"Ho-oh... sakit," jawab Zenith jujur, "....tapi lebih sakit putus sama mantan yang satunya, sih..."

"Huuuuu! Tapi kenapa yang dibikinin cerita cuma mantan yang itu?!"

"Nggak tahu, deh...," Zenith mengangkat bahu. "Soalnya buat kisah kali ini, aku mau coba bikin akhir yang bahagia, sekali saja..."
 
Part 17
Pledoi Seorang Penulis Cerita Porno


"Jadi intinya terjadi standar ganda. Orang bisa menikmati adegan seks non-consent antara cewek yang dipaksa melayani nafsu bejat cowok ganteng-kaya tapi bajingan, tapi giliran ada adegan KBB dibilangnya pornografi," orasi si brewok berapi-api.

"KBB, tuh apaan, Sid?" tanya Husna polos.

"Kisah Beauty and The Beast," sahut Rosyid sambil menjelaskan sub-genre cerita erotis di mana perempuan cantik yang berhubungan intim dengan laki-laki miskin atau buruk rupa.

Husna terkikik pelan. Tapi Dimi yang duduk di samping Husna sudah kadung merah padam wajahnya mendengar percakapan tak senonoh itu.

"Huh! Kalian ini, ya! Kenapa sih orang suka banget nulis cerita porno?!" tanya Dimi sambil memberengut sebal.

Zenith tak ingin melakukan pledoi atas kejahatannya mengotori pikiran suci dedek-dedek gemesh follower-nya. Tapi dengan diplomatis, si brewok menjawab:

"Karena ada permintaan, sih. Yang jelas suply nggak akan pernah ada kalau nggak ada demand."

Rosyid dan Husna sontak tergelak-gelak mendengar penjelasan semena-mena si-manusia-berotak lendir.

Sama seperti profesi bidan, koki, PSK, atau bidang-bidang pekerjaan lain yang bergerak dalam penyediaan jasa. Profesi penulis cerita porno sejatinya hanya mengisi celah kebutuhan yang tidak bisa dilakukan oleh orang lain. Yakni kemampuan untuk berfantasi jorok dan menuangkannya ke dalam kalimat dan paragraf.

Meski pura-pura tak mengakui, (ayo akui saja) kalian sebenarnya bosan dengan adegan seks yang itu-itu saja. Hasrat karnal yang direpresi selama bertahun-tahun atas nama norma dan etika membuat kalian memimpikan seks yang tabu: dilecehkan oleh seorang pria tampan berkuasa, bercinta dengan pilot/dokter/arsitek tampan, diikat dan dilecut dalam sebuah percintaan yang sadomasokis. Meski... ah... hanya sebatas fantasi.

"Meski ane nggak nulis cerpan. Some else will. Karena birahi manusia akan mencari jalan pemuasannya sendiri," sabda sang filsuf liberal di hadapan para jamaahnya.

"Ana nggak peduli! Pokoknya ana tetap benci cerita-cerita yang memakai adegan-adegan erotis sebagai bumbu untuk mendapatkan pembaca!" tandas Dimi kejam.

"Eh?! Siapa bilang cerita ane pakai bumbu adegan erotis?!" sengit Zenith tidak terima.

"Lah, terus?" Rosyid menaikkan sebelah alis.

"Buat ane adegan erotis itu bukan bumbu! Tapi bahan utama!" tandas Zen sungguh-sungguh.

Ledakan tawa Husna dan Rosyid tidak bisa ditahan-tahan lagi. Tawa lepas membahana memenuhi kabin mobil mungil si kribo hingga menenggelamkan suara tahrim yang sudah terdengar di kejauhan.


●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​


Ada yang berbeda dengan Ramadhan kali ini. Selain pedagang takjil yang tiap hari menenuhi jalan paving di dalam kampus yang bertambah-tambah macet dari tahun ke tahunnya. Selain jumlah jamaah Masjid Kampus yang meluber di awal-awal untuk mendengarkan ceramah dari tokoh-tokoh ternama. Kehadiran dua orang calon bidadari surga bersama sepasang pemuda berotak lendir sudah cukup untuk membuat malaikat pencatat amal geleng-geleng kepala.

Monik, anggota trio lendir sudah diboyong suaminya yang perwira ke Wamena, meninggalkan Zenith dan Rosyid, dua orang pembela kebenaran pemberantas keperawanan dengan satu visi-misi mulia di awal Ramadhan ini: kita harus lekas bertobat lalu cepat-cepat mengucap akad.

Sebenarnya, sejak lama Zenith ingin mengajak Dimi berangkat sholat tarawih bareng, tapi karena gengsi dia minta tolong Rosyid. Nah, si kribo ini (yang sekarang sudah jadi teman bisnisnya Husna) nge-SSI-in si binor manis ini buat ngajakin Dimi sholat taraweh naik mobil barunya. Dan voila. Bagai gayung bersambut, tak lama kemudian empat orang beda tingkat taqwa ini sudah meluncur membelah jalanan macet, mencari tempat parkir di pelataran samping Masjid Kampus yang dipadati oleh para jamaah.

"Dimi nggak mau tahu! Pokoknya Dimi nggak suka kak Zenith nulis cerita porno lagi!" hardik Dimi sambil membelalakkan sepasang matanya yang lucu.

"Iye... iye... ane udah tobat kok, Dim... lihat aja akun ane udah bersih," sahut Zenith pasrah demi pujaan hatinya.

"Beneran kak Rosyid? Dia nggak punya akun kloningan?" Dimi melirik sepupu si brwok yang tengah sibuk menyetir.

"Bohong, Dim. Dia masih nulis cerpan cuma nggak dipost aja!"

"Huasyemik, nggak ce-es ente, Sid!" sewot Zenith sambil mengeplak rambut kribo sepupunya dengan kopiah.

Husna tergelak-gelak melihat dua orang pemuda yang duduk di bangku depan saling pukul kopiah.

"Huuuuu... dasar tobat kagetan!" cibir Dimi.

Zenith cuma mesem-mesem. Prospek balikannya terancam kandas di tangan si kribo.

"Etapi dulu pernah sih, si brewok tobat. Yang cerita-ceritanya dihapusin itu," atas nama kesetiakawanan saudara seperlendiran Rosyid cepat meralat. "Inget nggak?"

"Beneran?" tanya Dimi setengah percaya.

"Iya, Dim. Si brewok rela tobat demi kamu. Demi apah sodarah-sodarah? Demi Dewaaaa!!!!"

"Diem ente, fantat onta!" Zenith mengeplak kepala si kribo, kali ini tanpa berniat mengurangi tenaga sedikitpun.


●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​


'Tobat itu demi Allah, bukan demi makhluk,' kata-kata itu terus terngiang-ngiang dari kedalaman batin Zenith. Hingga ceramah seorang guru besar sekaligus politisi terkenal dari partai 'biru' yang tengah berapi-api mengkritisi kebijakan pemerintah di atas mimbar pun tak didengarkannya lagi. Benak Zenith dipenuhi pertanyaan tentang Alam Raya, tentang Surga dan Neraka. Sambil berharap Allah tidak buru-buru menutup pintu tobat untuknya.

Terlepas betapa inginpun dirinya terbebas dari dosa Jariyah, di kepala Zenith selalu terbersit gagasan-gagasan sinting tentang adegan persetubuhan abnormal yang bisa membuat Enny Arrow mengucurkan air mata di alam baka saking terharunya.

Setan tak perlu disalahkan atas imajinasi liar sang maestro, sebagaimana ia tidak perlu lagi menjadi kambing hitam atas perilaku manusia yang kini bahkan lebih keji dari syaitonnirrojim, (kaum dhuafa yang dipaksa berlari-lari di acara televisi, ibu-ibu yang mengajak balitanya melakukan bom bunuh diri).

Imajinasinya terlampau jenial. Bahkan setanpun ikut angkat topi atas adegan-adegan seks yang di luar nalar. Bayangkan, penulis cerita erotis mana yang kepikiran melibatkan Shaun The Sheep, Barnie The Dinosaur, dan Teletubbies dalam sebuah pesta orgy di Istana Siluman?

Ya Salam.... Kenapa otak ane isinya lendir mulu.... keluh Zenith... kasih ane ide nulis cerita CEO, tapi yang syariah kek.... biar nggak gini mulu isi tobat ane tiap tahun...

Zenith menghela napas berat... Mungkin Ramadhan kali ini saatnya untuk benar-benar bertobat...


●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​


Orang ini cuma salah jalan. Dimi berusaha memberi tahu dirinya sendiri. Sama seperti tokoh utama wanita yang selalu dibuat tergila-gila pada lelaki bajingan, naluri keibuan Dimi berkata bahwa Zenith masih bisa diajak kembali ke jalan yang benar. Tapi bagaimana caranya?

"Makanya Zenith harus dicarikan istri. Agar libidonya tersalurkan," suara kampret si kribo memecah kesunyian batin Dimi.

"Betul," Husna mengamini sambil mengulum senyum.

"Idih! Mbak Husna ngomong apa, sih!" Dimi menyenggol Husna dengan wajah bersemu.

Karena parkir cukup jauh, Zenith mencoba menjadi gentleman dengan menawarkan diri mengambil mobil. Sementara Husna dan Dimi menunggu di pelataran masjid yang berbentuk tangga tinggi, tepat di depan patung air mancur bertulis asma Allah. Rosyid dengan baik hati menawari mengawal dua calon bidadari ini di tengah kerumunan jamaah yang baru bubar sholat witir.

Sayangnya si kribo mengajak berghibah.

"Ana serius! Anti tahu zina sama tangan itu dosanya sama dengan berzina beneran?"

"Masa?!" Dimi membeliak tak percaya.

Husna mengamini, mengutip fatwa salah seorang Syaikh. "Tapi antum salah kalau menikah niatnya hanya untuk halal ber-jima', karena dalam pernikahan itu banyaaak sekali hal yang terlibat di dalamnya. Jangan sampai antum terburu-buru menikah hanya tidak ingin pacaran dan salah pilih calon suami yang malah menimbulkan kemudhorotan karena cerai, misalnya."

"Kaya Salma dan Taqy," imbuh Rosyid yang tiap hari ngikutin Insert Pagi, Insert Siang, dan Insert Today.

"Betul-betul-betul," kompak Husna.

Hu-uh! Dimi majukan bibirnya. Dirinya aktif menyebarkan tagar #udahputusinaja yang dipopulerkan Ustaz Felix Siauw, masa sekarang ia harus pacaran lagi, sih?

"Tapi nggak usah pacaran juga, banyak mudhorotnya," ralat Husna. "Sekian lama anti kenal Zenith, masa anti belum yakin Zenith orang yang tepat?"

"Ukh." Sepasang mata Dimi membola ke kiri dan ke kanan. "Ana malah baru tahu kalau dia Oom Vijay!"

"Itu karena kalian berdua belum terbuka satu sama lain," wanita yang lebih keibuan itu mencoba menasihati.

"Hare gene masih pacaran? Makanya ta'aruf, TJOY!" si kampret ikut mengompori.

Dimi tak bisa membantah lagi. Ponselnya yang berdering pertanda sang korban ghibah sudah berada tak jauh dari pintu gerbang.


●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●˚●​


Semesta memiliki kecerdasan rahasia, dan tak satupun kejadian yang berjalan dengan sia-sia. Rencana menulis cerita religinya yang pertama. Pertemuannya dengan Dimi di toko buku. Bahkan setiap pertengkaran dan sakit hati. Semua seperti jalinan takdir yang saling berkonspirasi. Diam-diam Zenith memandangi pantulan wajah Dimi dari kaca spion depan. Berusaha mencari petunjuk dari wajah manis yang terbingkai jilbab syari dan kacamata berframe tebal itu.

Husna minta diantar membeli makan sahur di daerah Gejayan, lalu diantar pulang ke kontrakannya di bilangan Baciro. Mobil melaju lambat-lambat, bukan karena arus lalu lintas yang terlampau padat, tapi Zenith yang memang sedang ingin berlama-lama memandangi sang pujaan hati yang senyumnya semanis sari kurma.

Mengingat kesucian bulan Romadhon dan demi menghindari ghibah dan percakapan tak senonoh, Dimi membuka panel diskusi, temanya 'Pluralisme'. Si kecil sendiri yang jadi moderatornya.

"Teng-teng-teng! Diskusi dimulaiiii...." ujar Dimi riang. "Silahkan dimulai dari bapak Rosyid."

Rosyid yang liberal berpendapat bahwa semua agama itu benar, tapi tentu saja Husna tak sependapat.

"Kalau begitu kenapa ada agama yang membolehkan pengikutnya minum anggur, sedang ada yang tidak. Kalau begitu kenapa ada yang membolehkan makan daging babi, sedang ada yang tidak. Tuhan tidak pernah mengeluarkan aturan yang berbeda-beda. Itu artinya cuma ada satu agama yang benar. Itu yang dinamakan Aqidah."

Dimi mengangguk setuju.

Rosyid mengemukakan pendapatnya tentang 'Kebenaran Relatif', tapi lagi-lagi Husna berada di kutub yang berseberangan. "Tidak ada yang namanya banyak versi kebenaran. Yang ada hanya satu kebenaran," tandas Husna tanpa bisa ditawar-tawar lagi.

Mendengar perdebatan yang menjurus anarkis, Si brewok yang mendapat giliran menyetir malah sibuk mengganti-ganti saluran radio, berharap ada penyiar radio yang berbaik hati memutar lagu "Kali Kedua" buat ngajakin Dimi balikan.

"Menurut kak Zenith gimana?" pancing Dimi melihat si brewok yang apatis.

"Hah? Apa?"

"Ish! Nggak dengerin orang diskusi!"

Zenith tersenyum kecil. "Yakin nanya ke ane?"

Dimi mengangguk.

"Ini kajian liberal tapi ya."

Dimi mengangguk lagi. Dua orang yang lain kompak menunggu kajian Sang Filsuf Sesat.

"Ane sependapat sama Husna, sih..." jawab Zenith kalem. "Salah satunya pasti benar. Itu yang namanya Iman. Makanya beragama itu untuk mencari kebenaran, bukan untuk menjadi benar...," Zenith berdehem, memberi jeda sebentar. Dua orang akhwat itu tampak puas mendengar bagian pertama kajiaannya yang syar'i.

Pemuda brewok itu menarik napas panjang, karena setelah ini adalah bagian liberal dari kajiannya yang bisa memicu kontroversi.

"Sayangnya dari kecil kita sudah kadung diajari untuk menjadi benar. Kita sudah kadung didoktrin kalau orang kafir bakal masuk Neraka, dan orang muslim bakal masuk Surga, tapi inti beragama bukan cuma buat masuk Surga, kan?"

"Terus kalau tujuan akhirnya bukan buat masuk Surga apa, dong?" Dimi menaikkan sebelah alisnya.

"Kalau tujuan beragama cuma buat masuk Surga, kasihan sekali orang-orang yang potong kompas masuk surga dan ngajakin anak balitanya ikut bom bunuh diri semata-mata karena keyakinan bahwa mereka syahid dan masuk Surga."

"Your point is?" Rosyid mengerutkan kening.

"There's a long road and winding to heaven, my brother. Apa gunanya Baginda Rosul berdakwah 23 tahun kalau tujuan akhir cuma mati syahid? Apa gunanya fikih dan syariat? Apa gunanya solat dan puasa kalau pintu Surga cukup dibuka dengan meledakkan isi perut di Gereja?"

"Surga bukanlah tujuan akhir," kata Zenith. "Surga adalah penunjuk arah. Agar kita tidak salah jalan."

Zenith terdiam. Lama. Karena sesungguhnya kata-kata itu ditujukan untuk dirinya sendiri.

_______________________________

Sebenarnya mau dibikin adegan Zenith ketemu sama bokap-nyokapnya Dimi, tapi ntar deh, kita kasih mereka senang-senang dulu. Terus Monik. Monik ini blunder terbesar cerita Hagia. Emang sih, awalnya niat Hagia ini plotnya mau dibikin FTV banget, dua orang yang saling sebel di awal, terus saling sayang seiring perjalanan cerita, tapi dihalangi karakter antagonis yang sejahat neneknya Tapasya. Tapi repot banget ngeberesin konflik Monik ini. Pusing pala beby. Makanya tokoh ini ane simpen dulu. Ntar konfliknya kita munculin dari sisi lain aja.

Mudah-mudahan tamat lah di episode 20-an... jangan panjang2 lha cerita kaya gini...

Afwan buat yang konservatif, soalnya cerita ana jadi liberal gini.

___________________________
 

Salam. Ini adalah Hagia ver.2.0, ada sedikit revisi dari versi sebelumnya. Dan yang pasti sudah tamat. Hehehehe... Selamat menikmati....
 
Part 1
IT’S A ROUGH START

Rashad Teriyaki : wakakakakaka.... vangke lu vro! cerita religi macam afaaaa ini????

Rashad Teriyaki : cerita cacad

Ajayvijayhotahai: biarin

Rashad Teriyaki : mana ada cerita religi yang tokoh utamanya penulis cerita porno?

Ajayvijayhotahai: itu karena cerita gw antimainstream

Kali ini tawa keras harus menyembur dari hidung para pengikut Zen begitu melihat judul cerita baru yang muncul di lini masa wattpad mereka. Lengkap dengan sampul sok religius bergambar padang pasir dan onta.

Dari mana logikanya seorang penulis cerita porno ujug-ujug insyaf dan menulis cerita religi? Prolognya hanya 500 kata, dan itupun sepertinya ditulis dalam keadaan mabuk lem Aica Aibon. Benar saja, tak sampai 4 alinea, para pembacanya sudah dibuat tergelak-gelak membaca cerita religi abal-abal tersebut. Walhasil cerita religi Zen jadi bahan tertawaan ketimbang materi kajian.

Makhluk astral yang satu ini memang selalu berhasil membuat pembaca hilang akal. Mengaku sebagai makhluk tuhan faling tamfan, tapi lebih sering memposting sinopsis sinetron film India daripada meng-update cerita. Follower-nya baru 1.400, tapi lagaknya udah berasa punya pengikut 50.000.

"Itu karena cerita-cerita gw antimainstream. Coba gw nulis cerita tentang cewek yang dibuntingin CEO, cerita gw bisa dibaca lebih dari 10 juta kali dan dapet stempel di covernya!" tulis Zen dengan sengaknya pada suatu ketika.

Awalnya para pembaca mengira Zen hanya bercanda ketika mengatakan akan menulis cerita religi jika mendapat 1000 follower. Buat gimmick saja barangkali. Tapi kini, sang penulis tidak tanggung-tanggung, cerita bertajuk "Drama Religi Faling Varokah" itu diklaim secara sepihak telah menjadi bestseller dan akan segera diangkat ke layar tancap! Warbyasah!

Tapi apapun itu, untuk kali ini saja rasanya Zen boleh tersenyum bangga. Dirinya sudah menulis cerita religi pertamanya. Bagi seorang penulis cerita porno seperti dirinya, ini adalah langkah awal menuju surga. Masya Allah!

°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°​

Syahdan. Hari ini tokoh utama kita berangkat ke warnet dengan senyum yang lebih cemerlang dari lampu petromaks. Di laptopnya kini sudah tersimpan update-an cerita yang membuatnya begadang semalaman. Bakalan jadi hot thread eh, ranking 1 nih, batin sang penulis jumawa.

Tapi apa daya, sepertinya Tuhan punya rencana berbeda.

Ketika mengecek lini masa, buah karyanya hilang tak berbekas. Seorang manusia kamfret rupanya melaporkan cerita religi abal-abal Zen dengan alasan menyinggung SARA.

"Suwek, lah!" umpat Zen kesal.

Zen pernah mendengar gosip bahwa dunia oranye bisa mejadi tempat yang berbahaya, di tempat ini sesama penulis bisa saling memangsa atas nama popularitas. Tapi masa iya, sih? Kalau dipikir-pikir, Follower-nya baru 1.400. Rasanya tak ada satupun alasan penulis lain untuk iri kepadanya.

4 tahun dirinya menulis cerita-cerita mesum, tapi tak pernah sekalipun tulisannya dihapus secara semena-mena. Dan kali ini, untuk pertama kalinya Zen mencoba menyebut nama Tuhan, tulisannya malah dikubur ke dasar bumi seperti ummat Nabi Luth yang durhaka.

فَيُضِلُّ ٱللَّهُ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِى مَن يَشَآ

"Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki." QS. 'Ibrahim [14] : 4

Mungkin Allah memang sudah lama tidak setuju. Mungkin saja, dari awal Zen memang sudah ditakdirkan sebagai penghuni neraka. Tapi jika nama Tuhan hanya boleh diseru oleh orang-orang suci, di mana tempat para pendosa untuk kembali?

Selama ini cerita religi seolah-olah hanya boleh disuarakan dari bibir orang-orang alim dan sholeh. Kali ini, gue mau bikin sebaliknya. Tentang para pendosa yang mencari jalan kembali menuju Tuhan dari tempat yang paling berlumpur. Suara batin Zen berteriak lantang.

Dari kecil Zen memang dikenal pembangkang. Maka ketika seluruh alam semesta seolah mencegahnya menulis cerita religi dan mengarahkannya untuk tetap menulis cerita porno, Zen justru berdiri tegak menantang:

"Gue bakalan tetep nulis cerita religi faling varokah!"
 
Part 2
JODOH PASTI BERTEMU


"Masya Allah!!!" Zen terpaksa komat-kamit begitu melihat 1557 notifikasi di ponselnya. Wajar saja sang penulis keselek kurma, cerita religi abal-abalnya yang baru dua bab ternyata sudah memperoleh 1000 vote dan ratusan komentar, padahal belum ada sehari cerita itu dirilis di wattpad. Alhamdulillah, bencana membawa hikmah, batin Zen berkali-kali.

Zen pantas girang. Bagi penulis amatiran yang bercita-cita punya follower sebanyak @Sairaakira, inijelas prestasi.

Zen sadar, proyek ini berpotensi membuatnya dilamar penerbit besar. Dan untuk peluang sebesar itu, cerita abal-abal saja jelas tidak akan cukup untuk membuat namanya terpajang berdampingan dengan Sofi Meloni di Gramedia. Ceritanya butuh referensi yang cukup mumpuni, setidaknya agar tak kalah saing dengan penulis yang rajin mensitir ayat-ayat suci dan hadist dalam ceritanya.

Syahdan. Mencari literasi berfaedah untuk disitasi adalah misi Zen hari ini, karena Freud dan Nietszche di rak bukunya jelas tak akan membantu Zen dalam menulis sebuah kisah religi. Sepulang kuliah siang, sang pemuda mengarahkan skuter tuanya ke toko buku Islami di dekat kampus.

Jalanan sempit yang menghubungkan kompleks kampus dengan perkampungan padat itu masih sarat dengan mahasiswa yang baru pulang kuliah atau sekedar istirahat makan siang. Zen harus mengemudi ekstra hati-hati agar tidak menyenggol bakul angkringan yang berjualan di bahu jalan. Tak lama, kuda besinya sudah terparkir di depan toko.

Indera penciuman Zen segera disambut dengan aroma minyak kasturi ketika membuka pintu. Toko buku itu menjadi satu dengan toko yang menjual busana muslim. Di rak depan dipajang botol-botol parfum warna-warni dan batang siwak yang dikemas rapi. Habattus sauda terletak di rak sebelah kiri, berdampingan dengan madu Yaman dan sari kurma.

Buku-buku agama berada di ruangan yang berbeda. Deretan kitab tafsir Ibnu Katsir adalah yang dilihatnya pertama, disusul Al-Quran terjemahan di sebelahnya. Zen melayangkan pandang merunuti satu persatu judul buku, Shirah Nabawiyah, Riyadus Shalihin karya Imam Nawawi, sampai Shahih Al-Bukhori. Hingga pandangannya berakhir pada sebuah buku novel di rak fiksi, berjudul "Bidadari Surga". Zen tergoda membuka lalu tersenyum-senyum sendiri membayangkan bahwa bahagianya jika konflik cinta segitiga dalam novel bisa diselesaikan dengan poligami.

"Hayoh, senyum-senyum sendiri. Lagi ngebayangin poligami sama siapa?"

Gelagapan, Zen cepat-cepat meletakkan buku dan mendapati seorang bidadari sedang berkacak pinggang tak jauh dari tempatnya berdiri. Masya Allah.

"Dimi?" Zen mengerjap tak percaya.

Lawan bicaranya cepat mengangguk.

Dimi adalah adik kelas Zen di kampus, 3 tahun di bawahnya, tapi kenal muka gara-gara sang pemuda sering mengulang pelajaran semester satu. Sebenarnya sejak awal ospek Zen menaruh hati pada sang bidadari berkerudung biru, sayangnya mereka berbeda kasta, yang satu calon bidadari surga dan yang satu juru kunci neraka.


"D-Dimi... kamu cari buku juga?" Zen berkata tergagap.

Dimi mengangguk. "Kakak?"

"I-iya nih. Lagi cari referensi."

"Skripsi?"

"Cerita," Zen keceplosan

"Cerita apa, kak?" wajah Dimi berubah antusias.

"Cerita religi lah, masa cerita porno, hehehe... he... he...."

"Hehehe, Kak Zenith bisa aja."

"I-iya. B-buat Buletin Kampus, hahaha... ha... ha..."

"Cerita religi, yah... Pasti keren dong kalau Kak Zenith yang nulis, hehehe..."

"Kok tahu? E-emang kamu pernah baca t-tulisan aku, Dim?" tanya Zen takut-takut. Khawatir yang dimaksud Dimi adalah cerita pornonya yang berjudul "Tersedak Nostalgia".

Dimi langsung menunduk tersipu. Gadis manis itu memainkan ujung jilbabnya malu-malu.

Zen selama ini memang dikenal sebagai pengurus organisasi jurnalistik di tingkat Universitas. Meski lebih sering menggoda para adik kelas ketimbang mencari berita, tapi sudah menjadi rahasia umum jika orasi-orasi antikapitalisme sang maestro yang terkenal gokil menjadi artikel paling dicari di buletin kampus yang dibagi gratis setiap selesai sholat jum'at. Dimi adalah salah satu penggemar rahasianya.

"Aku tahu, kok. Kalau Kak Zen mau, kakak pasti bisa nulis cerita religi."

"Hehehe...." dan Zen hanya bisa menggaruk-garuk rambut gondrongnya.

"Jadi mau nulis cerita tentang apa, kak? Dekadensi Moral Peradaban Barat lagi?"

"Ah, terlalu pretensius itu mah. Eh, lagian kamu pernah baca tulisan aku yang itu? Itu tulisan sesat, tahu!"

Tak ingin mati gaya, Zen pura-pura membuka-buka buku tata cara memandikan jenazah, sebelum akhirnya buku bersampul biru laut di ujung rak menyita perhatiannya. Sudut bibir Zen melengkung.

"Mutiara Kitab Tauhid?" Dimi membeliak lebar.

"Back to basic. Buat apa ngomongin jihad dan keutamaan poligami kalau dasarnya aja nggak kuat?"

Senyum Dimi melebar seketika. "Tauhid," desisnya tak percaya.

"Yep. Tauhid," Zen mengamini.

Baru semalam Zen uring-uringan karena ceritanya dihapus. Tapi Allah rupanya bekerja dengan cara-cara misterius. Dan hari itu juga Zen kehilangan orientasinya akan waktu. Pemuda itu hanya ingat kalau ia berbincang-bincang lama mengenai agama dan filsafat dengan bidadari pujaan hatinya. Hampir 22 tahun dirinya menjadi fakir asmara, dan Zen sama sekali tak keberatan kalau ternyata Dimi memang jodohnya.

"Dik Dimi, maukah kau menjadi sajadahku agar aku bisa beribadah di atas tubuhmu?" batin sang pemuda.

"Kak... Kak Zenith kok ngelamun?"

"Eh. Enggak-enggak," sahut Zen gelagapan.

"Kalau Kak Zenith mau diskusi add BBM aku aja," kata Dimi manis. Pin Blackberry yang meluncur dari bibir Dimi mau tak mau membuat senyum lebar ikut mengembang di wajah sang pemuda.

"M-m-makasih."

"Aku yang malah seneng banget denger kak Zenith mau nulis cerita religi. Serius. Sejak awal baca tulisan kakak di buletin, aku tuh tahu kalau kak Zen tuh bisa nulis cerita apa aja," Dimi terdiam sebentar. "Kecuali cerita porno. Aku paling benci sama orang-orang yang ngerusak mental generasi muda!"

Mamfus ana, batin Zen sambil nabok kepala.
 
Back
Top